TRIBUN-BALI.COM – Forum Swakelola Sampah Bali atau Forkom SSB menunda menggelar aksi demo di depan Kantor Gubernur dan DPRD Bali, hari ini (Kamis, 18/12). Aksi demo tersebut sebebagai bentuk protes rencana penutupan TPA Suwung, Kota Denpasar.
Forkom SSB menunda aksi protes rencana penutupan TPA Suwung tersebut setelah melakukan audiensi dengan Gubernur Bali, Wayan Koster pada Rabu (17/12). Koordinator Forkom SSB, I Wayan Suarta mengungkapkan, mereka menahan niat untuk aksi karena sudah bertemu Gubernur Bali, Wayan Koster.
“Tidak (aksi demo). Kami tunggu hasil keputusan dari Kementerian Lingkungan Hidup sampai tanggal 23 Desember 2025,” jelas Suarta, kemarin.
Suarta menyatakan, telah bertemu Koster kemarin pukul 11.00 wita. Koster menyampaikan hasil rapat dengan Bupati Badung dan Wali Kota Denpasar yang meminta penundaan penutupan TPA Suwung.
Baca juga: BAHAYA Hutan Bali Barat Mulai Gundul, Minta Pansus TRAP Tengok ke Bali Barat, Ada Bekas Alat Berat?
Baca juga: RAWAN Longsor Jalan Bukit Abah Klungkung, Kendaraan Bermuatan Berat Perparah Kondisi Kerusakan!
“Kami diterima Pak Gub dalam suasana adem penuh kekeluargaan, intinya dari pemerintah kota dan Badung hasil rapat mereka dengan Pak Gub sedang berproses dan bersurat ke Kementerian Lingkungan Hidup agar bisa penutupan TPA tanggal 23 Desember 2025 sebelum ada solusi supaya ditunda,” ujarnya.
Terkait hal itu Gubernur Koster meminta kepada Forkom SSB untuk tidak melakukan aksi demo dan disarankan agar menunggu hasil yang sedang berproses dari pemerinah pusat. “Sampai tanggal 23 Desember 2025. Dan kalau proses itu gagal, maka kami di forum akan melakukan aksi demo,” ujarnya.
Suarta menjelaskan, hasil audiensi dengan Gubernur Bali tetap menyatakan TPA Suwung harus segera ditutup sebab menerapkan sistem open dumping. Jika penutupan TPA Suwung tidak diberlakukan maka Kepala Dinas KLH dan kepala UPTD TPA Suwung akan menjadi tersangka dan diproses secara hukum.
Saat itu Gubernur Bali telah meminta kerenggangan waktu kurang lebih 6 bulan atau 180 hari untuk melakukan kegiatan penutupan atau open dumping dengan mempergunakan tanah uruk.
Dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Koster berjanji operasional TPA Suwung mulai dari 23 Mei 2025 akan berakhir hingga tanggal 23 Desember 2025 sehingga sudah jatuh tempo.
“Dalam masalah penutup TPA ini kan masih banyak ini jadi masalah di masyarakat, resah, gelisah semua masyarakat. Apalagi Swakelola sampah ini, kan mengais rejeki dari situ, payuk jakan-nya dari sana, jadi gelisah,” katanya.
Suarta mengatakan, saat ini yang dapat menyelesaikan masalah tersebut adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung. Terlebih, Pemkot Denpasar dan Pemkab Badung sedang melakukan negosiasi melalui surat yang ditunjukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup.
Oleh karena itu, Forkom SSB disarankan Koster menunggu proses tersebut sampai tanggal 23 Desember 2025. “Artinya kita tidak dikasih untuk melakukan aksi-aksi demo itu dulu sebelum tanggal 23 Desember 2025,” kata dia.
Menurutnya, dalam hal ini untuk mengatasi sampah masyarakat tak akan bisa tuntas karena sampah terlalu banyak daripada penyerapan, kegiatan atau proses, serta pengolahannya. Baik itu di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) dan teba modern.
Apalagi, karena sudah ada 3 TPST yang modalnya cukup besar hampir di atas Rp 100 miliar, namun ketiganya tidak bisa maksimal.
Bahkan bisa dikatakan gagal atau mangkrak seperti di TPST Kertalangu, Tahura dan di Padangsambian Kaja. Sehingga tidak serta-merta bisa menyelesaikan masalah, artinya tetap pengelolaan sampah ketergantungan dengan TPA.
“Buktinya juga seperti di Badung, sudah berusaha dari 600 sekian ton per hari sampah yang mereka produksi, baru sampai 400 ton saja bisa dia serap itu, baik melalui TPS3R atau apapun itu namanya,” kata dia.
“Terus sisanya 200 ton sekian dibuang ke TPA, nah itu belum sampah di pasar. Oleh karena itu, dia pikir cuma satu-satu yang bisa menyelesaikan masalah ini adalah insenerator yang ukuran besar seperti yang sekarang ini kita sedang tunggu-tunggu,” tandasnya.
