Menghitung Risiko dan Harapan Superholding BUMN Danantara: Tata Kelola, Investasi Hingga Monopoli
December 16, 2025 09:08 PM

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tiga peneliti Nagara Institute yakni Prof Dr Satya Arinanto, SH MH (Guru Besar FH UI); Dr Mohamad Dian Revindo, Ph D(LPEM FEB UI) dan Dr. R. Edi Sewandono, SH MH (SKSG UI) bicara tentang ‘Menghitung Risiko dan Harapan Superholding BUMN Danantara’.

Acara yang digelar Nagara Institute dan Akbar Faizal Uncensored (AFU) merupakan rangkaian Round Table Discussion (RTD) terkait Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Acara digelar di Hotel Sahid Raya & Convention Yogyakarta, Selasa (16/12/2025).

Prof Satya Arinanto, dari perspektif hukum menilai ada 12 poin penting terkait risiko superholding BUMN dan Danantara.

Beberapa poin itu di antaranya pengaturan nomenklatur, yang kedua penegasan kekuasaan.

“Lalu ada risiko tata kelola, korupsi, monopoli dan risiko investasi, resistensi BUMN dan risiko politisasi,” tegas Satya.

Sementara Edi Sewandono, menilai sebagian BUMN tumpang tindih antara bisnis dan rantai nilai yang dilakukan oleh BUMN dibidang perhotelan dan transportasi.

Berikutnya menurut Edi tentang perbedaan kinerja BUMN akibat salah urus yang kaitannya dengan politisasi.

Edi menilai Danantara belum siap menjadi lembaga pengelola dana investasi go international.

“Ini investasi karena kita mau go global, saya sampaikan bahwa kerentanan organ BPI Danantara itu sebanarnya bagaimana strukturnya belum menguasai investasi, masalah kaitnnya return and aset,” ujarnya.

Adanya praktik konflik kepentingan struktural Danantara serta kerentanan akuntabilitas lembaga tersebut juga menjadi catatan buruk baginya.

Ditambah lagi ketidakpastian indeks risiko menyangkut kedaulatan negara juga menambah kekhawatiran.

Selain tiga peneliti Nagara Institute, diskusi juga menghadirkan narasumber utama Dr  H Mukhamad Misbakhun, (Ketua Komisi XI DPR RI); Ir. Wijayanto Samirin (MPP Ekonomi/Pakar Kebijakan Publik); Ferry Latuhihin, M.Sc (Pakar Ekonomi); serta Prof. Wihana Kirana Jaya, M.Soc., Ph.D., (Guru Besar FEB UGM).

RTD Nagara Institute-AFU ini bertujuan untuk menggali informasi, pandangan, dan usulan solusi atas serangkaian pokok pertanyaan yang terbagi menjadi isu umum dan isu spesifik.

Pada lingkup umum, forum ini akan mengkaji masalah fundamental terkait apa saja yang menjadi tantangan utama pengaturan oleh Badan Pengaturan (BP) BUMN dan tantangan utama penatakelolaan BPI Danantara yang berpotensi berdampak pada kinerja BUMN di masa depan.

Selain itu, pendiskusian akan berfokus terhadap upaya yang tepat untuk memperkuat pengaturan usaha BUMN dan pengelolaan super holding agar mencapai optimalisasi kinerja operasional dan investasi.

Hal krusial lainnya yang menjadi sorotan oleh Direktur Eksekutif Nagara Institute, Akbar Faizal dan para peneliti Nagara Institute adalah bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk menjamin keterbukaan usaha dan akuntabilitas demi keberlangsungan BUMN.

Pada lingkup yang lebih spesifik, pembahasan akan menyentuh peran masing-masing perusahaan BUMN dalam menopang kinerja BPI Danantara ke arah super holding investasi dan operasional.

Pertanyaan mengenai sejauh mana kesiapan BPI Danantara dalam mendukung keberlanjutan usaha BUMN, termasuk mitigasi risiko, model dan proses bisnis, serta strategi investasi berbasis holdingisasi, akan dikupas tuntas.

Perbaikan dalam desain transformasi BUMN juga menjadi sorotan, meliputi perbaikan di sisi hukum/regulasi, perbaikan usaha, dan perbaikan kinerja.

Mekanisme perbaikan pada sistem penyaluran dan penggunaan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN, khususnya efektivitas dan efisiensi serta peran BP BUMN dan BPI Danantara, juga akan dianalisis.

Lebih lanjut, perbaikan yang diperlukan dalam penggunaan dividen untuk bisnis dan investasi—mencakup optimalisasi usaha, transparansi, dan akuntabilitas—serta perbaikan dalam penggunaan aset BUMN oleh superholding (optimalisasi, restrukturisasi, dan pendayagunaan aset) akan dibahas.

RTD ini juga mempertanyakan tantangan yang dihadapi dalam penggunaan aset BUMN sebagai ‘kekayaan negara yang dipisahkan’.

Hingga bagaimana BP BUMN dan BPI Danantara mengatur BUMN dalam menjawab kepentingan daerah terkait kemakmuran ekonomi. 

Acara di Yogyakarta ini digelar setelah sukses di Surabaya pada 2 Desember 2025 lalu.

RTD Nagara Institute-AFU di Kota Pelajar ini merupakan kelanjutan dari rangkaian diskusi publik nasional yang rencananya menyambangi sepuluh kota besar.

Forum ini sangat urgen, mengingat BPI Danantara menjadi sebuah identitas baru ekosistem Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang lahir dalam konteks pemerintahan Prabowo Subianto, kini menjadi entitas super holding raksasa.

Entitas tersebut mengelola tujuh BUMN induk/strategis dengan anak perusahaan yang mencapai 844 entitas, baik yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) maupun Perusahaan Umum (Perum).

Total nilai aset yang BPI Danantara kelola mencapai USD900 miliar, perkiraan angkanya pun akan terus meningkat seiring bertambahnya aset di bawah naungannya.

Sebagai entitas yang mengelola kekayaan publik dengan skala yang sangat masif, BPI Danantara wajib bertanggung jawab kepada publik atas semua kebijakan dan tindakannya.

Pengelolaan, kelembagaan, hingga pengawasan dan pertanggungjawaban menjadi isu sentral yang tak hanya menyoroti besaran dana modal sebesar seribu triliun rupiah sebagaimana tercantum dalam Pasal 3G Ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2025 Tentang BUMN, tetapi juga tata kelolanya. (hda)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.