TRIBUNJATENG.COM, PEKALONGAN - Pemkab Pekalongan menegaskan tidak memiliki keterlibatan dalam proses kredit antara nasabah, dan pihak bank BPR-BKK Kabupaten Pekalongan termasuk dalam persoalan kredit macet yang mencapai Rp 150 miliar menjadi sorotan
Bupati Pekalongan Fadia Arafiq menyatakan, bahwa seluruh mekanisme pinjaman sepenuhnya merupakan urusan antara bank dan peminjam, sesuai prosedur perbankan yang berlaku.
Menurut Bupati, lembaga keuangan wajib menjalankan proses analisis kelayakan sebelum pinjaman diberikan. Hal tersebut mencakup pengecekan jaminan, kondisi debitur, serta penilaian apakah seseorang layak menerima kredit.
"Bank harus melakukan semuanya sesuai aturan. Cek, layak tidak jaminannya, dan apakah orangnya juga layak. Itu sudah ada prosedurnya," tegasnya kepada Tribunjateng.com, Selasa (10/11/2025).
Bupati Fadia menambahkan, bahwa pemerintah daerah tidak ikut campur dalam proses tersebut, dan tidak memiliki kewenangan untuk menilai ataupun mengintervensi keputusan bank dalam pemberian kredit.
Ia juga berharap, para debitur yang mengalami kredit macet dapat menyelesaikan kewajibannya secara bertanggung jawab.
"Saya harap yang kredit macet bisa menyelesaikan sendiri dengan baik. Namanya meminjam, ya pasti harus diselesaikan," katanya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa penyelesaian masalah kredit merupakan ranah bank dan nasabah, bukan pemerintah daerah.
"Mungkin seperti itu, tapi saya tidak tahu soal detailnya. Yang jelas, itu bukan ranah kami," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, OJK Tegal menyoroti, perlunya langkah cepat dan terukur untuk menekan tingkat kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) di tubuh BPR-BKK Kabupaten Pekalongan.
Kepala OJK Tegal, Noviyanto Utomo menyampaikan, bahwa pemerintah daerah sebagai pemegang saham telah dimintai komitmennya untuk melakukan pembenahan, khususnya di jajaran direksi.
"Kita sudah berkomunikasi dengan Pemerintah Kabupaten Pekalongan dan Pemerintah Provinsi sebagai pemegang sahamnya."
"Yang kita sampaikan adalah meminta mereka memperbaiki penanganan NPL-nya. Khususnya direksi, kita minta memperbaiki penanganan NPL tersebut,"
Selain evaluasi manajemen risiko kredit, OJK juga meminta pemegang saham menyiapkan skema penambahan modal.
Namun, langkah tersebut belum dapat direalisasikan dalam tahun anggaran berjalan.
"Penambahan modal tidak bisa dilakukan tahun ini, karena anggaran sudah diketok. Kemungkinan baru bisa dilakukan pada tahun depan dengan anggaran yang baru," jelas Noviyanto.
Di tengah proses pembenahan internal, OJK memastikan bahwa nasabah tidak perlu cemas terhadap kondisi BKK.
Seluruh simpanan masyarakat seperti, tabungan dan deposito tetap dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sepanjang nilainya tidak melebihi Rp 2 miliar dan suku bunga yang diberikan tidak melampaui tingkat penjaminan LPS.
"Nasabah sebenarnya tidak perlu khawatir. Selama memenuhi ketentuan LPS, simpanan masyarakat aman. Jadi tidak perlu menarik dana, atau mencairkan deposito. Semua dijamin oleh LPS," ujarnya.
Noviyanto juga menegaskan, bahwa rencana merger BPR-BKK di Jawa Tengah bukan disebabkan oleh kondisi di Kabupaten Pekalongan.
Merger tersebut merupakan, kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam rangka penyesuaian dengan ketentuan Single Presence Policy yang mewajibkan pengelolaan kepemilikan bank secara lebih terpusat.
"Merger itu bukan karena keadaan BKK Pekalongan. Pemerintah Provinsi memang sudah merencanakan merger seluruh BKK karena terkena ketentuan Single Presence Policy. Pemprov punya 33 BKK di Jateng, dan untuk efisiensi, semua itu akan digabungkan," jelasnya.
Noviyanto menegaskan, bahwa pihaknya akan terus memantau perbaikan tata kelola, mitigasi risiko, dan kinerja BPR-BKK agar lembaga tersebut kembali optimal dalam memberikan manfaat bagi masyarakat di Kabupaten Pekalongan dan sekitarnya.
Kredit macet yang membelit BPR-BKK Kabupaten Pekalongan mencapai Rp 150 Miliar.
Bahkan, adanya kredit macet ini banyak nasabah menarik seluruh simpanannya yang mencapai ratusan juta rupiah sebagai langkah antisipasi. (Dro)