Hakim: Ira Puspadewi Menolak saat Ditawari Fasilitas Hotel dari Bos PT JN
kumparanNEWS November 25, 2025 07:41 PM
Hakim anggota Pengadilan Tipikor Jakarta, Nur Sari Baktiana, mengungkapkan bahwa eks Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, tidak menerima keuntungan pribadi dalam kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP.
Dalam kasus itu, dua terdakwa lainnya, yakni Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP 2020-2024, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP 2019-2024, Muhammad Yusuf Hadi, juga dinyatakan tidak memperoleh keuntungan pribadi.
"Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan para terdakwa, tidak ada fakta hukum yang menunjukkan dan membuktikan para terdakwa memperoleh keuntungan pribadi selama KSU dan akuisisi," ujar Hakim Nur Sari membacakan pertimbangannya, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/11).
Hakim pun menyatakan bahwa hal tersebut didukung oleh keterangan pemilik PT JN, Adjie, saat bersaksi di persidangan. Dalam keterangan itu, Adjie menyebut bahwa tidak pernah memberikan uang maupun barang kepada para terdakwa terkait proses KSU dan akuisisi PT JN.
Bahkan, juga terungkap lewat keterangan itu bahwa Ira Puspadewi menolak fasilitas hotel dan jemputan yang ditawari oleh Adjie.
Selain itu, tawaran berupa handphone dan batik dari Adjie turut ditolak oleh terdakwa lainnya, Harry MAC.
"Saudara Adjie bahkan menyebutkan bahwa tawarannya untuk memberikan handphone dan batik Madura kepada terdakwa III [Harry MAC], ditolak oleh terdakwa III," ucap hakim.
"Begitu pula terdakwa I [Ira Puspadewi] juga menolak pemberian fasilitas penjemputan dan kamar hotel," imbuh hakim.
Kendati demikian, kata hakim, perbuatan para terdakwa telah memberikan keuntungan luar biasa kepada PT JN maupun Adjie selaku pemilik perusahaan tersebut.
"Namun demikian, sebagaimana telah dipertimbangkan tersebut di atas, keputusan dan kebijakan yang diambil oleh para terdakwa terbukti secara nyata dan pasti telah memberikan keuntungan luar biasa bagi Saudara Adjie dan PT JN," tutur hakim.
"Terutama terkait pengalihan kewajiban PT JN kepada BUMN PT ASDP Indonesia Ferry dan harga transaksi akuisisi PT JN yang maksimal sebagaimana yang diharapkan Saudara Adjie," terang hakim.
Dengan begitu, hakim menilai bahwa Ira dkk terbukti bersalah melakukan korupsi dengan memperkaya orang lain atau suatu korporasi dalam kasus tersebut.
"Bahwa dengan demikian, berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, perbuatan para terdakwa, terdakwa I, terdakwa II, terdakwa III secara kolektif kolegial telah menguntungkan orang lain atau suatu korporasi yaitu Saudara Adjie dan PT Jembatan Nusantara," kata hakim.
Dalam kasus itu, Ira kemudian divonis pidana 4,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sementara itu, Harry dan Yusuf Hadi masing-masing divonis pidana 4 tahun penjara serta pidana denda sebesar Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam putusan itu, satu orang hakim yang juga merupakan Ketua Majelis, Sunoto, menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda.
Pada pokoknya, ia menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Ira dkk murni keputusan bisnis yang dilindungi oleh business judgment rule alih-alih dinilai sebagai perbuatan tindak pidana.
Oleh karenanya, kata Sunoto, para terdakwa harus dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum atau ontslag.