WARTAKOTALIVE.COM - Pemerintah akan mengubah tanah Papua menjadi lahan persawahan sehingga bisa menyumbang target swasembada pangan di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman usai rapat dengan Presiden RI Prabowo Subianto dan kepala daerah se-Papua di Istana Negara, Jakarta pada Selasa (16/12/2025).
Amran menjelaskan bahwa pemerintah berambisi bisa menciptakan swasembada pangan untuk Papua paling lambat tiga tahun ke depan.
Sebab kata Amran, Papua butuh 660 ribu ton beras pertahun untuk kebutuhan pangan masyarakatnya.
“Jadi kami ingin swasembada kan Papua paling lambat tiga tahun, kalau bisa dua tahun. Karena Papua butuh 660 ribu ton beras pertahun,” jelasnya seperti dimuat Youtube Sekretariat Presiden RI.
Saat ini kata Amran, Papua hanya memproduksi 120 ribu ton beras pertahunnya. Sehingga ada kekurangan 540 ribu ton beras.
Guna menutup kekurangan tersebut, pemerintah akan melakukan pencetakan sawah baru secara masif.
“Nah, 500 ribu ton membutuhkan sawah 100 ribu ton. Kita sudah bagi Papua Selatan, Papua, dan Papua Barat. Bahkan 6 provinsi juga memohon untuk cetak sawah. Insyaallah, paling tiga tahun, bisa jadi dua tahun selesai 100 ribu sehingga Papua adalah swasembada pangan,” ungkap Mentan.
Lebih lanjut, Mentan menyampaikan visi besar pemerintah dalam membangun kemandirian pangan di seluruh wilayah Indonesia.
Ia menyebut swasembada pangan di setiap pulau, tanpa ketergantungan distribusi antarwilayah, merupakan solusi permanen untuk menjaga stabilitas pasokan dan mengendalikan inflasi nasional.
“Mimpi kita adalah seluruh pulau-pulau, Kalimantan sudah, Sulawesi sudah, Sumatra sudah swasembada, Jawa surplus. Mimpi kita, seluruh Indonesia swasembada pangan, sehingga dia ngangkut, itu tidak ada diangkut antara pulau. Dan ini adalah solusi permanen masalah inflasi,” tegasnya.
Selain beras, pemerintah juga akan mengoptimalkan potensi pangan lokal Papua melalui revitalisasi industri sagu. Mentan menyebutkan bahwa pabrik sagu di Sorong akan kembali diaktifkan.
“Kemudian tadi ada perbaikan pabrik sagu. Kita akan selesaikan di Sorong. Kita akan aktifkan kembali. Sudah dibangun, tetapi harus diaktifkan kembali,” pungkasnya.
Langkah-langkah tersebut diharapkan menjadi fondasi kuat bagi percepatan pembangunan Papua sekaligus memperkokoh ketahanan dan kemandirian pangan nasional.
Lahan sawah sendiri tidak identik dengan masyarakat dan tanah Papua.
Wacana pembangunan sawah di Papua sendiri sempat mendapatkan penolakan dari warga adat tepatnya di Distrik Pisugi, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan.
Dimuat situs WalhiPapua, warga menegaskan penolakan terhadap proyek cetak sawah seluas 76 hektare yang direncanakan di wilayah Wesaima, Distrik Wita Waya, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.
Warga menilai proyek tersebut mengancam kelestarian tanah adat dan ruang hidup masyarakat setempat.
Baca juga: Prabowo Bidik Papua Harus Tanam Sawit untuk Basis Energi Nasional
Penolakan itu ditandai dengan pemasangan papan larangan bertuliskan: “Dilarang membuka lahan sawah di lokasi ini tanpa kompromi dengan pemegang hak ulayat dan masyarakat setempat.”
Tokoh masyarakat Pisugi, Kornelis Oagay, menegaskan bahwa tanah adat tidak boleh disentuh tanpa persetujuan pemilik hak ulayat.
“Kami menolak rencana cetak sawah di wilayah adat kami. Tanah ini bukan milik pemerintah, bukan milik investor, tapi milik leluhur kami. Tanah adalah mama — sumber hidup yang harus dijaga, bukan dijual,” tegas Kornelis Oagay di Wamena, Senin (3/11/2025).
Ia meminta pemerintah daerah dan pihak pelaksana proyek untuk menghentikan segala bentuk aktivitas pembukaan lahan sebelum ada kesepakatan yang sah dengan masyarakat adat.
“Jangan paksakan program atas nama pembangunan jika merampas hak hidup orang asli Papua. Kami akan tetap jaga tanah ini,” tambahnya.
Masyarakat Distrik Pisugi berharap pemerintah menghormati prinsip hak ulayat dan memastikan setiap kebijakan pembangunan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan serta nilai-nilai adat yang hidup di tengah masyarakat.