Lulusan S2 pun Rela Jadi Cleaning Service di Pengadilan Agama
December 16, 2025 07:14 AM

TRIBUNJATENG.COM, SLAWI – Sejak Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) berlaku, Pemerintah menutup rapat satu pintu lama dalam birokrasi, yakni tenaga honorer.

Per 31 Desember 2025 mendatang, hanya ada dua status resmi aparatur negara, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Di satu sisi, tidak ada lagi nomenklatur honorer.

Di sisi lainnya, seluruh instansi dilarang mengangkat tenaga non-ASN baru.

Aturan ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018, yang memberikan masa transisi lima tahun bagi honorer untuk mengikuti seleksi PPPK, masa yang kini berada di ujung waktu. 

Sebagai solusi, pemerintah membuka opsi lain.

Instansi boleh menggunakan tenaga pihak ketiga (outsourcing) untuk kebutuhan tertentu, seperti petugas kebersihan, keamanan, hingga teknisi.

Di atas kertas, pengalihan status pegawai itu seperti terlihat mudah.

Akan tetapi, penerapan di lapangan, tidak melulu bicara ihwal alih status, tetapi juga bicara tentang perasaan orang yang kehilangan harapan.

Selain itu, terjadi sejumlah anomali alias penyimpangan atau keanehan dalam pelaksanaan alih daya tersebut.

Di Kabupaten Tegal, misalnya, seorang lulusan S2 kini mau tidak mau harus menyandang status pegawai outsourcing cleaning service.

Namanya Nur Yustiana Dewi, lulusan S2 Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed) Purwokerto. 

Terhitung sejak 25 November silam, Nur kini berstatus pegawai outsourcing cleaning service di Pengadilan Agama Kelas IA Slawi.

Sebelumnya Nur merupakan pegawai honorer biasa, yang bertugas membantu pekerjaan administratif.

Mulai November

Kepala Sub Bagian (Kasubag) Kepegawaian Pengadilan Agama Slawi, M Nashir Al Muqsith membenarkan, Nur Yustiana Dewi merupakan pegawai cleaning service yang sudah bekerja di bagian tersebut, mulai November 2025.

Kemudian ada peraturan terbaru yang tidak masuk atau tercover PPPK, maka dimasukkan ke outsourcing. 

"Jadi ada dua pilihan (terkait alih status—Red), antara satpam dan cleaning service. Yang bersangkutan memilih cleaning service," kata Nashir kepada Tribun Jateng, Kamis (11/12/2025). 

Nashir memaparkan, Nur bekerja di Pengadilan Agama Slawi sudah cukup lama, kurang lebih sekitar 7 sampai 10 tahun.  

Adapun status outsourcing, mulai November 2025, karena baru masuk peralihan.  

“Daripada memberhentikan, kami memberikan pilihan (tetap bekerja dengan alih status—Red). Ketika masih berkenan ya silakan, kalau tidak juga tidak masalah,” kata Nashir. 

“Jadi sebelumnya satu per satu kami tanya berkenan tidak dioutsourcing. Tapi kenyataannya mengambil dan terus bekerja," sambungnya.

Dengan status outsourcing cleaning service saat ini, kata Nashir, yang bersangkutan juga masih memiliki kesempatan untuk mendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) karena usia masih cukup atau memenuhi persyaratan.

Kemungkinan Nur masih memiliki dua kali kesempatan mendaftar CPNS.

"Kami tidak pernah melarang ketika ada pegawai outsourcing yang mendaftar CPNS. Jadi kami memberikan peluang seluas-luasnya," ujar Nashir. 

Kondisi serupa terjadi di Pengadilan Agama Kabupaten Demak.

Informasi yang diterima Tribun Jateng, seorang tenaga outsourcing yang justru menjalankan tugas di luar perjanjian kerja dengan perusahaan penyedia tenaga.

AR, nama pegawai tersebut, diketahui aktif bekerja sebagai juru ketik di kantor PA Demak, sebuah pekerjaan administratif yang berkaitan langsung dengan aktivitas persidangan.

AR merupakan alumni Magister atau S2 UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Juru ketik

Serupa dengan Nur di Kabupaten Tegal, AR diduga direkrut sebagai tenaga outsourcing petugas kebersihan. 

Padahal dalam praktiknya dia justru menjalankan tugas sebagai juru ketik hakim.

Saat dikonfirmasi, seorang petugas keamanan pengadilan membenarkan keberadaan AR.

“Oh, dia juru ketik di sini. Masih, masih bekerja sebagai juru ketik,” ujar petugas keamanan tersebut singkat.

Saat Tribun Jateng mencoba menemui AR di kantor Pengadilan Agama Demak, sosok yang dicari tak ditemukan.

Upaya pun berlanjut ke alamat tempat tinggalnya di Desa Raji, Kecamatan Demak.

Namun lagi-lagi, AR tak berada di tempat.

Dalam kesempatan terpisah, Humas PA Demak, Muhammad Sobirin mengatakan, pihaknya tidak menghapus tenaga honorer, melainkan melakukan penataan sesuai ketentuan yang berlaku.

PA Demak menyesuaikan kebijakan pengelolaan tenaga kerja seiring penghapusan status tenaga honorer di instansi pemerintah.

Penataan dilakukan untuk memastikan seluruh tenaga kerja memiliki status hukum yang jelas.

“Kami ingin seluruh tenaga kerja memiliki status hukum yang jelas, khususnya pegawai non-DIPA. Di Pengadilan Agama Demak terdapat delapan pegawai non-DIPA yang seluruhnya sudah didata sesuai arahan Kemenpan RB, per 31 Desember,” ujar Sobirin.

Dia menjelaskan, Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga induk Pengadilan Agama tidak memiliki kewenangan dalam pengangkatan ASN atau PPPK.

“Kewenangan pengangkatan ASN dan PPPK berada di Kemenpan RB, dengan validasi data oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN),” jelasnya.

Pada masa mendatang, kata dia, Pengadilan Agama Demak akan mengelola tenaga kerja non-DIPA melalui pihak ketiga atau perusahaan outsourcing.

“Saat ini, terdapat delapan tenaga outsourcing yang terdiri atas empat petugas kebersihan dan empat petugas keamanan,” paparnya. 

“Tenaga kerja non-DIPA dikelola melalui outsourcing. Per 1 Desember, delapan tenaga tersebut sudah menerima gaji yang bersumber dari Mahkamah Agung dan dibayarkan melalui perusahaan penyedia,” kata Sobirin.

Dia menambahkan, tenaga outsourcing dimungkinkan untuk mengisi kebutuhan kerja lain di luar tugas utama apabila dibutuhkan.

“Hal itu tergantung kebijakan manajemen. Jika ada kebutuhan seperti juru ketik dan tenaga outsourcing memenuhi kualifikasi, maka bisa ditugaskan sesuai perjanjian dengan perusahaan penyedia, termasuk ketentuan gajinya,” imbuhnya. (Desta Leila Kartika/Faizal M Affan)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.