Ringkasan Berita:
- Kebiasaan memberi makan anak sambil digendong lumrah dilakukan di Indonesia
- Terapis Okupasi Anak mengkritik cara tersebut
- Posisi makan sambil digendong membuat anak kesulitan mengontrol gerakan mulut dan rahang dengan baik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Banyak orang tua masih memiliki kebiasaan memberi makan anak sambil digendong, terutama ketika anak sulit duduk tenang di kursinya.
Padahal, kebiasaan ini dapat berdampak pada proses mengunyah dan membentuk pola makan yang kurang sehat di kemudian hari.
Terapis Okupasi Anak sekaligus Pendiri Occupational Child Development Center (OCDC), Mentari Puspa Dewi, S.Tr.Kes.OT, menjelaskan bahwa posisi makan anak, termasuk kebiasaan makan sambil digendong, bisa berpengaruh terhadap cara anak mengunyah dan fokus saat makan.
“Sudah pasti enggak efektif, karena lama-lama nanti dia akan membentuk habit ya. Jadi, lama-lama anak itu kalau masih kecil, makannya udah digendong,” ujar Mentari dalam acara Play-Doh Playdate: Menghidupkan Jajanan Anak dengan Kreativitas Tanpa Batas! di Lightbeam Center Bintaro, Tangerang Selatan, Kamis (16/10/2025).
Menurutnya, posisi makan sambil digendong membuat anak kesulitan mengontrol gerakan mulut dan rahang dengan baik.
Hal ini dapat menghambat proses mengunyah dan membuat anak terbiasa makan sambil bermain atau berjalan.
“Nanti pasti akan berpengaruh pada proses dia mengunyah. Mengunyahnya jadinya nggak maksimal, udah pasti. Nanti makannya biasanya makannya sambil jalan-jalan,” jelasnya.
Selain itu, posisi makan seperti ini juga meningkatkan distraksi pada anak.
Saat digendong, anak cenderung tidak fokus, apalagi jika lingkungan di sekitarnya ramai atau penuh interaksi sosial.
“Makanya anaknya kebiasaan jadinya ngemut makanannya. Karena dia juga pasti kalau dia digendong, dia akan banyak distraksi-nya ya. Jadi, dia akan lihat kemana, apalagi kalau ibu-ibu gendong, bawanya ke tetangga, mamanya ngobrol,” tutur Mentari.
Kondisi tersebut sering kali membuat anak sulit menelan makanan dengan benar.
Akibatnya, anak menjadi terbiasa “ngemut” atau bahkan melepeh makanan yang ada di mulutnya.
“Ya, anaknya makannya pasti diemut biasanya. Nanti kalau diemut, pasti dia akan lepeh. Nah, itu lama-lama ngaruhnya kemana ya? Ke habit, ke kebiasaan proses makan,” katanya.
Mentari menekankan bahwa proses makan di usia dini merupakan fondasi penting bagi kebiasaan anak di masa depan.
Kebiasaan makan yang kurang baik bisa berdampak pada area perkembangan lain, seperti konsentrasi dan regulasi diri.
“Karena makan ini hanya fondasi ya. Nanti kalau dia habit makan yang nggak baik, dia akan biasanya relate kepada yang lain. Anaknya jadinya kalau belajar biasanya nggak berdua kenang dan lain sebagainya. Proses perkembangannya yang lainnya juga biasanya terdapat,” ujarnya.
Ia menganjurkan agar orang tua membiasakan anak makan di kursi dengan posisi duduk tegak, kaki disangga, dan minim distraksi.
Cara ini membantu anak menikmati waktu makan dengan lebih nyaman, fokus, dan mandiri.
( Aisyah Nursyamsi)