TRIBUNNEWS.COM - Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menanggapi soal proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh yang diresmikan era pemerintahannya.
Baru-baru ini, perbincangan soal proyek Whoosh terlilit utang triliunan rupiah hingga tak ditanggung dari Anggaran Pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi sorotan.
Whoosh merupakan Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) yang diklaim tercepat pertama di Indonesia dan Asia Tenggara.
Proyek Kereta Cepat Whoosh diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (2/10/2023) lalu, di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta Timur.
Kini, sejumlah pihak menyoroti proyek kereta cepat Whoosh yang diinisiasi era kepemimpinan Jokowi.
Dalam pernyataannya pada Senin (27/10/2025) kemarin, Jokowi menyinggung soal permasalahan DKI Jakarta dan sekitarnya yang menghadapi kemacetan selama puluhan tahun.
“Kita harus tahu dulu masalahnya. Di Jakarta, kemacetan sudah parah, bahkan sejak 30–40 tahun lalu."
"Jabodetabek, termasuk Bandung juga menghadapi kemacetan yang sangat parah,” ucapnya di Solo, Jawa Tengah.
Dari faktor kemacetan tersebut, Jokowi merinci kerugian yang ditanggung negara.
“Dari kemacetan itu, negara rugi secara hitung-hitungan. Di Jakarta saja kira-kira Rp65 triliun per tahun. Kalau Jabodetabek plus Bandung, kira-kira di atas Rp100 triliun per tahun,” ungkap Mantan Wali Kota Solo itu.
Menurut Jokowi, transportasi umum termasuk kereta cepat menjadi salah satu solusi mengurai kemacetan tersebut.
“Untuk mengatasi itu, dibangun MRT, LRT, Kereta Cepat, sebelumnya lagi KRL dan Kereta Bandara."
"Tujuannya agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi seperti mobil atau sepeda motor ke transportasi massal (MRT, LRT, Kereta Cepat), sehingga kerugian akibat kemacetan bisa dikurangi,” jelas Jokowi.
Oleh sebab itu, Jokowi menegaskan, proyek kereta cepat Whoosh tak semata-mata bertujuan mencari laba, melainkan untuk mengatasi masalah kemacetan di ibu kota.
“Prinsip dasar transportasi massal atau transportasi umum adalah layanan publik, bukan mencari laba,” tutur ayahanda dari Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka itu.
Meski dinilai merugi, menurut Jokowi, terdapat keuntungan sosial yang dirasakan masyarakat.
“Transportasi massal atau transportasi umum tidak diukur dari laba, tapi dari keuntungan sosial, social return on investment."
"Pengurangan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, polusi yang berkurang, waktu tempuh yang lebih cepat, di situlah keuntungan sosial yang didapatkan dari pembangunan transportasi massal. Kalau ada subsidi, itu adalah investasi, bukan kerugian,” jelas Jokowi lagi, dilansir TribunSolo.com.
Jokowi lantas mencontohkan, MRT Jakarta yang disubsidi Rp800 miliar per tahun dan bakal naik hingga Rp4,5 triliun ketika semua rute selesai.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga menyebut, mengubah kebiasaan masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi umum bukan perkara mudah.
Meski begitu, Jokowi menilai dampak positif transportasi massal mulai terasa.
“MRT Jakarta, misalnya, telah mengangkut sekitar 171 juta penumpang sejak diluncurkan. Sementara Kereta Cepat Whoosh telah melayani lebih dari 12 juta penumpang,” ungkapnya.
Menurutnya, saat ini sudah mulai ada pergeseran perilaku menuju penggunaan transportasi umum.
Selain mengurangi kemacetan, Jokowi menegaskan, pembangunan transportasi massal memiliki efek terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Contohnya kereta cepat, yang menumbuhkan titik-titik pertumbuhan ekonomi baru,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pakar transportasi publik dan analis kebijakan publik, Agus Pambagio, mengungkapkan megaproyek kereta cepat Whoosh, adalah ide Presiden ke-7 RI Joko Widodo, bukan dari menteri atau pejabat lain.
Agus mengatakan, dirinya pernah dipanggil langsung oleh Jokowi ke Istana Bogor untuk bicara soal kereta cepat.
Saat itu, Agus mempertanyakan siapa sosok ide pencetus proyek Whoosh kepada Jokowi, terutama ketika mengalihkan kerja sama dari Jepang ke China.
Setelah mengetahui ide proyek muncul dari Jokowi sendiri, Agus Pambagio pun kaget.
"Saya dipanggil, saya bilang 'Pak ini ide siapa?' 'Ide saya Mas.' Saya hampir jatuh dari kursi. Kaget kan saya pikir idenya Menteri BUMN atau siapalah," kata Agus, dikutip dari YouTube Abraham Samad, Senin (27/10/2025).
Agus mengatakan, Jokowi berceritah bahwa proyek Whoosh bisa dijalankan oleh Menteri BUMN saat itu, Rini Soemarno, karena Menteri Perhubungan saat itu, Ignatius Jonan menolak, tidak setuju.
"'Saya kan menyerahkan pada Pak Menteri Perhubungan, Pak Menteri Perhubungan tidak setuju. Ya sudah, saya perintah Menteri BUMN untuk meneruskan.'" kata Agus menirukan ucapan Jokowi.
Agus kembali menjelaskan, alasan Jokowi ingin membangun proyek kereta cepat Whoosh.
"'Waktu itu saya di Beijing, saya diajak naik kereta itu ke Shanghai atau ke mana, cepat sekali dan bagus, enak sekali.' Xi Jinping nanya, 'Bapak mau?' 'Saya mau.'" kata Jokowi ditirukan Agus.
Saat itu, Agus juga sudah menjelaskan kepada Jokowi terkait perbedaan antara pembuatan kereta cepat dari pihak Jepang dengan pihak China.
(Suci Bangun DS, Rakli Almughni, TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin)