Sebagai Guru, Apa Hambatan yang Anda Temui Selama Melakukan Upaya Tindak Lanjut?
Moh. Habib Asyhad December 15, 2025 11:34 AM

Artikel ini tentang apa hambatan yang anda temui selama melakukan upaya tindak lanjut. Semoga bermanfaat untuk para guru sekalian.

---

Intisari hadir di whatsapp channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Salah satu tugas guru adalah melakukan evaluasi dan perencanaan pengembangan. Dan setelah itu melakukan upaya tindak lanjut.

Nah, sebagai guru, apa hambatan yang anda temui selama melakukan upaya tindak lanjut? Kami akan mencoba menjawabnya melalui artikel ini.

Pada dasarnya, pertanyaan ini dirancang untuk menguji kemampuan guru dalam mengidentifikasi masalah di lapangan, menganalisis penyebabnya, dan merumuskan solusi strategis yang realistis. Respon yang efektif tidak hanya mencantumkan hambatan, tetapi juga menunjukkan inisiatif profesional dalam mengatasinya.

Jawaban:

1. Keterbatasan waktu dan beban administrasi tinggi

Sulit mengalokasikan waktu yang cukup untuk observasi kelas lanjutan, coaching individu, dan persiapan materi yang inovatif karena terbentur tumpukan tugas administratif dan rapat yang mendesak.

Apa yang harus dilakukan?

Guru biasanya akanmengajukan usulan ke manajemen untuk mendelegasikan atau menyederhanakan proses pelaporan administrasi bulanan tertentu. Saya juga menjadwalkan sesi tindak lanjut singkat namun fokus (30 menit) yang diintegrasikan ke dalam waktu istirahat guru agar tidak menambah beban jam kerja.

2. Ketersediaan sarana teknologi yang tidak merata

Rencana tindak lanjut melibatkan penggunaan platform belajar digital, namun tidak semua guru atau siswa memiliki akses perangkat yang memadai atau koneksi internet yang stabil di rumah/sekolah.

Apa yang harus dilakukan?

Guru akan menyesuaikan rencana dengan pendekatan Blended Learning (Hibrid). Untuk guru/siswa yang terkendala teknologi, saya menyediakan modul cetak dan sesi tatap muka khusus di laboratorium komputer sekolah di luar jam pelajaran.

3. Resistensi perubahan metode lama

Beberapa guru senior merasa metode lama mereka sudah efektif dan menunjukkan keengganan untuk mencoba pendekatan baru yang disarankan dalam tindak lanjut, seperti pembelajaran berbasis proyek atau diferensiasi.

Apa yang harus dilakukan?

Guru seharusnya tidak memaksakan perubahan drastis, melainkan menggunakan pendekatan Model Sukses (Success Story). Saya mengajak satu atau dua guru yang sukses menerapkan metode baru untuk berbagi praktik baik dalam forum guru, sehingga rekan lain melihat bukti keberhasilan dari sejawat mereka sendiri.

4.Kurangnya follow-up mandiri dari rekan guru

Guru yang di-coaching menunjukkan antusiasme saat sesi tindak lanjut, tetapi kurang proaktif dalam menerapkan perubahan di kelasnya sendiri atau melakukan refleksi mandiri setelah sesi berakhir.

Apa yang harus dilakukan?

Guru bisa membuat Jurnal Refleksi Sederhana yang wajib diisi mingguan, berfokus pada 3 hal, yaitu apa yang dicoba? Apa hasilnya? Apa rencana perbaikan? Ini berfungsi sebagai pengingat dan alat ukur komitmen mandiri mereka.

5. Kesulitan menyediakan waktu coaching yang terpisah

Adanya perbedaan jadwal mengajar yang padat membuat sulit menemukan waktu bersama yang ideal untuk sesi coaching yang mendalam, terutama bagi guru mata pelajaran.

Apa yang harus dilakukan?

Guru bisa memanfaatkan waktu Rapat MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) internal sekolah untuk sesi micro-coaching berkelompok. Dengan fokus kelompok, efisiensi waktu tercapai dan memungkinkan guru berbagi solusi antar sesama mata pelajaran.

6. Kurangnya dukungan emosional dan kepercayaan diri guru

Guru merasa metode baru terlalu sulit, yang berujung pada penurunan kepercayaan diri dan kecemasan akan penilaian, alih-alih semangat untuk berkembang.

Apa yang harus dilakukan?

Guru bisamenekankan peran saya sebagai fasilitator dan pendukung, bukan penilai. Saya mengubah fokus dari "mencari kesalahan" menjadi "merayakan usaha kecil". Setiap kali guru mencoba hal baru, sekecil apa pun hasilnya, saya memberikan apresiasi verbal yang spesifik dan positif.

7.Budaya saling menilai (bukan saling membantu)

Terdapat kecenderungan di antara rekan guru untuk memandang observasi dan coaching sebagai proses penghakiman atau mencari kesalahan, bukan sebagai kesempatan untuk pengembangan profesional bersama. Hal ini memicu ketertutupan.

Apa yang harus dilakukan?

Guru bisa mengganti istilah coaching menjadi "Sesi Berbagi Praktik Baik" dan menekankan bahwa saya juga adalah pembelajar. Saya memulai dengan mengobservasi diri saya sendiri di depan rekan guru dan meminta masukan dari mereka terlebih dahulu. Ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan psikologis yang aman dan menghilangkan stigma penilaian.

8. Perbedaan mindset antargenerasi

Guru yang lebih senior kesulitan menerima tools atau terminologi baru yang digunakan dalam tindak lanjut (misalnya, gamification atau differentiated instruction), sementara guru muda kurang menghargai pengalaman senior.

Apa yang harus dilakukan?

Guru bisa membentuk Tim Lintas Generasi yang bertugas mengembangkan materi tindak lanjut. Guru senior bertugas memverifikasi konten (content validity), sementara guru muda bertanggung jawab pada inovasi metode penyampaian. Ini menciptakan rasa saling menghargai dan kepemilikan.

9.Kurangnya ownership terhadap hasil observasi

Guru yang diobservasi cenderung melihat hasil temuan hanya sebagai "masalah yang harus diperbaiki," bukan sebagai data untuk pengembangan diri berkelanjutan, sehingga komitmen jangka panjangnya rendah.

Apa yang harus dilakukan?

Setiap tindak lanjut diakhiri dengan guru tersebut menyusun dan mempresentasikan 1-2 target pribadi yang spesifik dan terukur (misalnya: "Saya akan mencoba minimal 1 teknik checking for understanding baru minggu depan"). Hal ini menggeser ownership perbaikan dari saya ke guru yang bersangkutan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.