DI saat masyarakat Aceh diuji oleh bencana alam, seharus-nya empati dan gotong-royong menjadi pegangan bersama. Namun kenyataannya, masih ada pihak-pihak yang justru memanfaatkan situasi darurat untuk melakukan pencurian dan perusakan fasilitas publik.
Perbuatan ini bukan saja melanggar hukum, tetapi juga mencederai rasa kemanusiaan dan nilai-nilai keacehan yang menjunjung tinggi kebersamaan.
Langkah tegas Polresta Banda Aceh yang menyatakan tidak akan berkompromi terhadap pelaku pencurian dan perusakan fasilitas publik, khususnya saat bencana, patut kita dukung sepe-nuhnya. Fasilitas umum seperti listrik, air bersih, jaringan komu-nikasi, dan transportasi adalah kebutuhan dasar masyarakat.
Ketika fasilitas ini terganggu, yang menjadi korban bukan ha-nya negara, tetapi rakyat kecil yang sedang berjuang bertahan.
Hukum telah mengatur dengan jelas sanksi bagi pelaku ke-jahatan, terlebih bagi mereka yang memanfaatkan kondisi bencana untuk kepentingan pribadi. Penegakan hukum yang tegas di masa darurat adalah bentuk perlindungan negara ter-hadap warganya, sekaligus peringatan bahwa penderitaan masyarakat tidak boleh dijadikan ladang keuntungan.
Namun demikian, aparat kepolisian tidak bisa bekerja sendiri. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjaga fasili-tas publik di lingkungan masing-masing. Sikap saling mengingat-kan, kepedulian, serta keberanian melapor jika melihat tindak kejahatan menjadi kunci menjaga ketertiban bersama.
Bencana seharusnya menjadi momentum memperkuat soli-daritas sosial, bukan memperlihatkan wajah serakah. Dukungan terhadap langkah tegas aparat penegak hukum adalah bentuk keberpihakan kita pada kepentingan masyarakat luas.
Sebelumnya, Polresta Banda Aceh menegaskan akan me-nindak tegas pelaku pencurian dan perusakan fasilitas pub-lik, terutama yang terjadi saat situasi bencana. Aksi kriminal semacam ini dinilai sangat merugikan masyarakat dan dapat menghambat proses pemulihan pascabencana.
Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Parmohonan Harahap SH, mengatakan bahwa perlindungan terhadap aset pelayanan publik menjadi prioritas utama pihak kepolisian. Ia menyebutkan bahwa dalam kondisi normal saja, tindakan pen-curian telah diatur secara jelas dalam Pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun.
Sementara itu, perusakan fasilitas publik seperti halte transportasi, instalasi kelistrikan, atau infrastruktur layanan publik lainnya dapat diancam hukuman pidana penjara hingga 2 tahun 8 bulan berdasarkan Pasal 406 KUHP.˛
“Bagi mereka yang memanfaatkan keadaan bencana ban-jir, longsor, gempa bumi, atau tsunami dan lain-lain, untuk melakukan pencurian akan menerima sanksi yang lebih be-rat. Pasal 363 KUHP menetapkan ancaman hukuman yang le-bih tinggi, pidana penjara maksimal 7 tahun,” tegasnya, saat dihubungi, Selasa (16/12/2025).
Kasat Reskrim itu menyoroti pentingnya kesadaran ma-syarakat, untuk tidak memanfaatkan situasi darurat demi keuntungan pribadi. Ia menegaskan, kepolisian tidak akan berkompromi dengan pelaku kejahatan yang merusak atau mencuri fasilitas publik terlebih saat situasi bencana, sebab tindakan semacam ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengorbankan keselamatan banyak orang.
Untuk itu, sekali lagi, kita mengingatkan bahwa Aceh hanya bisa bangkit dari bencana jika seluruh elemen bersatu menjaga keamanan, ketertiban, dan nilai kemanusiaan. Semoga!
POJOK
Polresta Banda Aceh ancam pidana berat bagi pen-curi fasilitas publik saat bencana
Mereka itu penyakit, layak dibuang ke Nusakamban-gan saja
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto tinjau lokasi banjir di Langkahan
Bagaimana Pak, sesuai dengan yang beredar di Medos?
Kemenkeu buka opsi pemutihan utang bagi daerah terdampak banjir Sumatera
Yang jadi masalah, utang dengan tetangga tak sanggup bayar, tahu?