SURYA.co.id - Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, melontarkan apresiasi terbuka kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam forum akademik bertajuk Bedah Buku Indonesia Naik Kelas: Future Talk – Indonesia Naik Kelas & Peran Sivitas Akademika yang digelar di Universitas Indonesia, Jumat (12/12/2025).
Dalam forum tersebut, Hashim menyebut Purbaya sebagai figur penting yang dinilai mampu menjawab persoalan klasik perekonomian nasional, khususnya terkait lemahnya penerimaan negara.
Ia menilai persoalan itu telah berlangsung lama dan menjadi tantangan serius bagi Indonesia.
Adik Presiden Prabowo Subianto itu mengungkapkan, lebih dari satu dekade lalu dirinya pernah mendapat mandat untuk mengkaji potensi ekonomi nasional.
Dari kajian tersebut, penerimaan negara menjadi titik krusial yang dinilai belum tergarap optimal.
"Terus terang saja, 11-12 tahun yang lalu saya ditugaskan Pak Prabowo memimpin suatu tim dari partai kami untuk melihat bagaimana potensi negara kita. Dan salah satu titik lemah kita, yang juga berpotensi yang besar untuk kita, adalah penerimaan negara kita. Parah," sebut Hashim.
Ia menjelaskan bahwa problem tersebut mencakup berbagai sektor, mulai dari pajak hingga kepabeanan. Menurutnya, sistem yang berjalan saat ini masih tertinggal dibanding banyak negara lain.
"Parah sekali. Tadi Bapak bilang 9-10 persen Indonesia. Betul. Kita termasuk yang paling lemah dan paling rendah di dunia, sistem perpajakan kita," ujarnya.
Hashim juga mengaku telah berdiskusi langsung dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sekitar dua pekan sebelumnya.
Dalam pertemuan itu, Purbaya disebut membenarkan kondisi penerimaan negara yang stagnan selama bertahun-tahun.
"Data dari Bank Dunia sudah menunjukkan dari dulu sampai sekarang, pajak, PNBP, royalti, cukai kita tetap tidak ada penambahan," katanya.
Ia kemudian membandingkan Indonesia dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, seperti Kamboja dan Filipina, yang dinilai berhasil meningkatkan rasio penerimaan negara dalam satu dekade terakhir.
"10 tahun lalu, penerimaan negara (yaitu termasuk pajak, cukai, PNBP, royalti—dari apa? emas, tembaga, dan sebagainya—batu bara juga biar masuk, dan sebagainya), Kamboja itu 9 persen. Indonesia 12 persen . Itu 11 tahun lalu, 10 tahun lalu. Sekarang, Kamboja 18 persen . Indonesia di mana? Tetap 12 % . Berarti apa? Berarti enggak ada kenaikan," ungkapnya.
Dalam konteks itu, Hashim menyinggung target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6 persen yang dicanangkan pemerintah. Ia menilai angka tersebut memiliki dampak signifikan terhadap keuangan negara jika mampu direalisasikan secara konsisten.
"6 persen kelihatan kecil, tapi 6 persen dari suatu ekonomi PDB-nya adalah 25.000 triliun. 6 persen itu Rp1.500 triliun. Defisit APBN kita 300 triliunan, tidak sampai 400 triliun. Defisit," katanya.
Hashim meyakini, apabila seluruh aparat negara, khususnya di sektor pajak dan bea cukai, menjalankan tugas secara optimal dan profesional, Indonesia seharusnya tidak lagi berada dalam posisi defisit anggaran.
"Indonesia negara kaya. Kita bisa memberi bantuan luar negeri kepada negara-negara miskin lainnya. Indonesia super power," tegasnya.
Ia menekankan bahwa tantangan utama saat ini bukan terletak pada potensi ekonomi, melainkan pada tata kelola dan kinerja aparat negara. Dalam konteks itu, Hashim kembali menyampaikan pujian kepada Menteri Keuangan.
"Maka ada orang yang, ya luar biasa baguslah, namanya Purbaya," pujinya.
Hashim menyebut Purbaya Yudhi Sadewa mendapat mandat strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga 6 persen, yang menurutnya memiliki makna besar bagi masa depan fiskal Indonesia.
"Kecil kelihatannya, tapi besar maknanya. 6 persen dari 25.000 triliun itu Rp1.500 triliun kita bisa dapat dan seharusnya dapat tiap tahun sekarang, saat ini. Di situ, Pak, kita dalam titik lemah kita, kita bisa ubah jadi potensi," tegasnya.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa belakangan ini menjadi pusat perhatian publik.
Di antara jajaran Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto, namanya mencuat berkat gaya komunikasinya yang lugas dan kebijakan-kebijakannya yang berani.
Sejak resmi menggantikan Sri Mulyani, Purbaya menunjukkan gaya kepemimpinan yang kontras.
Jika pendahulunya dikenal berhati-hati menjaga stabilitas fiskal, Purbaya justru tampil lebih progresif dengan membuka ruang baru demi percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Langkah-langkahnya menuai sorotan luas.
Dalam sepekan terakhir, sederet keputusan dan pernyataan Purbaya ramai dibicarakan publik, mulai dari penolakan penggunaan APBN untuk proyek kereta cepat Whoosh hingga tegurannya kepada pegawai Bea Cukai yang nongkrong di Starbucks.
Berikut rangkuman gebrakan Menkeu Purbaya yang sedang jadi pembicaraan publik, melansir dari Tribunnews.
