Grid.ID- Banyak pasangan berpikir bahwa pertengkaran kecil atau kebiasaan remeh tak akan memengaruhi hubungan mereka. Padahal, sejumlah sikap dan gestur sederhana bisa perlahan menghancurkan pernikahan tanpa disadari.
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. John Gottman dari The Gottman Institute membuktikan bahwa perilaku penuh penghinaan, seperti mendengus, memutar mata, atau berkata dengan nada sinis adalah tanda paling kuat menuju perceraian. Mengutip YourTango, Minggu (2/11/2025), dalam risetnya selama 40 tahun terhadap ribuan pasangan, Dr. Gottman bahkan menyebut perilaku ini sebagai “racun” dalam hubungan.
Kebiasaan seperti sarkasme, ejekan, atau sekadar berkata “terserah” dapat memberi pesan bahwa pasangan tidak lagi dihargai. Jika dibiarkan, fondasi pernikahan bisa runtuh bukan karena pertengkaran besar, melainkan oleh kebiasaan kecil yang diabaikan.
Empat Tanda Bahaya dalam Pernikahan
Dr. John Gottman memperkenalkan konsep “Four Horsemen of the Apocalypse” atau empat tanda yang bisa memprediksi kehancuran pernikahan. Keempatnya adalah kritik, sikap defensif, menghindar (stonewalling), dan yang paling berbahaya adalah penghinaan (contempt).
Ketika seseorang berbicara dengan nada mengejek, memutar mata, atau menirukan pasangannya dengan sarkasme, itu bukan sekadar perilaku buruk. Menurut Gottman, perilaku tersebut menyampaikan pesan jijik dan superioritas yang membuat pasangan merasa tidak dihormati.
Dalam situasi seperti ini, komunikasi menjadi mustahil. Bagaimana mungkin masalah diselesaikan jika satu pihak merasa dipandang rendah oleh pasangannya?
Kata “Terserahlah” yang Bisa Menjadi Pemicu
Salah satu kebiasaan yang tampak sepele tapi bisa sangat merusak pernikahan adalah berkata “terserahlah”. Ungkapan ini sering dianggap netral, padahal sebenarnya menunjukkan sikap menutup diri dan menolak mendengarkan. Saat seseorang mengatakan “terserah,” secara tidak langsung ia mengirim pesan bahwa pendapat pasangan tidak penting.
Padahal, setiap individu ingin didengar dan dimengerti oleh orang yang dicintainya. Ketika kebutuhan dasar itu tidak terpenuhi, hubungan akan terasa hambar dan membuat salah satu pihak mencari pengakuan di luar rumah tangga.
Bahaya Sarkasme dan Ejekan
Sarkasme yang dianggap lucu atau ringan juga bisa menjadi senjata tajam dalam pernikahan. Alih-alih mempererat hubungan, humor sinis justru membuat pasangan merasa direndahkan dan tidak aman. “Ketika seseorang menggunakan sarkasme terhadap pasangannya, sebenarnya mereka sedang melakukan serangan dari posisi superior,” tulis peneliti Ellie Lisitsa dari The Gottman Institute.
Efeknya bukan hanya emosional, tapi juga fisik. Dr. Gottman menemukan bahwa pasangan yang sering saling menghina memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit seperti flu atau infeksi karena stres dan ketegangan yang terus-menerus.
Bahasa Tubuh
Selain kata-kata, bahasa tubuh juga memiliki pengaruh besar terhadap kualitas pernikahan. Menurut pelatih pengembangan diri Moira Hutchinson, isyarat seperti menyilangkan tangan, menghindari kontak mata, atau menjauh secara fisik dapat menunjukkan kebosanan, kemarahan, atau kurangnya rasa percaya. Tanpa disadari, sikap tubuh yang menutup diri bisa membuat pasangan merasa diabaikan.
Jika hal ini terjadi terus-menerus, hubungan bisa kehilangan keintiman emosional yang menjadi dasar pernikahan. Oleh karena itu, penting untuk selalu sadar terhadap ekspresi tubuh dan cara berinteraksi, agar pasangan tetap merasa dihargai dan dicintai.
Fondasi kuat dalam pernikahan bukan hanya cinta, melainkan juga rasa hormat dan komunikasi yang jujur. Mengabaikan hal-hal kecil seperti nada bicara, gestur tubuh, atau cara merespons bisa menjadi awal dari kehancuran hubungan.
Setiap pasangan perlu belajar untuk menyampaikan ketidakpuasan tanpa merendahkan, dan menanggapi perbedaan tanpa sarkasme. Karena sering kali, bukan badai besar yang menenggelamkan pernikahan, melainkan ombak kecil yang terus menghantam tanpa henti.