Ketua Komisi VIII DPR Taksir Kerugian Bencana Sumatera di Atas Rp 200 T
kumparanNEWS December 03, 2025 06:40 PM
Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang meminta pemerintah merespons cepat bencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Ia menekankan, pemerintah harus mencari siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya bencana banjir bandang di Sumatera. Orang itu nantinya harus dimintai pertanggungjawaban.
Marwan pun menaksir kerugian dari bencana ini mencapai Rp 200 triliun.
“Kita minta pertanggungjawaban. Sekarang sebetulnya kerugian kita berapa? Saya meyakini di atas Rp 200 triliun. Nah kalau ada orang yang punya hak dan legal melakukan pemanfaatan hutan. Ya akibat legalnya dia kita rugi Rp 200 triliun,” ucap Marwan di Gedung DPR, Jakarta pada Rabu (3/12).
“Atau malah sebaliknya perambahan hutan terjadi seperti itu. Ya harus ada yang bertanggung jawab. Ini enggak bisa dibawa ke pengadilan. Kalau ke pengadilan tahapannya bertingkat. Negeri, tinggi, MA, peninjauan, terakhir minta ampun sama Presiden,” tambahnya.
Kondisi usai banjir bandang di Aceh Timur, Rabu (3/12/2025). Foto: Pemkab Aceh Timur
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi usai banjir bandang di Aceh Timur, Rabu (3/12/2025). Foto: Pemkab Aceh Timur
Citra satelit menunjukkan Setelah banjir bandang di Pandan, Sumatera Utara, Senin (1/12/2025). Foto: Planet Labs PBC/viaREUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Citra satelit menunjukkan Setelah banjir bandang di Pandan, Sumatera Utara, Senin (1/12/2025). Foto: Planet Labs PBC/viaREUTERS
Momen Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky menerobos lumpur menyalurkan bantuan untuk korban banjir di wilayah pedalaman di Aceh Timur, Selasa (2/12/2025). Foto: HO-Dok Pemkab Aceh Timur/ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Momen Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky menerobos lumpur menyalurkan bantuan untuk korban banjir di wilayah pedalaman di Aceh Timur, Selasa (2/12/2025). Foto: HO-Dok Pemkab Aceh Timur/ANTARA
Kini, beberapa area yang terdampak bencana masih belum mendapatkan bantuan karena akses yang sulit. Marwan mengatakan, hal itu disebabkan seluruh pihak tak menyangka bahwa bencana yang terjadi begitu dahsyat.
“Karena sejak awal kan tidak menyangka sedahsyat itu. Jadi kita memang tidak menyiapkan sebegitu besar SDM yang untuk menangani itu,” ucap Marwan.
Menurutnya, pemerintah harus menunjuk satu lembaga untuk mengomandoi fase tanggap darurat. Dengan begitu, distribusi bantuan ke area yang belum terjangkau bisa dipercepat.
“Karena itu dari awal saya sebagai Ketua Komisi VIII sebetulnya sudah meminta dibuatkan status darurat nasional. Supaya semua pihak pemerintahan bisa turut serta. Kalau seperti ini besarnya kejadian bencana, BNPB kemudian Kemensos itu tidak cukup kuat,” ucap Marwan.
“Maka dibutuhkan yang berbagai pihak untuk turut serta. Terutama Kepolisian dan Tentara Nasional. Cuma sekarang komandonya di siapa gitu kan,” tambahnya.
Ia menyoroti aparat yang turun dalam penanggulangan bencana di sana masih bergerak sendiri-sendiri.
“Saya kira kalau kemampuan ya dikerahkan tentara dan polisi, sebetulnya siap untuk itu. Tapi ya tentara di daerah dan polisi di daerah kan bergerak sendiri. Belum komando,” ucap Marwan.
“Sebetulnya itu yang kita harapkan dari revisi undang-undang tentang penanggulangan bencana. Dari segi fungsi mestinya BNPB bisa mengomandoi. Bukan mengomandoi satuan tapi mengomandoi tentang fungsi penanggulangan kebencanaan,” tandasnya.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.