Jakarta (ANTARA) - Sebanyak dua pegawai ekspedisi bernama Arpan Ramdani dan Muhammad Adriyan didakwa ikut serta dalam perusakan fasilitas umum, seperti pembatas jalan, melempari anggota kepolisian yang sedang berjaga dengan batu, hingga melawan petugas yang sedang melakukan pengamanan, saat demo berujung ricuh pada Agustus 2025.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) Inda Putri Manurung menyebutkan perbuatan keduanya dilakukan di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)/Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI usai menonton aksi unjuk rasa di platform TikTok.

"Telah melakukan tindak pidana dengan terang-terangan dan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang," kata JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (20/11).

Dengan demikian, kata dia, perbuatan kedua terdakwa terancam pidana yang diatur dalam Pasal 170 ayat (1) atau Pasal 212 atau Pasal 216 ayat (1) atau Pasal 218 atau Pasal 406 ayat (1) juncto Pasal 214 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

JPU menceritakan kejadian bermula pada 30 Agustus 2025, saat Arpan dan Adriyan, yang baru saja selesai bekerja menyortir paket di gudang Shopee, Depok, Jawa Barat, membuka aplikasi Tiktok dan melihat ada unggahan terkait ajakan untuk mengikuti aksi unjuk rasa atau demonstrasi di Gedung DPR/MPR RI dan Markas Komando Korps Brigade Mobil (Mako Brimob) Kwitang, Jakarta.

Kemudian Adriyan mengajak Arpan untuk mengikuti aksi demonstrasi di Mako Brimob Kwitang, tetapi Arpan menolak dan tidak mau ikut, sehingga kedua terdakwa tidak jadi berangkat untuk mengikuti aksi unjuk rasa.

Namun pada 31 Agustus 2025 Adriyan diduga menghubungi Arpan melalui aplikasi WhatsApp (WA) untuk mengajak melihat aksi demonstrasi di Mako Brimob Kwitang dan Gedung DPR/MPR RI.

Selanjutnya, kata JPU, Adriyan menjemput Arpan untuk bersama-sama berangkat menuju Mako Brimob Kwitang, tetapi sesampainya di sana sudah tidak ada aksi unjuk rasa karena sudah diamankan oleh pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI), sehingga Adriyan bersama-sama dengan Arpan berangkat menuju Kantor DPR/MPR RI.

Saat tiba di Gedung DPR/MPR RI, kedua terdakwa bergabung dengan peserta unjuk rasa yang lain untuk melakukan aksi demonstrasi. Saat bergabung dengan peserta demo, Arpan mengambil kayu dan botol plastik bekas air minum untuk merusak pembatas jalan warna oranye (root barrier), di mana pembatas jalan warna oranye merupakan fasilitas umum milik Dinas Perhubungan.

Dikatakan bahwa Arpan juga membakar kumpulan daun kering menggunakan bensin yang diberi oleh peserta demonstrasi lainnya sambil mengatakan "Bakar. Ayo maju. DPR sialan.”

Sementara itu Adriyan mengambil batu, kemudian melemparkannya ke arah anggota kepolisian yang sedang melakukan pengamanan sehingga aksi unjuk rasa berujung rusuh sambil mengatakan "Polisi pembunuh. Tuntut keadilan. DPR anjing. Bubarkan DPR."

JPU menuturkan suasana pada saat penyampaian aksi unjuk rasa hari itu di sekitar Gedung MPR/DPR RI awalnya tertib, namun pada malam hari mulai ada pelemparan batu dan kayu kepada petugas yang berjaga serta adanya pihak yang melakukan pembakaran di jalan dan sekitaran Gedung MPR/DPR RI.

Kemudian petugas mengimbau kepada peserta unjuk rasa untuk berhenti melempari petugas dan membubarkan diri dengan kalimat “Silakan kepada para peserta unjuk rasa untuk segera membubarkan diri dan jangan melakukan tindakan-tindakan anarkis”, yang diulangi sebanyak tiga kali.

"Namun keadaan sekitar Gedung MPR/DPR RI menjadi kacau karena peserta unjuk rasa tidak segera membubarkan diri dan tetap melempari petugas serta melakukan pembakaran di jalan dan sekitaran Gedung MPR/DPR RI," ungkap JPU.