Kenapa Awan Tidak Jatuh? Ini Alasannya Menurut Ilmu Sains
Hendro Ari Gunawan October 28, 2025 03:40 PM
Saat melihat gumpalan awan melayang di langit, beberapa dari kita mungkin pernah bertanya-tanya, kenapa awan tidak jatuh? Padahal, awan terdiri dari jutaan partikel air yang memiliki massa. Logikanya, air seharusnya jatuh ke tanah karena gravitasi. Namun, awan tetap bertahan di atmosfer dan tidak jatuh begitu saja. Fenomena ini menarik banyak perhatian dan menjadi topik utama dalam meteorologi modern. Untuk mengetahui alasan di balik awan yang tidak jatuh ke bumi menurut ilmu sains, simak uraian berikut ini.
Ukuran Partikel Air Sangat Kecil
Merujuk informasi dari Royal Meteorological Society, awan tersusun dari butiran air mikro yang berukuran sangat kecil, sekitar 20 mikrometer atau jauh lebih kecil dari debu rumah.
Partikel ini begitu ringan sehingga tidak mudah jatuh ke bumi. Gravitasi memang menarik partikel air tersebut, tapi hambatan udara jauh lebih besar daripada daya tarik gravitasi pada partikel sekecil itu. Seperti debu, partikel air pada awan bisa terus melayang di udara dalam waktu lama.
Efek Updraft dan Gerakan Udara ke Atas
Awan tetap melayang karena terdorong oleh gerakan udara ke atas yang disebut updraft. Dikutip dari Forbes Science, udara hangat dari permukaan bumi naik ke atmosfer membawa uap air lalu mendorong awan dari bawah.
Updraft sangatlah kuat sehingga menjaga posisi awan agar tidak jatuh dan membuat awan dapat bertahan hingga waktu tertentu. Saat fenomena udara naik melemah, barulah partikel awan bisa jatuh menjadi hujan.
Penyebaran Massa dan Density Awan
Walau beratnya bisa setara pesawat terbang, massa awan tersebar di volume luas sehingga density-nya sangat kecil. Dijelaskan U.S. Geological Survey (USGS), satu awan cumulus berdiameter 1 km dan ketebalan 100 meter bisa setara massa Boeing 747, tapi karena tersebar, berat per meter kubik sangat rendah.
Dengan density rendah, gaya berat awan pada suatu titik juga akan rendah. Inilah alasan awan tidak terjun begitu saja ke bumi.
Proses Kondensasi dan Pembentukan Awan
Mengutip Center for Science Education - UCAR, awan terbentuk saat uap air di udara mendingin dan mengalami kondensasi menjadi butiran mikro di ketinggian tertentu.
Ketika udara naik dan mencapai saturasi di atmosfer, terbentuklah awan dari proses pendinginan dan kondensasi. Air di awan bisa tetap dalam bentuk butiran mikroskopis dan tetap tergantung sampai terjadi perubahan fisika yang menyebabkan hujan turun.
Interaksi Gravitasi dan Resistensi Udara
National Weather Service Training menjelaskan bahwa awan sebenarnya tetap dipengaruhi oleh gravitasi, namun resistensi (hambatan) udara sangat besar bagi partikel mikro. Kecepatan jatuh partikel air mikro sangat lambat, bisa memakan waktu berhari-hari untuk jatuh tanpa dukungan proses lain.
Hambatan udara membuat awan bisa melayang sebelum butiran-butrannya cukup besar untuk jatuh sebagai hujan. Proses kolisi dan koalesensi partikel air mempercepat terbentuknya hujan, menandai jatuhnya partikel air dari awan.
Ketika Awan Akhirnya Jatuh dan Menjadi Hujan
Dikutip dari National Weather Service, awan akan jatuh ke bumi saat partikel air di dalamnya bertambah besar melalui proses koalesensi dan akhirnya mencapai berat yang cukup untuk mengalahkan updraft dan resistensi udara.
Ketika butiran air bersatu, ukurannya membesar menjadi tetes air hujan. Hujan terjadi saat tetes air cukup besar untuk menembus hambatan udara dan meluncur ke bumi.