Jakarta (ANTARA) - Komisi Percepatan Reformasi Polri menerima lebih dari 100 surat audiensi dari berbagai kelompok masyarakat pada bulan pertama pembentukan komisi tersebut.
"Bulan pertama ini kita selesaikan dulu. Ada kira-kira lebih dari 100 kelompok yang bersurat," ujar Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa.
Dia menyampaikan surat-surat tersebut berisi permintaan audiensi dan masukan dari berbagai kelompok masyarakat terkait reformasi kepolisian.
Jimly menjelaskan aspirasi yang masuk akan dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni isu yang membutuhkan reformasi kebijakan ke depan serta laporan operasional terkait kasus tertentu.
"Jadi ada dua macam. Nanti yang sifatnya ke depan memerlukan policy reform gitu, itu satu kelompok, yang kedua itu yang kira-kira yang operasional kasus," kaya dia.
Untuk laporan yang dinilai masuk akal dan relevan, kata Jumly, komisi akan memberikan rekomendasi kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang juga anggota komisi untuk ditindaklanjuti.
Menurut Jimly, pembukaan ruang partisipasi publik pada bulan pertama mulai bekerjanya Komisi Percepatan Reformasi Polri merupakan langkah tepat karena berbagai kelompok masyarakat ingin mengirimkan pandangan mereka tentang reformasi di tubuh aparat penegak hukum itu.
Pada bulan kedua, kata dia, komisi akan mulai memilih arah kebijakan reformasi yang dinilai diperlukan dan berpotensi mengubah sejumlah ketentuan dalam undang-undang.
Jimly menambahkan bahwa perumusan draf perubahan undang-undang dijadwalkan berlangsung pada bulan ketiga, sehingga format dan arah kebijakan reformasi kepolisian ditargetkan dapat disiapkan pada akhir Januari 2026.
"Pada bulan kedua itu kita memilih kira-kira untuk kebijakan reformasinya kayak apa yang ujungnya nanti pasti mengubah undang-undang. Rumusan undang-undangnya nanti bulan ketiga. Jadi kira-kira akhir Januari sudah bisa kita siapkan format dan arah kebijakan seperti apa untuk reformasi kepolisian," kata dia.







