TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2025 yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menunjukkan kondisi integritas pemerintahan di kabupaten dan kota di Provinsi Riau masih memprihatinkan.
Dari total 12 kabupaten/kota, sebagian besar masih berada dalam kategori rentan.
Hanya dua daerah yang berhasil masuk kategori waspada.
Secara garis besar kategori SPI dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Rentan (Merah), dengan nilai kurang dari 73,0.
2. Waspada (Kuning) dengan nilai antara 73,0 – 77,9.
3. Terjaga (Hijau) dengan nilai 78,0 – 100.
Berdasarkan hasil SPI 2025, berikut rincian skor tiap kabupaten dan kota di Riau
1. Kategori Rentan
2. Kategori Waspada
Dari peta penilaian SPI, wilayah Riau masih didominasi kategori rentan, dengan hanya sebagian kecil daerah berada di kategori waspada.
Belum ada satu pun daerah di Riau yang masuk kategori terjaga.
Kondisi kabupaten/kota ini sejalan dengan capaian Pemerintah Provinsi Riau yang juga masih berada di kategori rentan.
Hasil SPI 2025 menunjukkan nilai Pemprov Riau berada di angka 62,83 poin, turun 5,97 poin dibandingkan tahun sebelumnya.
Nilai tersebut merupakan hasil penilaian dari tiga kelompok responden, yakni internal, eksternal, dan pakar (eksper).
Dari ketiga komponen tersebut, penilaian responden pakar menjadi yang terendah dengan skor 55,72 poin.
Sementara komponen internal mencatat skor 70,41 poin, dan komponen eksternal memperoleh skor tertinggi, yakni 88,93 poin.
Dikutip dari laman kpk.go.id, Survei Penilaian Integritas (SPI) adalah survei yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengukur tingkat integritas dan potensi risiko korupsi di kementerian, lembaga, pemerintah daerah, serta BUMN.
Survei ini menjadi alat penting untuk menilai sejauh mana tata kelola pemerintahan berjalan bersih, transparan, dan akuntabel.
Merosotnya nilai integritas, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, menunjukkan masih adanya risiko serius dalam tata kelola pemerintahan, terutama terkait integritas, transparansi, dan pencegahan korupsi.
Untuk bisa naik ke kategori waspada, Pemprov Riau masih perlu meningkatkan nilai SPI setidaknya 10,17 poin.
Rilis SPI 2025 KPK ini menjadi peringatan keras bagi tata kelola pemerintahan di Provinsi Riau.
Kondisi semakin memprihatinkan karena hampir seluruh kabupaten/kota di Riau berada di zona merah atau wilayah dengan tingkat kerentanan korupsi tinggi.
Hanya Dumai dan Kampar yang berada di zona kuning, sementara tidak satu pun daerah di Riau masuk zona hijau.
Temuan SPI KPK tersebut sejalan dengan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2024 yang mencatat terdapat 93 temuan terkait ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta indikasi pemborosan dan inefisiensi anggaran.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau juga mencatat hingga tahun 2024 terdapat sekitar 31 kasus korupsi yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran, suap, dan gratifikasi, dengan jumlah tersangka mencapai sekitar 76 orang, tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Riau.
Ironisnya, tren tersebut belum menunjukkan perbaikan. Tahun 2025 justru diwarnai dengan pengembangan kasus dugaan SPPD fiktif DPRD Riau, serta Operasi Tangkap Tangan (OTT) di lingkungan PUPR Riau.
"Fakta ini semakin menegaskan bahwa korupsi di Riau bersifat sistemik, terorganisir, dan melibatkan aktor-aktor kunci kekuasaan," ujar Kordinator Fitra Riau Tarmidzi kepada tribunpekanbaru.com Minggu (14/12/2925).
FITRA Riau menilai rendahnya skor integritas disebabkan oleh komitmen antikorupsi yang masih bersifat formalitas dan tidak diterjemahkan dalam kebijakan serta praktik nyata.
"Kemudian Transparansi anggaran yang masih rendah, terutama pada belanja perjalanan dinas, proyek infrastruktur, dan belanja pengadaan," jelasnya.
Selain itu, Fitra menyoroti lemahnya pengawasan internal dan DPRD, minimnya tindak lanjut atas rekomendasi BPK, serta budaya impunitas.
"Budaya impunitas, di mana pelanggaran berulang tidak diikuti sanksi tegas dan efek jera," tegasnya.
Untuk keluar dari zona merah, Fitra Riau mendorong reformasi tata kelola anggaran secara menyeluruh dan membuka akses publik terhadap seluruh siklus APBD.
"Mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pelaporan dengan data yang mudah diakses dan dipahami," harapnya.
Tarmidzi juga menekankan pentingnya pembatasan belanja-belanja rawan korupsi, digitalisasi pengadaan, serta pelibatan publik dalam pengawasan.
"Pelibatan publik dan masyarakat sipil partisipasi masyarakat, media, dan organisasi masyarakat sipil harus dijamin sebagai bagian dari sistem pengawasan sosial," tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa rendahnya skor integritas bukan sekadar soal reputasi, melainkan ancaman serius bagi pelayanan publik dan masa depan pembangunan Riau.
"Jika tidak ada perubahan, korupsi akan terus menggerogoti APBD dan merampas hak dasar masyarakat," ujar Tarmidzi.
SPI adalah survei yang diselenggarakan secara nasional oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengukur persepsi dan tingkat integritas serta risiko korupsi di lingkungan pemerintahan, termasuk pemerintah provinsi, kabupaten/kota, kementerian/lembaga, serta BUMN.
Survei ini melibatkan responden internal (pegawai instansi), eksternal (pengguna layanan masyarakat), dan ahli/ekspert untuk mendapat gambaran yang lebih komprehensif mengenai integritas instansi publik.
Tujuan utamanya:
Hasil SPI dihitung dalam skor indeks 0–100, di mana semakin tinggi nilainya menggambarkan integritas yang lebih kuat dan risiko korupsi yang lebih rendah. Skor tersebut kemudian dikelompokkan dalam tiga kategori utama, yaitu:
1. Rentan (Merah)
Nilai: kurang dari 73,0
Arti:
Misalnya pemerintah daerah pada rata-rata masih berada di kategori rentan dalam hasil SPI 2024, dengan skor integritas nasional yang masih di bawah target, menunjukkan masih banyak kelemahan sistemik.
2. Waspada (Kuning)
Nilai: antara 73,0 – 77,9
Arti:
Instansi di kategori ini biasanya dianggap belum cukup kuat untuk mencegah celah praktik korupsi secara konsisten, tetapi setidaknya belum pada tingkat risiko tertinggi.
3. Terjaga (Hijau)
Nilai: 78,0 – 100
Arti:
Kategori ini menunjukkan instansi memiliki sistem pengendalian internal dan budaya kerja yang lebih kuat terhadap praktik antikorupsi.
SPI bukan hanya soal angka, hasilnya digunakan untuk:
KPK berharap hasil SPI dapat mendorong instansi yang berada di level Rentan naik ke Waspada, dan yang Waspada menuju Terjaga.
(Tribunpekanbaru.com/Syaiful Misgiono/Nasuha Nasution)