BANGKAPOS.COM - Eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim didakwa korupsi anggaran pengadaan laptop berbasis Chromebook.
Dalam kasus ini, Nadiem disebut memperkaya diri sendiri hingga Rp 809,5 miliar.
Total kerugian negara dalam kasus korupsi Chromebook senilai Rp 2,1 triliun.
Hasil perhitungan kerugian ini berasal dari angka kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 (1,5 triliun) serta pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621.387.678.730 (621 miliar).
Selain Nadiem Makarim, kasus ini melibatkan 24 terdakwa lainnya baik perorangan maupun korporasi.
Berikut fakta-fakta kasus korupsi laptop Chromebook di Kemendikbudristek tahun anggaran 2019-2022:
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan, pengadaan laptop berbasis Chromebook semata-mata untuk kepentingan Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Hal ini diketahui saat JPU membacakan surat dakwaan atas nama Sri Wahyuningsih, selaku Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021.
Jaksa mengatakan, sejak awal, Nadiem telah mengetahui bahwa laptop Chromebook tidak bisa digunakan untuk siswa dan guru di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal)
“Sedangkan, terdakwa Nadiem Anwar Makarim mengetahui laptop Chromebook dengan sistem operasi Chrome tidak bisa digunakan oleh siswa dan guru dalam proses belajar mengajar, khususnya di daerah 3T,” ujar jaksa.
Hal ini karena laptop Chromebook membutuhkan sinyal internet yang memadai agar dapat beroperasi. Sementara itu, aksesibilitas internet di Indonesia belum merata.
Dalam kasus ini, Nadiem disebut memperkaya diri sendiri hingga Rp 809,5 miliar.
Hal tersebut dapat dilihat dari kekayaan terdakwa Nadiem Anwar Makarim yang tercatat dalam LHKPN pada tahun 2022, perolehan harta jenis surat berharga sebesar Rp 5.590.317.273.184,” imbuh jaksa.
Arahan ini Nadiem sampaikan melalui sebuah grup WhatsApp bernama “Merdeka Platform” yang berisi tim dari Govtech atau Warung Teknologi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap bahwa Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim pernah mengadakan sebuah rapat tertutup dan rahasia untuk membahas pengadaan laptop berbasis Chromebook.
"Adapun undangan rapat zoom meeting tersebut dibuat secara tidak lazim, yaitu bersifat tertutup dan rahasia serta memerintahkan peserta rapat untuk menggunakan headset atau berada di ruangan tertutup yang tidak didengar oleh orang lain,” kata jaksa.dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Rapat ini dilangsungkan pada 6 Mei 2020 dan diikuti oleh Nadiem Anwar Makarim, Jurist Tan, Fiona Handayani, Ibrahim Arief alias Ibam, Anindito Aditomo alias Nino, Hamid Muhammad, dan Totok Suprayitno.
Dalam rapat itu, Ibam diminta untuk mempresentasikan soal pengadaan TIK menggunakan sistem operasi Chrome.
“Pada rapat zoom meeting tersebut, peserta rapat tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dengan posisi video dalam keadaan off, kecuali Ibrahim Arief alias Ibam, dan rapat zoom meeting tersebut tidak boleh direkam,” ujar jaksa.
Dalam rapat itu, Ibam menjelaskan beberapa topik yang pada intinya menyebutkan bahwa Chromebook dengan sistem operasi Chrome, termasuk Chrome Device Management (CDM) atau Chrome Education Upgrade, lebih unggul dari sistem operasi Windows dalam Single Digital Platform.
“Kemudian, terdakwa Nadiem Anwar Makarim menyatakan, ‘go ahead with Chromebook,’” imbuh jaksa.
Keputusan ini dinilai bermasalah karena pemilihan Chromebook dengan sistem operasi Chrome tidak berdasarkan pada identifikasi kebutuhan. Pengadaan ini juga telah diarahkan menggunakan sistem operasi Chrome, termasuk Chrome Device Management (CDM) / Chrome Education Upgrade, yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat bagi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.
