Oleh :
Dr.Wahyu Maulid Adha (LE Kemenkeu Sulawesi Barat)
TRIBUN-SULBAR.COM - Kinerja fiskal regional Sulawesi Barat hingga 30 November 2025 memperlihatkan wajah ekonomi yang kontras: di satu sisi, pendapatan negara melonjak melampaui target berkat rekor ekspor komoditas, namun di sisi lain, penyerapan belanja justru mengalami kontraksi yang mengkhawatirkan.
Laporan Asset & Liability Committee (ALCo) terbaru mencatat realisasi pendapatan dan hibah APBN di Sulawesi Barat berhasil melampaui target, mencapai Rp1.233,09 miliar atau 101,59 persen dari target, tumbuh 9,62 persen (yoy).
Kinerja ini ditopang kuat oleh sektor perpajakan, khususnya penerimaan Bea Keluar yang melonjak fantastis sebesar 396,36 persen (yoy), dengan realisasi mencapai Rp440,98 miliar.
Baca juga: Buaya Muara Bertelur di Pinggir Jl Tani Jawi-jawi Desa Kire Mateng, 38 Butir Telur Dievekuasi
Baca juga: 3 Shio Hari Ini Diganjar Kemakmuran, Naga Dapat Proyek Baru, Kambing Dapat Dukungan dari Sahabat
Peningkatan ini didorong oleh membesarnya volume ekspor CPO dan produk turunannya seiring kenaikan harga referensi komoditas tersebut.
Kinerja positif juga ditunjukkan oleh Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tumbuh 29,74 persen (yoy).
Namun, lonjakan pendapatan ini dibayangi oleh realisasi Belanja Negara yang justru terkontraksi sebesar 12,55 persen (yoy), dengan total realisasi Rp8.764,34 miliar.
Kontraksi Belanja Negara dipicu oleh rendahnya penyerapan pada Belanja Pemerintah Pusat (BPP) yang anjlok 25,87 persen (yoy), terutama pada Belanja Modal dan Belanja Barang.
Sejumlah Satuan Kerja (Satker) dengan pagu besar, seperti Pelaksanaan Prasarana Strategis dan Universitas Sulawesi Barat, mencatatkan realisasi belanja modal yang masih rendah (58,96 persen dari pagu).
Keterlambatan ini disebabkan oleh Anggaran Belanja Tambahan (ABT) yang terbit terlambat dan adanya kesalahan pembebanan COA pada kontrak awal, mempersempit waktu pelaksanaan kegiatan.
Selain itu, Transfer ke Daerah (TKD) juga terkontraksi 4,82 persen (yoy).
Di sisi APBD, realisasi Belanja Daerah juga terkontraksi 2,79 persen (yoy), dengan penyerapan hanya 73,11 persen dari pagu. Porsi belanja didominasi oleh Belanja Operasi (79,30 persen) yang utamanya dialokasikan untuk belanja pegawai. Rendahnya rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan daerah (14,47 persen) turut menegaskan tingginya ketergantungan fiskal Sulawesi Barat pada dana transfer APBN.
ALCO merekomendasikan percepatan penyerapan belanja modal dan belanja barang baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Percepatan penyaluran TKD juga perlu diintensifkan melalui koordinasi yang lebih baik dengan Pemda.
Isu penting lainnya adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Meskipun sudah beroperasi di 99 Sekolah Penyelenggara Program Gizi (SPPG).
Pada Laporan ALCO dilakukan analisis regresi untuk menganalisis hububungan antara NTP (Nilai Tukar Petani) dengan progrman Makanan Bergizi Gratisi (MBG) di Sulawesi Barat dan menunjukkan program ini belum memberi dampak positif signifikan terhadap kesejahteraan petani yang diukur melalui Nilai Tukar Petani (NTP).
Hal ini mengindikasikan bahwa pasokan bahan baku MBG masih didatangkan dari luar daerah, bukan dari petani lokal.
Laporan ALCO mengidentifikasi dua isu utama dalam pelaksanaan program MBG yang menghambat dampak ekonomi local:
1. Yayasan mitra kesulitan mendapatkan lahan/lokasi untuk pendirian dapur MBG.
2. Sebagian besar bahan baku makanan untuk program MBG di Sulawesi Barat masih didatangkan dari luar daerah. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya bahan pangan lokal yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan program.
Temuan paling kritis muncul dari analisis regresi deret waktu (Time Series Regression Analysis) yang menguji pengaruh belanja MBG dan Indeks Harga Konsumen (IHK) terhadap Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Barat.
Kesimpulan dari temuan ini adalah bahwa program MBG belum dapat dirasakan manfaatnya oleh petani di Sulbar, karena rantai pasoknya tidak didominasi oleh produk pertanian local di Sulawesi Barat.
Pada akhirnya ALCo merekomendasikan langkah konkret untuk menyelamatkan momentum ekonomi akhir tahun sebagai berikut:
1.Pemerintah Pusat dan Daerah harus segera mengeksekusi belanja modal dan barang yang masih rendah melalui one-on-one meeting dan langkah akhir tahun yang intensif.
2. Mendorong hilirisasi industri untuk meningkatkan PAD dan mengurangi ketergantungan pada transfer pusat.
3. Melakukan business matching antara pengelola program MBG dengan petani lokal agar rantai pasok pangan bersumber dari hasil bumi Sulawesi Barat sendiri. (*)