Ringkasan Berita:
- Isu Utama: Anggaran bantuan hukum untuk warga miskin di APBD 2026 Pemkab Jember dipangkas drastis.
- Perubahan Anggaran: Dari Rp 700 juta (2025) menjadi hanya Rp 50 juta (2026).
- Persentase Pemangkasan: Lebih dari 92 persen atau turun Rp 650 juta.
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Imam nawawi
TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - Jajaran Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember, Jawa Timur terkejut saat mengetahui besaran biaya bantuan hukum di tahun anggaran 2026.
Mengingat di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember hanya menyediakan anggaran Rp 50 juta untuk bantuan hukum bagi warga miskin.
Anggota Komisi A DPRD Jember Tabroni mengatakan, pengeprasan anggaran tersebut terlalu drastis, bahkan berkurang sampai Rp 650 juta.
"Besarnya cuma Rp 50 juta (2026). padahal tahun ini kan mencapai Rp 700 juta. Ada penurunan yang sangat drastis," ujarnya, Rabu (19/11/2025).
Menurutnya, hal tersebut akan membuat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) semakin terbatas. Sehingga pendampingan hukum terhadap masyarakat tidak maksimal.
"Kalau anggarannya kecil, tentu sangat berat bagi kami membantu masyarakat miskin dalam menyelesaikan konfliknya," kata Tabroni.
Tabroni menilai, efisiensi anggaran tidak bisa dijadikan alasan mengepras anggaran sampai lebih dari 90 persen, sebab bantuan hukum adalah hak bagi masyarakat miskin.
"Kami tahu transfer pusat ke daerah berkurang Rp 270 miliaran. Tetapi kalaupun anggaran bantuan hukum dikurangi, tidak harus sedrastis itu," ulasnya.
Minimnya sokongan anggaran, Tabroni khawatir penguatan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) di Desa/Kelurahan di Jember tidak akan optimal, padahal program tersebut didukung penuh Kementrian Hukum.
"Kami melihat, ini konflik hukum yang dihadapi masyarakat miskin penting tidak bagi Pemkab Jember? kan banyak persoalan hukum yang dihadapi masyarakat," ulas Legislator Fraksi PDI Perjuangan ini.
Oleh karena itu, Tabroni berharap Badan Anggaran DPRD Jember dan Tim Anggaran Pemkab Jember segara memperbaiki pos anggaran bantuan hukum lebih masuk akal lagi.
"Harapannya Badan Anggaran bisa merevisi pos itu. Tapi ini tergantung Banggar dan TAPD, kalau komisi kan hanya membahas dan menghitung," imbuhnya.
Sementara, Muhammad Hafidi Anggota Komisi A DPRD Jember dari Fraksi PKB menilai, pemangkasan anggaran bantuan hukum hingga 92 persen sangat tidak manusiawi.
"Sangat tidak manusiawi dan melecehkan upaya pembelaan hukum bagi warga miskin," timpalnya.
Hafidi merinci, anggaran Rp 50 juta tidak cukup untuk biaya pendampingan hukum setahun. Kata dia, dana ini akan habis dalam waktu 1-3 bulan saja.
"Ini akan membebani LBH atau Organisasi Bantuan Hukum (OBH), sebab mereka terkesan dipaksa melakukan pengecualian layanan yang justru dapat menimbulkan fitnah besar bagi lembaga tersebut," ulasnya.
Hafidi mengatakan, kalau Badan Anggaran dan TAPD Pemkab Jember tidak segera menaikkan anggaran tersebut. Hal ini sama saja tidak niat memberi biaya bantuan hukum bagi warga miskin.
"Lebih baik hanguskan saja anggaran itu. Ketimbang mengeluarkan angka Rp50 juta, justru itu merupakan bentuk pelecehan," paparnya.
Sementara itu, Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Jember Jupriono belum bisa dikonfirmasi, atas pengeperasan anggaran bantuan hukum tersebut.