Fakta Singkat:
- Dokter Tan Shot Yen menilai Presiden Prabowo Subianto sedang “ditikam dari belakang” terkait polemik program Makan Bergizi Gratis
- Kritik muncul setelah Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menyatakan bahwa program MBG tidak membutuhkan ahli gizi
- Cucun menegaskan bahwa posisi ahli gizi bisa digantikan lulusan SMA yang mengikuti pelatihan tiga bulan
TRIBUNJAKARTA.COM - Ahli gizi ternama, dokter Tan Shot Yen menganggap Presiden RI Prabowo Subianto sedang 'ditusuk' dari belakang terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Pernyataan tersebut disampaikan dokter Tan setelah Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal menyebut tak perlu ahli gizi dalam program MBG.
Ucapan kontroversial tersebut disampaikan Cucun Ahmad Syamsurijal dalam acara bertajuk Rapat Konsolidasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
"Boleh enggak sih jika saya bilang, Presiden sedang ditikam dari belakang?" tulis dokter Tan.
Dokter Tan lalu mengungkapkan lima alasannya berpendapat demikian.
Pertama, dokter Tan menyoroti pengelolaan SPPG yang buruk.
"1. Program unggulan nasional sudah jadi proyek. Pemilik SPPG makin serakah dan kinerja buruk, akhirya tingkat kepercayaan rakyat semakin nyungsep," tulis dokter Tan.
Kedua, dokter Tan menyoroti SPPG yang tidak memiliki ahli gizi.
Dokter Tan turut menyindir pernyataan Cucun Ahmad Syamsurijal yang menyebut ahli gizi bisa digantikan dengan lulusan SMA, cukup diberi pelatihan selama tiga bulan.
"2. SPPG tanpa ahli gizi: Ibarat pesawat tanpa pilot. Cukup ground staff yang diberi les 3 bulan, lalu suruh bawa boeing atau airbus. Air crash tak terelakkan tebat siapa yang dihujat? Program gagal katanya. Gak perlu percaya lagi dengan pemerintah," tulis dokter Tan.
Ketiga, menurut dokter Tan SPPG yang dikelola tanpa pengawasan ahli gizi, akan menyajikan makanan Ultra-Processed Food (UPF).
UPF adalah yang telah melalui banyak tahapan pemrosesan industri dan sering kali mengandung bahan-bahan kimia tambahan seperti pengawet, pewarna, dan perasa buatan.
Contoh umum UPF adalah mi instan, sosis, nugget, minuman bersoda, sereal sarapan manis, dan makanan ringan kemasan.
Hal tersebut bisa membuat Indonesia menjadi bahan tertawaan negara lain.
"3. Tanpa ahli gizi, produk SPPG akhirnya lepas kontrol hanya bagi-bagi kolaborasi industri dan BGN. Produk ultra proses melenggang bebas dan tunggu nyinyiran negara asing menertawakan program unggulan presiden: jadi produk bagi-bagi cuan," tulis dokter Tan.
Keempat, dengan ditiadakannya ahli gizi di SPPG, MBG yang dimakan oleh anak-anak tidak terpantau kualitasnya.
Hal tersebut bisa membuat anak-anak menjadi obesitas dan kecanduan UPF.
"4. Matinya kepakaran. Ahli gizi disamakan seperti tukang masak dan tenaga bebersih. Enggak heran postingan SPPG cuma diisi angka-angka hitungan kalori. Bukan kualitas pangan. Anak-anak makin gendut, anak normal kecanduan jajan," tulis dokter Tan.
Terakhir, dokter Tan menyoroti soal program MBG yang disebut dapat membuka lapangan pekerjaan.
"5. Katanya buka lapangan kerja. Padahal yang kerja tidak sesuai tupoksi, ditekan dengan kekuasaan, marwah profesi hilang bersama tiran keserakahan dan kekuasan," tulis dokter Tan.
Dokter Tan lalu mempertanyakan tujuan awal Prabowo Subianto membuat progam MBG.
"Yakini ini tujuan Prabowo Subianto dengan MBG?" tulisnya.
