Sejarah Pakaian Adat Ulos dari Sumatera Utara: Kain Tenun Khas Masyarakat Batak
Hendro Ari Gunawan October 28, 2025 03:40 PM
Ulos merupakan salah satu warisan budaya paling berharga yang termasuk dari bagian pakaian adat masyarakat Batak di Sumatera Utara yang telah dipertahankan secara turun-temurun. Kain tenun tradisional berbentuk selendang ini bukan sekadar pakaian biasa, melainkan simbol kehangatan, kasih sayang, dan ikatan kekerabatan yang mengakar dalam filosofi hidup masyarakat Batak. Perjalanan sejarah ulos dimulai dari kebutuhan praktis nenek moyang Batak yang tinggal di dataran tinggi pegunungan untuk melawan dinginnya cuaca, hingga berkembang menjadi pusaka sakral yang digunakan dalam berbagai upacara adat penting. Artikel ini akan menjelaskan lebih dalam mengenai sejarah pakaian adat ulos dari Sumatera Utara.
Asal Mula Ulos: Kehangatan di Dataran Tinggi
Dalam e-jurnal Sejarah dan Makna Ulos Batak Toba karya Desi Hotmaida Sitohang, Asrul Siregar, dan Siti Ayu Nurhidayati yang diterbitkan dalam Jurnal Ilmiah Widya Pustaka Pendidikan, dijelaskan bahwa nenek moyang suku Batak adalah manusia-manusia gunung yang mendiami dataran tinggi di sekitar Danau Toba. Kebiasaan mereka tinggal di kawasan pegunungan membuat mereka harus melawan dinginnya cuaca yang menusuk tulang.
Menurut pemikiran leluhur Batak, ada tiga sumber yang memberi kehangatan pada manusia, yaitu matahari, api, dan ulos. Karena matahari tidak bisa diperintah dan api tidak praktis saat tidur, akhirnya nenek moyang suku Batak menciptakan ulos sebagai produk budaya asli yang berfungsi untuk menghangatkan badan.
Ulos dalam Filosofi Dalihan Na Tolu
Dalam jurnal Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya karya Darwin H. Manurung, Izal M. Lattu, dan Tulus Rama yang membahas Struktur Cosmos Masyarakat Batak dalam Simbol Ulos dijelaskan bahwa ulos menjadi simbol sakral yang terkait erat dengan filosofi Dalihan Na Tolu yang berarti "tungku berkaki tiga" adalah konsep filosofi sosial-kultural yang menyangkut masyarakat dan budaya Batak.
Ketiga tungku tersebut adalah Somba Marhula-hula (hormat kepada keluarga pihak istri), Elek Marboru (lemah lembut kepada anak perempuan), dan Manat Mardongan Tubu (berhati-hati kepada sesama marga). Pemberian ulos dalam upacara adat ditentukan oleh posisi seseorang dalam sistem Dalihan Na Tolu ini, menjadikan ulos sebagai media untuk memperkuat ikatan kekerabatan.
Makna Simbolik dan Spiritual Ulos
Seperti yang dicatat dalam buku Etnokimia dari Penerbit Kanisius, nama "ulos" berasal dari bahasa asli yang berarti "kain" atau "penutup". Seiring berjalannya waktu, ulos menjadi penting dalam upacara adat suku Batak, dianggap sakral, dan bernilai tinggi karena melambangkan kasih sayang, restu, dan persatuan.
Dalam pandangan masyarakat Batak, ada tiga unsur yang mendasarkan kehidupan manusia, yaitu darah, napas, dan panas. Dua unsur pertama dimaknai sebagai pemberian Tuhan, sedangkan unsur ketiga berupa panas diberikan melalui ulos.
Di kalangan suku Batak kerap didengar istilah "mengulosi" yang artinya memberi ulos, yaitu lambang pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima ulos.
Ragam Jenis dan Fungsi Ulos dalam Upacara Adat
Dalam buku Raja Parhata dohot Jambar Hata karya Drs. Manahan Radjagukguk, terdapat beragam jenis ulos dengan fungsi spesifik dalam upacara adat.
Ulos Ragidup atau Panssamot diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada orang tua pengantin laki-laki sebagai ulos pargomgom, agar besannya dapat selalu bersama dengan menantunya.
Ulos Ragi Hotang termasuk berderajat tinggi dan digunakan untuk berbagai acara seperti pernikahan dan upacara penting lainnya karena melambangkan ikatan kuat dan kokoh.
Dalam upacara tujuh bulanan, digunakan Ulos Bintang Maratur untuk gendongan bayi dan Ulos Sadum untuk mengulosi ayah dan ibu si calon bayi.
Proses Pembuatan dan Karakteristik Ulos
Merujuk skripsi Tradisi Martonun Ulos Pada Masyarakat Batak Toba karya Torus P. Simatupang yang tersimpan di repository Universitas Sumatera Utara, pembuatan ulos dilakukan melalui proses tenun tradisional yang hampir sama dengan membuat songket Palembang.
Ulos dibuat menggunakan alat tenun tanpa mesin, dikerjakan oleh para perempuan Batak dengan penuh kesabaran dan ketelitian. Bahan dasar ulos adalah kapas yang kemudian ditenun dengan benang-benang berwarna.
Umumnya, warna kain ulos didominasi oleh hitam, merah, dan putih, dengan hiasan benang perak maupun emas pada jenis tertentu. Motif dan corak pada ulos bukanlah hiasan sembarangan, melainkan ekspresi doa dan harapan kepada Sang Pencipta.
Ulos sebagai Identitas dan Warisan Budaya
Dalam jurnal Simbol dalam Kain Ulos pada Suku Batak Toba karya Inestya Fitri Desianiyang diterbitkan dalam Jurnal Ilmu Budaya, dijelaskan bahwa ulos menjadi identitas masyarakat Batak Toba yang menggambarkan pesan-pesan budaya yang tidak terkandung dalam teks tertulis.
Dari kelahiran, pernikahan, hingga kematian, masyarakat Batak Toba tidak dapat dilepaskan dari ulos. Setiap motif ulos menyimbolkan pesan berbeda, Ulos Ragi Hidup dengan warna dan coraknya memberikan kesan seolah ulos itu hidup, menjadi simbol kehidupan.
Kearifan lokal tenun tradisional ulos adalah warisan leluhur yang memiliki nilai tinggi dan dapat memperkuat identitas nasional yang perlu dilestarikan untuk menjaga kekayaan budaya bangsa di tengah derasnya arus modernisasi.
Baca juga: Asal Usul Alat Transportasi Tradisional Perahu Lesung dari Suku Asmat di Papua