Lucius Karus
Pengamat Kepemiluan
Peneliti dan Koordinator Bidang Legislasi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (2009 - 2016)
Tempat & Tanggal Lahir
Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Indonesia, 15 Maret 1974
Karir
Peneliti Pemantau Kinerja Parlemen Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, Jakarta (2006 - 2009)
Peneliti dan Koordinator Bidang Legislasi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (2009 - 2016)
Pendidikan
SMP Seminari Pius XII Kisol, Borong, Manggarai Barat, NTT
SMP Sadar, Ranggu, Kuwus, Manggarai Barat, NTT
SMAK St Ignatius Loyola Seminari Yohanes Paulus II Labuan Bajo, Manggarai Barat
Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta
Wacana peleburan KPU, Bawaslu, dan DKPP menjadi satu badan penyelenggara pemilu kembali mencuat.
Ide ini digadang sebagai langkah efisiensi kelembagaan, namun di sisi lain menimbulkan kekhawatiran akan melemahnya independensi dan integritas penyelenggaraan pemilu.
Entah apa yang mendorong lahirnya wacana pembentukan satu badan kepemiluan dengan melebur KPU, Bawaslu, dan DKPP menjadi satu.
Yang jelas, pembentukan tiga lembaga terpisah dalam rumpun penyelenggara Pemilu ini awalnya didorong oleh keinginan agar pemilu semakin jujur, adil, dan berintegritas.
Ketidaknetralan, ketidakindependensian, serta berbagai kekurangan yang dilakukan penyelenggara Pemilu sebelumnya dijawab dengan pembentukan lembaga baru untuk mengawasi KPU, serta DKPP untuk mengontrol persoalan etika penyelenggara Pemilu.
Kalau masalah-masalah di atas sudah teratasi, tentu saja wacana peleburan penyelenggara Pemilu bisa dipahami.
Namun, kelihatannya persoalan integritas pemilu ini belum mengalami perubahan sama sekali. Netralitas dan independensi penyelenggara masih menjadi persoalan serius.
Kalau masalah awal yang menjadi alasan pemisahan tiga lembaga penyelenggara belum teratasi, apakah tepat mendorong peleburan?
Saya kira orang-orang yang mewacanakan peleburan lembaga penyelenggara ini tidak memiliki semangat untuk memperkuat lembaga, tidak punya keinginan untuk melihat penyelenggara Pemilu semakin baik dari waktu ke waktu.
Dengan mengutak-atik lembaga, jelas tidak akan terjadi penguatan institusional.
Saya menduga motif wacana peleburan lembaga penyelenggara Pemilu ini justru karena tidak ingin ada lembaga penyelenggara Pemilu yang kuat.
Karena itu, wacana ini mengkhawatirkan. Ini jelas bukan untuk kepentingan memperbaiki penyelenggaraan pemilu, melainkan justru untuk merusaknya, untuk memudahkan operasi kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu.
Walau sesungguhnya, kalau mau jujur dengan fakta di lapangan, tujuan kehadiran tiga lembaga terpisah selama ini memang bisa dikatakan gagal dalam memperbaiki kualitas penyelenggaraan pemilu.
Kalau pemilu tidak semakin berintegritas padahal ada tiga lembaga terpisah yang diamanatkan untuk menjamin integritas itu, berarti pemisahan tiga lembaga selama ini memang tidak efektif.
Tetapi apakah dengan menggabungkan, persoalan pemilu akan selesai?
Tentu saja tidak. Mengutak-atik lembaga penyelenggara saja tidak akan menyelesaikan persoalan.
Ada banyak persoalan pemilu yang secara mendasar disebabkan oleh intervensi lembaga lain terhadap lembaga penyelenggara Pemilu.
Intervensi melalui proses rekrutmen penyelenggara Pemilu menjadi salah satu contohnya. Sejak awal, penyelenggara Pemilu sudah dibuat tidak independen.
Kalau faktor-faktor eksternal ini terus berlanjut, ya percuma mengutak-atik lembaga penyelenggaranya.
Namun, kalau mau hemat, memang benar tiga lembaga penyelenggara Pemilu ini terkesan boros. Sudah boros, hasilnya minim. Maka wacana penggabungan tiga lembaga menjadi satu badan penyelenggara Pemilu bisa dianggap pas.