1. Menolak Bayar Utang Whoosh Pakai Uang Negara
Purbaya menegaskan bahwa pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) tidak boleh membebani APBN.
Hal ini menanggapi wacana pembayaran utang PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) oleh pemerintah, sebagaimana diungkap COO Danantara, Dony Oskaria.
"Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu, tapi kalau ini kan KCIC di bawah Danantara kan, kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, punya dividen sendiri," ujar Purbaya saat Media Gathering di Bogor, Jumat (10/10/2025).
Menurutnya, Danantara memiliki kemampuan finansial yang cukup besar, dengan pemasukan dividen mencapai Rp 80 triliun per tahun, sehingga seharusnya mampu menanggung sendiri kewajiban tersebut tanpa campur tangan pemerintah.
"Jangan kita lagi, karena kan kalau enggak ya semua kita lagi termasuk dividennya. Jadi ini kan mau dipisahkan swasta sama government," tegasnya.
Sikap tegas ini kembali ditegaskan Purbaya saat rapat dengan Dewan Pengawas Danantara di Jakarta Selatan.
"Sudah saya sampaikan (soal enggan membayar utang Whoosh memakai APBN)... Itu cukup untuk menutup bayaran tahunan untuk kereta api cepat," katanya.
Ia menambahkan, China Development Bank (CDB) sebagai kreditur tidak mempermasalahkan siapa yang membayar utang, selama skema pembayarannya jelas.
"Apakah di klausulnya ada yang bayar harus pemerintah?... Kita tunggu saja studinya nanti dan perintah dari Presiden," jelasnya.
2. Klarifikasi Soal Kritik terhadap Kementerian Lain
Setelah dikritik Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, yang menilai dirinya terlalu sering berkomentar soal kebijakan kementerian lain, Purbaya memberikan klarifikasi tegas.
"Saya enggak komentari Kementerian yang lain, bodoh amat. Tapi gini, saya berkepentingan anggaran saya terserap, kalau enggak diserap saya ambil uangnya," kata Purbaya dalam konferensi pers, Rabu (15/10/2025), dilansir Kompas TV.
Ia menegaskan tidak bermaksud mengomentari kinerja lembaga lain, melainkan memastikan penggunaan APBN berjalan efektif.
"Saya enggak komentarin kerja mereka (Kementerian lain)," ujarnya.
Sebelumnya, Misbakhun menyarankan Purbaya agar fokus pada rancangan ekonomi besar demi mendukung visi Presiden Prabowo.
"Pak Purbaya harus berhenti terlalu sering mengomentari kebijakan kementerian lain. Fokuslah pada desain ekonomi besar yang ingin dia bangun," ujar Misbakhun dalam diskusi ekonomi, Senin (13/10/2025).
3. Tegas Tolak Pendanaan Family Office Usulan Luhut
Purbaya juga menolak penggunaan dana APBN untuk proyek family office yang diinisiasi Luhut Binsar Pandjaitan.
"Biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun aja sendiri. Saya anggarannya enggak akan alihkan ke sana. Enggak, saya enggak terlibat. Kalau mau (bangun), saya doainlah," katanya di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Ia menegaskan akan fokus pada penyaluran anggaran yang tepat sasaran.
"Saya fokus. Kalau kasih anggaran yang tepat, nanti pas pelaksanaannya tepat waktu, tepat sasaran, dan enggak ada yang bocor," tegasnya.
4. Geram pada Pegawai Bea Cukai Nongkrong di Starbucks
Lewat layanan aduan publik “Lapor Pak Purbaya”, ia menerima laporan mengejutkan soal pegawai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) yang nongkrong seharian di Starbucks dengan seragam dinas.
"Selamat pagi, saya mau melaporkan setiap hari melihat petugas Bea Cukai yang nongkrong di Starbucks lengkap dengan laptop dan meeting dengan banyak orang lain... seharian," ucap Purbaya membacakan laporan tersebut di Gedung Kemenkeu, Jumat (17/10/2025).
Purbaya menyebut perilaku itu tidak pantas dan berjanji menindaklanjuti laporan tersebut.
"Ini akan ditindak ya. Ini lengkap tempatnya, alamatnya lengkap, jadi pasti bisa kita kejar," tegasnya.
5. Didukung Wapres Gibran untuk Tetap Ceplas-Ceplos
Meski gaya komunikasinya sering menimbulkan kontroversi, Purbaya mengaku mendapat dukungan dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
"Dia (Wapres Gibran) mendukung juga saya suruh ngomong ceplas-ceplos terus katanya," kata Purbaya dalam konferensi pers, Jumat (17/10/2025).
Gaya kepemimpinan Purbaya Yudhi Sadewa menandai babak baru dalam pengelolaan keuangan negara.
Keberaniannya menolak penggunaan APBN untuk proyek yang tak prioritas menunjukkan integritas fiskal yang kuat.
Namun, pendekatannya yang blak-blakan kerap menimbulkan perdebatan di ruang publik.
Terlepas dari kontroversi, publik tampak menikmati transparansi yang jarang muncul dari pejabat tinggi.
Gebrakan seperti “Lapor Pak Purbaya” menjadi contoh konkret upaya membuka kanal aspirasi rakyat.
Dukungan Wapres Gibran juga menandakan bahwa pemerintah memberi ruang bagi gaya kepemimpinan yang lebih terbuka.
Jika konsistensi dan keberanian ini dijaga, Purbaya berpotensi menjadi figur penting dalam arah baru kebijakan fiskal Indonesia.