Dua produk ini juga telah dinyatakan gagal dan tidak lulus uji coba yang dilakukan Kemendikbud pada zaman Muhadjir Effendy pada tahun 2018.
3. Nadiem Makarim Copot Dua Pejabat Kemendikbudristek
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan, eks Mendikbudristek Nadiem Makarim mencopot dua pejabat Kemendikbudristek karena tidak mengikuti arahannya dalam pengadaan laptop berbasis Chromebook.
"Pada tanggal 2 Juni 2020, terdakwa Nadiem Anwar Makarim mengganti dua pejabat Eselon 2 di Kemendikbud, yaitu pertama, Direktur SD pada Ditjen PAUDasmen dari Khamim kepada Sri Wahyuningsih berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 47383/MPK/RHS/KP/2020,” ujar salah satu jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Pejabat kedua yang diganti adalah Direktur SMP pada Ditjen PAUDasmen Poppy Dewi Puspitawati yang digantikan oleh Mulyatsyah.
Jaksa mengungkapkan, dua pejabat ini diganti karena mereka tidak sependapat dengan Nadiem soal pengadaan laptop Chromebook.
“Salah satu alasan terdakwa Nadiem Anwar Makarim mengganti pejabat Eselon 2 di antaranya Poppy Dewi Puspitawati karena berbeda pendapat terkait hasil kajian teknis yang tidak sesuai dengan arahan terdakwa Nadiem Anwar Makarim. (Poppy) tidak setuju jika pengadaan merujuk kepada satu produk tertentu,” jelas jaksa.
Akibatnya, Poppy diganti dengan Mulyatsyah yang sudah menandatangani pengantar Juknis Pengadaan Peralatan TIK SMP Tahun Anggaran 2020 tertanggal 15 Mei 2020.
Keduanya disebut pernah mempengaruhi sejumlah pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk memilih Chromebook sebagai barang yang akan dibeli oleh Kemendikbudristek.
Kini, Sri dan Mulyastsyah bersama Nadiem dan eks konsultan teknologi Kemendikbudristek Ibrahim Arief telah berstatus sebagai terdakwa kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook.
Saat itu, Kemendikbud memang sedang memiliki program digitalisasi pendidikan pengadaan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) Tahun 2018 untuk daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Salah satu kendala terbesar adalah untuk mengoperasikan Chromebook butuh sambungan internet yang memadai.
Karena program menyasar daerah 3T, produk ini kesulitan menjalankan perannya mengingat keterbatasan internet di wilayah target pengadaan.
“Bahwa pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chrome terdapat kelemahan-kelemahan di sekolah-sekolah penerima bantuan dan akan tidak tercapainya tujuan arah pembangunan jangka menengah di bidang pendidikan,” lanjut jaksa.
Atas alasan ini, Muhadjir Effendy tidak menyertakan Chromebook dalam perencanaan pengadaan.
“Maka pada tanggal 22 Januari 2019 Mendikbud RI Muhadjir Effendy menerbitkan Permendikbud Nomor 3 tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler yang di mana pembelian komputer desktop dan laptop sebagai alat multimedia pembelajaran sistem operasinya tidak menyebutkan Chrome OS,” kata jaksa.
Seiring berjalan waktu, Muhadjir digantikan Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristek pada Oktober 2019.
Pengadaan Chromebook dijalankan oleh Nadiem setelah ia menjadi menteri.
JPU mendakwa Nadiem dan tiga terdakwa lainnya telah menyebabkan kerugian negara Rp 2,1 triliun.
Pada hari itu, jaksa membacakan dakwaan untuk Ibrahim, Mulyatsyah, dan Sri, sedangkan Nadiem baru mengikuti sidang perdana pada pekan depan karena tengah dirawat di rumah satki.
Sementara itu, ada satu tersangka lain dalam perkara ini, Jurist Tan, yang berkas perkaranya belum dilimpahkan karena masih berstatus buron.
Para terdakwa diancam dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Kompas.com/Shela Octavia, Robertus Belarminus, Ardito Ramadhan)