Alhamdulillah, Nasi Megono dan Lopis Krapyak Khas Pekalongan Jadi Warisan Budaya Takbenda
deni setiawan October 14, 2025 07:32 PM

TRIBUNJATENG.COM, PEKALONGAN - Dua kuliner khas Kota Pekalongan, nasi Megono dan lopis Krapyak resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) oleh Kementerian Kebudayaan pada 8 Oktober 2025.

Penetapan ini menandai pengakuan nasional terhadap kekayaan kuliner Pekalongan yang sarat nilai budaya dan tradisi turun-temurun masyarakat pesisir utara Jawa.

Kepala Dinparbudpora Kota Pekalongan, Sabaryo Pramono menyebutkan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil perjuangan panjang sejak 2023.

Upaya tersebut sempat tertunda karena, belum terpenuhinya kajian ilmiah dan dokumentasi pendukung yang disyaratkan oleh Kementerian.

"Pada 2024 kami lengkapi seluruh persyaratannya, termasuk kajian ilmiah dan video dokumenter tentang nilai budaya Megono dan lopis Krapyak."

"Alhamdulillah, pada 8 Oktober 2025, dua kuliner khas kita akhirnya mendapat pengakuan secara nasional," ungkap Sabaryo, Selasa (14/10/2025).

Menurut Sabaryo, untuk bisa ditetapkan sebagai WBTB, setiap karya budaya harus memiliki pelestari atau maestro, kajian ilmiah komprehensif, video dokumenter, serta rencana pengembangan dan pelestarian jangka panjang.

Salah satu maestro kuliner Megono yang turut berperan adalah Haji Mas Duki, pemilik Rumah Makan Mas Duki, yang dikenal karena inovasinya menciptakan Megono Kaleng, produk olahan Megono yang tahan lama dan praktis dibawa ke luar kota.

"Megono tradisional biasanya hanya tahan dari pagi sampai sore. Dengan Megono Kaleng, bisa awet berhari-hari tanpa mengurangi cita rasanya."

"Ini salah satu bentuk inovasi pelestarian budaya kuliner," terang Sabaryo.

Dia menjelaskan, nasi Megono khas Kota Pekalongan memiliki keunikan tersendiri dibandingkan versi daerah lain seperti Kabupaten Pekalongan dan Batang.

Ciri khasnya terletak pada penggunaan kecombrang dalam bumbunya, yang memberikan aroma dan rasa khas yang segar dan menggugah selera.

Sementara itu, lopis Krapyak, kuliner berbahan dasar ketan dan gula merah yang biasa hadir dalam tradisi Syawalan, juga menjadi perhatian dalam penetapan WBTB tahun ini.

"Kini, lopis Krapyak tidak hanya disajikan saat perayaan lebaran, tetapi sudah banyak dijual di kawasan kuliner seperti Jalan Agus Salim dan Kawasan Jetayu."

"Penetapan ini bukan sekadar penghargaan budaya, tapi juga peluang ekonomi bagi masyarakat. Megono dan Lopis Krapyak bisa menjadi magnet wisata kuliner yang memperkuat citra Pekalongan sebagai kota kreatif berbasis budaya," tambahnya.

Sabaryo menegaskan, Dinparbudpora akan menindaklanjuti penetapan ini dengan langkah nyata, seperti memperluas promosi kuliner khas dalam berbagai event daerah, festival budaya, dan kunjungan tamu resmi.

Selain itu, pihaknya juga akan melibatkan akademisi dan pelaku usaha kuliner dalam menyusun kajian lanjutan guna pengembangan produk khas daerah.

"Selain Megono dan lopis Krapyak, kami juga sedang mengusulkan kuliner lain seperti soto tauto dan garang asem agar bisa menyusul menjadi Warisan Budaya Tak Benda."

"Harapannya, Pekalongan semakin dikenal sebagai kota dengan kekayaan kuliner yang otentik dan bernilai budaya tinggi," pungkasnya.

Sementara itu, Asih, salah satu penjual nasi Megono di kawasan Kota Pekalongan, bangga dengan pengakuan nasional ini.

"Alhamdulillah, senang sekali. Dulu orang menganggap Megono itu makanan kampung, tapi sekarang sudah diakui negara. Rasanya bangga banget," ungkapnya.

Dia menuturkan, sejak kabar penetapan WBTB diumumkan, warungnya semakin ramai dikunjungi pembeli dari luar kota.

Hal senada diungkapkan Ani, penjual Megono di Kawasan Budaya Jetayu.

"Banyak pelanggan yang datang hanya untuk mencoba Megono khas Pekalongan. Disantap dengan tempe mendoan dan sambal saja sudah nikmat."

"Semoga makin banyak wisatawan datang ke Pekalongan," ujarnya. (*)

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.