Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian (Kementan) memanfaatkan momentum puncak musim hujan untuk memperluas area tanam dan memastikan ketersediaan pasokan pangan nasional tetap aman.

"Kementan tentunya akan memanfaatkan momentum puncak hujan ini untuk memperluas tanam dan mengamankan pasokan pangan nasional,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan Moch Arief Cahyono dikonfirmasi di Jakarta, Minggu.

Dia menyampaikan hal itu merespons adanya proyeksi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), di mana puncak musim hujan akan berlangsung pada November 2025 hingga Februari 2026, dengan intensitas curah hujan normal hingga di atas normal di sebagian besar wilayah Indonesia.

Menurut dia, kondisi itu menjadi momentum emas bagi sektor pertanian untuk meningkatkan produksi pangan dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

"Kementerian Pertanian menilai prediksi dan langkah mitigasi yang dilakukan BMKG merupakan bentuk sinergi ilmiah yang sangat strategis bagi pembangunan pertanian nasional," ucap Arief.

Melalui informasi iklim yang akurat, lanjutnya, pemerintah dapat menyusun kalender tanam nasional berbasis cuaca dan memastikan distribusi sarana produksi pertanian tepat waktu.

“Kami berterima kasih kepada BMKG atas data dan dukungan ilmiah yang menjadi dasar kebijakan tanam presisi di lapangan," tuturnya.

Ia menambahkan, dengan dukungan data iklim yang solid, kesiapsiagaan lintas sektor, dan kolaborasi antara BMKG, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Kementan, Indonesia optimistis dapat menjadikan musim hujan tahun ini bukan sebagai tantangan, melainkan sebagai peluang strategis menuju kedaulatan pangan yang berkelanjutan.

Sebelumnya, BMKG menjelaskan kondisi atmosfer saat ini menunjukkan penguatan Monsun Asia, anomali suhu muka laut positif, dan peningkatan uap air di atmosfer. Ketiga faktor tersebut mendorong terjadinya peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.

“Kondisi suhu muka laut yang lebih hangat meningkatkan penguapan dan memperkaya uap air di atmosfer. Hal ini menjamin pasokan air permukaan melimpah, yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk irigasi pertanian dan pengisian waduk,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Jumpa Pers Kesiapsiagaan Dalam Menghadapi Puncak Musim Hujan 2025/2026 di Jakarta, Sabtu (1/11).

Dwikorita menegaskan air hujan melimpah pada periode ini dapat menjadi fondasi penting bagi peningkatan produktivitas pertanian, jika dikelola dengan tepat.

Curah hujan dapat berperan pertama dalam mengisi waduk dan saluran irigasi, menjaga ketersediaan air untuk dua hingga tiga musim tanam berikutnya; kedua menjamin keberlanjutan sawah tadah hujan, yang selama musim kemarau mengalami keterbatasan pasokan air; ketiga meningkatkan luas tanam dan frekuensi panen, terutama di daerah dengan indeks pertanaman rendah.

Sebagai langkah antisipatif, BMKG bersama BNPB telah mengintensifkan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mengatur distribusi curah hujan agar lebih merata. Teknologi itu bertujuan untuk mengurangi potensi curah hujan ekstrem di wilayah padat penduduk dan memindahkan uap air ke kawasan pertanian yang membutuhkan pasokan air tambahan.

Kesiapsiagaan sistemik dari BMKG dengan memberikan peringatan dini, lanjut Dwikorita, dapat mengubah potensi bencana menjadi manfaat bagi sektor pertanian.

"Kami memberikan informasi, pemerintah daerah dan masyarakat melakukan aksi dini. Dengan sinergi ini, berkah air hujan yang melimpah dapat diubah menjadi panen raya,” ujar Dwikorita.

Menurut data BMKG, operasi modifikasi cuaca yang telah dilaksanakan di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan DIY menunjukkan hasil positif. Upaya itu berhasil menekan risiko banjir di daerah rawan sekaligus menjaga lahan pertanian dari genangan berlebih sehingga proses tanam dan panen tetap optimal.