TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Suasana Balai Desa Dongos, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara tampak berbeda dari biasanya, Selasa (21/10/2025) pagi.
Deretan kursi dipenuhi warga, petinggi desa, hingga perwakilan DPRD yang hadir menyambut “Bupati Ngantor di Desa”.
Sesampai di depan balai desa, Bupati Jepara Witiarso Utomo beserta jajarannya mencoba kuliner UMKM warga Desa Dongos.
Seusai berkeliling, Mas Wiwit sapaan akrabnya berdialog dengan warga dan memastikan berbagai persoalan di tingkat bawah mendapat solusi nyata.
“Saya lihat para petingginya semangat. Semoga PDAM bisa beres pada 1 November 2025,” kata Bupati Jepara, Witiarso Utomo.
Kalimat itu disambut tepuk tangan warga yang memang sudah lama menantikan lancarnya aliran air bersih di wilayah mereka.
Bupati Ngator kali ini bukan sekadar kunjungan seremonial.
Mas Wiwit benar-benar ingin menjadikan forum ini sebagai ruang komunikasi terbuka antara pemerintah dan masyarakat.
“Karena ini bertujuan untuk bersinergi dari pusat, provinsi, kabupaten, sampai tingkat desa. Memang kami sinkronkan melalui komunikasi ini,” ujarnya.
Dalam dialog itu, berbagai isu lokal pun mencuat. Mulai dari masalah irigasi yang sempat miskomunikasi namun kini sudah beres hingga penyaluran bantuan sosial (bansos) yang sempat menimbulkan kegelisahan warga.
“Bukan tidak merata, tapi ada persoalan data di Dongos, sekira 500 sampai 2.000 penerima yang tiba-tiba hilang."
"Itu sudah jadi perhatian kami dan sudah diverifikasi ulang,” jelasnya.
Tak hanya itu, dia juga menyoroti persoalan petani garam di Kedung yang kerap berhadapan dengan fluktuasi harga.
Dalam forum itu, Bupati berjanji memfasilitasi pertemuan antara petani dan pengusaha agar harga tetap stabil.
“Untuk minimal harga garam di Kabupaten Jepara, yaitu minimal NACL ditentukan 150 per kuintal,” tegasnya.
Slamet, petani garam Desa Dongos senang bisa menyampaikan langsung aspirasinya.
“Biasanya kami cuma dengar dari berita, tapi sekarang bisa ngomong langsung sama Bupati. Rasanya diperhatikan,” katanya.
Selain mendengar aspirasi warga, Bupati juga menyampaikan rencana pengajuan program Horog-Horog Baru tahun ini, yang diharapkan bisa segera ditetapkan dan bahkan masuk nominasi penghargaan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Melalui kegiatan ini, Witiarso berharap pemerintah desa tidak berjalan sendiri, tetapi berkolaborasi dalam satu arah pembangunan.
“Kami ingin bergotong royong bersama-sama, mendengarkan aspirasi masyarakat. Walaupun di musrenbang ada forum resmi, kegiatan seperti ini menjadi gagasan awal untuk memperjuangkan aspirasi desa,” tuturnya.
Menjelang siang hari, dialog santai itu berakhir dengan suasana hangat.
Warga masih tampak berbincang dengan jajaran Pemkab Jepara, membicarakan hal-hal kecil tentang desa mereka.
Ngator bukan sekadar program, tapi menjadi jembatan agar suara desa benar-benar sampai ke meja kebijakan. (*)