Songket Palembang merupakan kain tenun tradisional yang dihias dengan benang emas atau perak. Kain ini menjadi simbol status sosial dan spiritual yang telah diwariskan sejak masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang Darussalam. Hingga kini, songket tetap digunakan dalam acara seremonial, pernikahan, dan upacara adat. Artikel ini akan menguraikan seputar sejarah songket Palembang dan cara pembuatannya.
1. Sejarah Songket Palembang
Songket Palembang memiliki akar sejarah yang panjang, berawal dari masa Kerajaan Sriwijaya. Menurut buku Seni Kriya Nusantara karya Deni Setiawan, songket sudah dikenal sejak masa kejayaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi, ketika Palembang menjadi pusat perdagangan internasional di tepi Sungai Musi.
Banyak peninggalan budaya berupa wastra (kain tradisional) ditemukan. Salah satunya adalah kain songket yang menjadi bukti bahwa Kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa jalur perdagangan di Selat Malaka.
Hubungan dagang dengan India, China, dan Arab membawa pengaruh besar terhadap teknik dan motif songket. Dari China datang benang sutra, dari India benang emas dan perak. Perpaduan inilah lahir kain songket Palembang yang menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Melayu-Sumatera.
Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, songket digunakan sebagai simbol kebesaran dan status sosial. Para bangsawan dan keluarga kerajaan mengenakannya dalam upacara resmi. Beberapa motif bahkan hanya boleh dipakai oleh kalangan istana. Namun, setelah Belanda menghapus Kesultanan Palembang Darussalam, aturan ketat itu mulai dilonggarkan. Songket pun dapat dikenakan oleh siapa saja sebagai warisan budaya Palembang.
2. Cara Pembuatan Songket Palembang
Mengutip buku Pelajaran Seni Budaya 1: Seni Rupa dan Seni Teater karya Margono dkk., proses pembuatan songket Palembang terdiri dari beberapa tahapan, antara lain:
Pembuatan dimulai dengan memilih bahan dasar berupa benang kapas atau sutra yang dipadukan dengan benang emas atau perak sebagai hiasan utama.
Sebelum ditenun, benang diberi warna melalui proses pencelupan menggunakan pewarna alami. Warna yang umum digunakan adalah merah dan emas.
Setelah itu, benang dipasang pada alat tenun tradisional agar pola terbentuk rapi. Benang vertikal disebut lungsi, sedangkan benang horizontal disebut pakan. Persilangan antara keduanya menghasilkan kain dasar songket.
Untuk menciptakan motif songket berbenang emas, benang emas atau perak disisipkan secara manual di antara tenunan sesuai perhitungan yang cermat.
3. Motif Songket Palembang
Motif songket Palembang umumnya terinspirasi dari alam dan kehidupan sehari-hari, seperti bentuk tumbuhan, bunga, atau pola geometris. Berdasarkan buku Ensiklopedia Kain Tradisional Indonesia karya Dwi Pajar Ratriningsih, berikut beberapa jenis motif songket yang terkenal:
Songket Lepus: Merupakan jenis songket tertua di Palembang. Hampir seluruh permukaannya tertutup benang emas. Beberapa variasinya antara lain lepus berekam, lepus berantai, dan lepus penuh.
Songket Tabur: Motifnya tersebar dengan bentuk-bentuk kecil yang berulang. Contohnya tawur lintang, tawur nampan perak, dan tawur tampak magis.
Songket Tretes: Dihiasi motif di bagian tepi kain, sementara bagian tengah dibiarkan polos.
Songket Bunga: Menggunakan benang emas untuk membentuk bunga emas atau benang kapas putih untuk bunga pacik.
Songket Limar: Dicirikan dengan penggunaan benang berwarna-warni.
Songket Rumpak: Mirip dengan tretes, tetapi dasar kainnya sudah memiliki motif kotak-kotak. Umumnya dikenakan oleh pria dalam upacara pernikahan.
Baca Juga: Ciri-Ciri Pakaian Adat Betawi pada Masa Penjajahan, Apa Saja?