Babinsa di Medan Divonis 10 Bulan Penjara atas Tewasnya Pelajar SMP Tawuran
kumparanNEWS October 21, 2025 12:40 PM
Sersan Satu Riza Pahlivi (40 tahun) divonis 10 bulan penjara atas kasus tewasnya pelajar kelas IX SMP Negeri 29 Medan, Mikael Histon Sitanggang (15).
Vonis dibacakan majelis hakim yang diketuai Letkol Ziky Suryadi, di Pengadilan Militer I-02 Medan, Senin (20/10).
Riza merupakan Bintara Pembina Desa (Babinsa) Kodim 0201/Medan, yang mengamankan tawuran antar-remaja Perumahan Mandala versus Tembung di perbatasan Medan dan Deli Serdang, 24 Mei 2024.
Saat tawuran diamankan, para remaja itu lari berhamburan. Riza berusaha mengadang Mikael dengan merentangkan kedua tangannya.
Mikael melompat di antara jembatan rel tapi malah terjatuh ke bawah jembatan, dengan kedalaman 2,6 meter.
Mikael tewas pada Sabtu, 25 Mei 2024, dengan luka di sekujur tubuhnya yakni di kepala, dada, hingga perut.
Menurut hakim, Riza tidak terbukti melakukan pidana kekerasan terhadap anak sebagaimana dakwaan primer Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak.
Hakim menyatakan Riza terbukti melakukan pidana kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal, sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP.
Vonis Riza tersebut lebih rendah dari tuntutan, yakni 1 tahun penjara dan denda Rp 500 juta serta membayar restitusi Rp 12,7 juta.
Hakim tak memvonis denda tersebut ke Riza, hanya membayarkan restitusi kepada ibu korban.
Ibu Korban Menangis: Ini Tidak Adil
Tangis pecah membahana di ruangan sidang, bahkan sebelum vonis tersebut selesai dibacakan.
"Mendengar putusan majelis hakim, ibu korban, Lenny Damanik (51 tahun) tidak kuasa menahan tangis dan kekecewaannya karena tidak mendapatkan keadilan atas kematian anaknya," ujar Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, Selasa (21/10). LBH merupakan kuasa hukum korban.
Menurut Irvan, Lenny pun meneriakkan kata-kata "Ini tidak adil, ini tidak adil!". Suasana menjadi riuh bahkan sidang sempat terjeda.
Kejanggalan Kasus Versi Keluarga
Perbesar
Lenny Damanik (ketiga kiri) bersama pengacara publik LBH Medan, Richard Hutapea, di Pengadilan Militer I/02 Medan, Senin (20/10/2025). Foto: Dok. LBH Medan
Irvan menjelaskan bahwa pihak keluarga menilai putusan tersebut janggal ketika majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan tidak ditemukan bekas luka pada tubuh korban.
"Padahal sebelumnya korban mengalami rasa sakit luar biasa di bagian perut bahkan korban tidak bisa duduk dan terus-menerus muntah. Hal tersebut telah disampaikan saksi Det Malem Haloho dalam persidangan," ujar Irvan.
"Kejanggalan putusan semakin jelas ketika hakim menyatakan terdakwa tidak melakukan penyerangan ke korban. Padahal keterangan saksi Ismail Syahputra Tampubolon melihat langsung korban diserang dan akibatnya terjatuh di sela rel," kata Irvan.
Irvan melanjutkan, "Begitu juga dengan keterangan saksi Naura Panjaitan mengatakan terjadi pemukulan yang mengakibatkan seorang anak terjatuh di sela rel. Namun dikarenakan Naura Panjaitan meninggal, tidak dapat hadir dalam persidangan."
"Secara hukum kejanggalan terlihat ketika Sertu Riza tidak ditahan, padahal telah menyebabkan kematian anak," ujar Irvan.
Banding dan Laporkan Hakim
Dalam perkara ini, Oditur Militernya adalah Letkol M. Tecki Waskito. Kepada Tecki ini pihak keluarga dan LBH Medan meminta agar Oditurat Militer mengajukan banding.
"Putusan ini menggambarkan sulitnya mendapatkan keadilan di peradilan militer. Oleh karena itu secara tegas Lenny Damanik dan LBH Medan meminta Oditur Militer untuk banding," ujar Irvan.
"LBH Medan juga akan melaporkan majelis hakim perkara a quo ke Mahkamah Agung dikarenakan adanya dugaan kejanggalan terhadap putusan Sertu Riza Pahlivi," ujar dia.