Sebelum Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) terwujud, Forkom SSB meminta kepada pemerintah agar jangan dulu menutup TPA Suwung yang melayani wilayah Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita). Sebab, saat ini sudah hampir dekat libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2026, serta cuaca yang tidak menentu. (sar)
Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar telah bersurat ke Kementerian Lingkungan Hidup (LH) terkait Instruksi Gubernur Bali untuk melakukan penutupan TPA Suwung pada 23 Desember 2025. Sebelumnya, tindak lanjut serupa dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung.
Hal itu dikatakan Wakil Walikota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa saat ditemui di sela-sela acara Penandatanganan Nota Kesepahaman (MOU) antara Kepala Kejaksaan Tinggi Bali dengan Gubernur Bali, penandatanganan Perjanjian Kerja Sosial (PKS) antara Kepala Kejaksaan Negeri se-wilayah Bali di Gedung Wiswa Sabha Utama (Kantor Gubernur Provinsi Bali), Rabu (17/12).
Kadek Agus mengatakan Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara telah mengirimkan surat ke Kementerian LH sekitar tiga hari lalu.
“Pak Wali bersurat langsung ke Kementerian LH untuk menyampaikan bahwa kesiapan apa saja yang dilakukan Kota Denpasar untuk pengelolaan sampah berbasis sumber kemudian masih ada sisa sampah yang belum bisa kita kelola dari sumbernya yang harus kita buang ke TPA Suwung permohonan itu yang disampaikan langsung ke Kementerian LH,” jelas Kadek Agus.
Disebutkan, jumlah sampah yang dihasilkan Denpasar menyentuh angka 700 ton per hari dan total sampah yang masuk ke TPA Suwung sekitar 1.050 ton per hari. Sampah tersebut terdiri dari sampah sungai rata-rata 25-30 ton per hari, sampah laut Sanur, juga sampah dari fasilitas umum.
Ditanya apakah tindak lanjut jika KLH tidak memberikan izin agar TPA Suwung tetap beroperasi, Kadek Agus mengaku masih optimistis menunggu.
“Kami optimis menunggu, kita optimalkan seperti yang sudah Pak Wali Kota sampaikan telah menyiapkan armada hampir 60 truk. Kalau ada alternatif tempat membuang sampah kita akan angkut di tempat alternatif itu, kita izin ke Kementerian LH,” bebernya.
Instruksi Gubernur dinilai berat sebab aturan dari Kementerian LH tidak memperbolehkan membuka TPA baru. “Karena aturan dari KLH tidak boleh membuka TPA baru meskipun punya lahan,” pungkasnya. (sar)
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Denpasar, Ida Bagus Gede Sidartha Putra menanggapi ajakan Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar untuk mengelola sampah secara mandiri.
Pihaknya mengaku menyambut baik ajakan Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara untuk mengolah sampah secara mandiri baik itu untuk industri termasuk rumah tangga. Pihaknya menyetujui sampah yang keluar harus ada proses pemilahan sebelum dibuang.
Terkait dengan sektor pariwisata, khususnya hotel dan restoran, utamanya yang menjadi anggota PHRI, sudah mengolah sampahnya sejak lama. “Terutama untuk perusahaan besar yang memiliki support financial atau change international, mereka sudah punya standarisasi tentang pengolahan limbah atau sampah,” katanya, Rabu (17/12).
Gusde panggilan akrabnya menjabarkan pengolahan limbah di hotel yang dilakukan selama ini. Pertama, untuk limbah cair atau dapur, kata dia masuk ke tangki yang akan dilakukan pembusukan dengan memberikan elmusi. Setelah diproses limbah dibawa ke Proyek Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Denpasar (DSDP).
Kemudian limbah minyak jelantah, bekerja sama dengan pihak ketiga akan diolah menjadi biogas. Dengan demikian minyak jelantah tidak akan meracuni masyarakat atau dimanfaatkan pedagang kaki lima. Sementara untuk sampah B3, hotel bekerjasama dengan pihak ketiga.
“Kalau sampah organik itu untuk hotelnya gede mereka mengolah sendiri seperti daun hasil pemangkasan dijadikan kompos. Ada juga yang bekerjasama dengan TPS3R. Di Sanur ini ada 2 TPS3R,” katanya.
Ia menambahkan, pengolahan sampah di hotel juga menjadi salah satu syarat dari travel agent sehingga mau tidak mau harus dilakukan.
“Makanya kita sambut kalau ada ajakan Wali Kota, kita sudah lebih dulu melakukannya. Justru yang sekarang ini mungkin di masyarakat, di rumah tangga itu kalau diakumulasi cukup besar. Kita di industri lebih gampang. Kita satu komponen, manajemen ada dan anggarannya ada,” katanya. (sup)