KPK menetapkan tersangka, dan melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka, yaitu DM selaku Kepala Divisi EPC PT PP, dan HNN selaku Senior Manager Head of Finance and Human Capital Department Divisi EPC PT PP

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan identitas dan langsung menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan fiktif di Divisi Engineering, Procurement, and Construction PT Pembangunan Perumahan atau PP (Persero) tahun 2022–2023.

“KPK menetapkan tersangka, dan melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka, yaitu DM selaku Kepala Divisi EPC PT PP, dan HNN selaku Senior Manager Head of Finance and Human Capital Department Divisi EPC PT PP,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut Asep mengatakan penahanan dilakukan pada 25 November-14 Desember 2025 di Rumah Tahanan Cabang Gedung Merah Putih KPK.

Sementara itu, dia menjelaskan perbuatan kedua tersangka yang mengatur penggunaan rekanan dinilai mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga Rp46,8 miliar.

“Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 dan jo. Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” katanya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, kedua tersangka adalah Kadiv EPC PT PP Didik Mardiyanto (DM), dan Senior Manager Head of Finance and HC Department Divisi EPC PT PP Herry Nurdy Nasution (HNN).

Sebelumnya, KPK memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam bentuk pengadaan fiktif di Divisi EPC PT PP pada 9 Desember 2024.

Pada 11 Desember 2024, KPK telah mencegah dua orang berinisial DM dan HNN untuk bepergian ke luar negeri.

KPK pada 20 Desember 2024, mengumumkan telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus yang berdasarkan penghitungan sementara disebut merugikan keuangan negara sejumlah Rp80 miliar.

Pada 16 Oktober 2025, KPK mengungkapkan dugaan modus kasus tersebut adalah adanya penyalahgunaan identitas pegawai harian lepas yang bekerja di PT PP untuk pencairan pengadaan fiktif.