Pemilik Johor Darul Takzim, Tunku Ismail Ibni Sultan Ibrahim akhirnya kembali buka suara terkait kasus 7 pemain ilegal di timnas Malaysia.
Tujuh pemain yang dimaksud adalah Gabriel Felipe Arrocha, Facundo Tomas Garces, Rodrigo Julian Holgado, Imanol Javier Machuca, Joao Vitor Brandao Figueiredo, Jon Irazabal Iraurgui, dan Hector Alejandro Hevel Serrano.
FIFA menjelaskan bahwa FAM (Federasi Sepak Bola Malaysia) telah menggunakan dokumen yang dipalsukan agar para pemain naturalisasi di atas bisa bermain.
Sebagai informasi, ketujuh pemain tersebut sempat tampil mengesankan saat Vietnam menumbangkan Vietnam dengan skor telak 4-0 pada bulan Juni lalu.
Ini merupakan laga Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Asia 2027 Arab Saudi.
Akibat masalah ini, FIFA mendenda FAM sebesar CHF 350.000 atau sekitar Rp7,3M.
Pemain yang terlibat didenda sebesar CHF 2.000 atau sekitar Rp41 juta rupiah perorang.
Tak sampai di situ, para pemain juga disanksi larangan beraktivitas di seluruh kegiatan yang berkaitan dengan sepak bola selama 12 bulan.
Sementara itu, Tunku Ismail Ibni Sultan Ibrahim sempat menuding Indonesia sebagai pihak yang melaporkan kasus ini.
Hal ini merujuk pada cuitan "Siapa yang ada di New York?" di akun X pribadinya.
Untuk diketahui, New York merupakan tempat pertemuan PresidenFIFAGianni Infantino dan Presiden RI Prabowo Subianto pekan lalu.
Belum lama ini, Tunku Ismail Ibni Sultan Ibrahim kembali menggelar jumpa pers untuk membahas kasus tersebut.
Pada kesempatan ini, pria yang sering disapa Tunku Mahkota Johor (TMJ) itu menyebut bahwa pihak yang melaporkan kasus ini adalah orang dari Vietnam.
TMJ kemudian menilai FIFA aneh karena menerima laporan tersebut.
"Seseorang dari Vietnam, tapi bukan FA."
"Jadi, aneh sekali FIFA menerima hal itu," kata TMJ, dilansir BolaSport.com dari NST.com.my.

Lebih lanjut, TMJ menegaskan bahwa para pemain tak bersalah.
Ia berharap ketujuh pemain tersebut dapat terhindar dari hukuman.
"Mengatakan para pemain memalsukan sesuatu sama sekali tidak benar."
"Para pemain tidak tahu apa-apa. Jika mereka diskors selama setahun, gaji dan mata pencaharian mereka pun hilang."
"Kita tidak boleh tinggal diam, kita akan berjuang di mana pun kita bisa, bahkan di Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) jika diperlukan,"ujarnya.