Cucun Ahmad Syamsurijal dengan lantang menyebut tidak membutuhkan ahli gizi dalam program MBG.
Mulanya, ada seorang peserta yang memberikan solusi terkait kesulitan dari Badan Gizi Nasional (BGN) untuk mencari ahli gizi.
Disisi lain, permasalahan ini pun sempat disampaikan Kepala BGN, Dadan Hindayana saat rapat bersama dengan Komisi IX DPR pada Rabu (12/11/2025) lalu.
Peserta itu pun lantas meminta jika memang nantinya pengawas di SPPG tidak memiliki latar belakang pendidikan gizi, maka ia ingin tidak digunakannya embel-embel orang terpilih tersebut sebagai ahli gizi.
"Jika memang pada akhirnya tetap ingin merekrut dari non gizi, tolong tidak menggunakan embel-embel ahli gizi lagi," ujarnya dikutip pada Senin (17/11/2025).
"Tetapi cukup sebagai posisi pengawas produksi dan kualitas atau QA (quality assurance) atau QC (quality control)," sambungnya.
Kemudian, peserta itu turut memberikan solusi lain di mana BGN bisa menggandeng Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) untuk memenuhi kebutuhan ahli gizi di tiap SPPG.
"Nanti mungkin ke depannya, BGN bisa berkolaborasi dengan organisasi profesi Persagi," katanya.
Peserta itu juga mengingatkan jika nantinya BGN merekrut ahli gizi yang tidak berlatar belakang pendidikan gizi, maka makanan yang diberikan kepada penerima manfaat dikhawatirkan tidak sesuai dengan gizi yang dibutuhkan.
Selain Persagi, peserta tersebut juga menyarankan BGN bisa turut menggandeng organisasi profesi lain yakni Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI).
Belum selesai peserta tersebut berbicara, Cucun tiba-tiba memotongnya.
Perdebatan antara Cucun dan peserta konsolidasi pun terjadi.
Menurut Cucun, peserta tersebut telah berbicara terlalu lama.
"Apakah boleh kasih solusi satu lagi?" kata peserta tersebut.
"Itu kan terkait profesi kamu. Cukup ya? Kamu itu (bicaranya) terlalu panjang. Yang lain kasihan," jawab Cucun.
"Boleh satu lagi (memberikan solusi)?" timpal peserta itu lagi.
"Udah, udah cukup," jawab Cucun lagi.
Kemudian, peserta tersebut diminta untuk duduk oleh Cucun.
Tak masuk di logika, Cucun malah mengungkapkan peserta yang memberikan solusi bagi BGN itu sebagai sosok arogan.
Lantas, politikus PKB itu menyebut segala kebijakan termasuk soal perlu atau tidaknya ahli gizi dalam program MBG diputuskan olehnya selaku Wakil Ketua DPR.
"Saya nggak suka anak muda arogan kayak gini. Mentang-mentang kalian sekarang dibutuhkan negara, kalian bicara undang-undang. Pembuat kebijakan itu saya," ujarnya.
Dia lantas menyebut bakal rapat dengan BGN untuk mengubah diksi ahli gizi dalam program MBG.
Cucun mengatakan diksi tersebut bakal diganti menjadi 'tenaga yang menangani gizi'.
Dengan perubahan tersebut, Cucun menegaskan BGN tidak perlu lagi merekrut ahli gizi untuk program MBG.
"Tidak perlu ahli gizi. Cocok nggak? Nanti saya selesaikan di DPR," tuturnya.
Menurut Cucun, ahli gizi nantinya bisa diganti dengan orang yang lulusan SMA dan diberi pelatihan tiga bulan terkait gizi.
Dia menyebut mereka yang mengikuti pelatihan tersebut akan diberi sertifikat dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
"Nanti tinggal ibu Kadinkes melatih orang. Bila perlu di sini, di kabupaten itu, punya anak-anak yang fresh graduate, anak-anak SMA cerdas, dilatih sertifikasi, saya siapkan BSNP."
"(Program MBG) tidak perlu kalian (ahli gizi) yang sombong seperti ini," ujarnya.