TRIBUN-BALI.COM - Hujan ekstrem yang terjadi di Bali beberapa hari belakangan menyebabkan sejumlah rumah warga alami kebanjiran. Beberapa Kabupaten/Kota mengalami bencana banjir seperti Kabupaten Badung, Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Karangasem, hingga Jembrana.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bali, Nusakti Yasa Wedha menjelaskan apa penyebab banjir terjadi di Bali. Di antaranya, fungsi drainase jalan direncanakan menampung run off atau air permukaan jalan dan selanjutnya mengaliri air pada sungai terdekat.
“Sejauh ini drainase jalan sudah berfungsi dengan baik. Namun tingginya volume air yang harus ditampung dari catchment area yang luas, juga akibat perubahan tata guna lahan tentunya memberi dampak pada ketidak mampuan draianse jalan dalam menampung air sesuai kapasitas yang telah direncanakan,” jelas Nusakti, Kamis (18/12).
Lebih lanjut ia mengatakan, drainase jalan didesain menampung run off air permukaan jalan. Sehingga di beberapa lokasi terjadi luapnya air dari saluran irigasi ke sistem drainase jalan. Kondisi ini terjadi karena debit air pada saluran irigasi melebihi kapasitas.
Baca juga: CUACA Buruk Hujan Deras & Awan Gelap, Pelabuhan Gilimanuk Ditutup 18 Menit!
Baca juga: HARGA Cabai dan Bawang Merah Turun Jelang Nataru, Harga Bawang Putih Hingga Daging Ayam Naik!
“Juga terdapat beberapa kondisi adanya penggabungan fungsi antara saluran irigasi dan saluran drainase. Di mana pada prinsipnya saluran irigasi adalah menaikkan muka air untuk mengairi per sawah. Sementara drainase bertujuan menurunkan muka air untuk mencegah genangan,” bebernya.
Semestinya, kata Nusakti, saluran irigasi dan saluran drainase tidak boleh digabungkan. Demikian juga manajemen penanganan sampah yang masuk ke dalam saluran.
“Sudah sangat diperlukan pembangunan sistem drainase permukiman/perkotaan tersendiri yang terpisah dengan drainase jalan dan saluran irigasi. Saat ini kami terus mengupayakan perbaikan drainase yang rusak dan pembersihan sedimen secara rutin,” tutupnya.
Sementara itu, Pengamat Isu Perkotaan sekaligus Akademisi Fakultas Teknik dan Perencanaan Universitas Warmadewa, Gede Maha Putra mengatakan, BMKG telah mengingatkan cuaca ekstrem menyelimuti wilayah Bali di akhir tahun 2025.
“Persiapan-persiapan harus dilakukan untuk menghadapi kondisi terburuk yang mungkin timbul akibat cuaca ini. Kondisi cuaca umumnya berupa siklus. Misalnya, musim hujan umumnya terjadi menjelang akhir hingga awal tahun sekitar Oktober sampai Maret,” jelasnya.
Banjir terjadi berulang setiap tahun di Bali, hanya saja kondisinya ada yang membawa hujan ekstrem dan ada yang tidak. Tetapi, setidaknya siklus ini bisa dibaca.
Lebih lanjutnya ia mengatakan dapat dipahami bahwa sistem penganggaran mengikuti pola sistem pertanggungjawaban tahunan, tetapi hal ini sebaiknya disesuaikan lagi agar masalah banjir tidak terulang. Proyek drainase sebetulnya terkait dengan timing atau dimensi waktu.
“Dari sisi keruangan, pembangunan kita juga terlihat belum terkoordinasi dengan baik. Dalam hal banjir, pertimbangan hujan dan luapan air jarang dimasukkan dalam proses perizinan. Kalaupun masuk, lebih banyak sebagai formalitas,” paparnya.
Mengenai saluran irigasi yang bergabung dengan saluran drainase, hal ini sepertinya tidak terhindarkan karena sawah-sawah banyak yang beralih.
Irigasi yang tadinya mengairi sawah sekarang dialihkan ke saluran drainase karena sawahnya sudah hilang. Pengalihan ini bisa saja tidak direncanakan dengan baik tetapi airnya dialirkan saja ke saluran irigasi yang sudah ada.
“Kita, dengan semakin kecilnya ruang untuk resapan, perlu memikirkan ulang perencanaan tata ruang menjadi lebih sensitif terhadap air hujan. Jika selama ini tata ruang lebih berfokus pada pengaturan investasi, maka sekarang unsur serta pertimbangan pencegahan bencana terutama banjir harus mulai dimasukkan,” kata, dia.
Proyek-proyek yang berfokus pada mitigasi bencana banjir sudah lama tidak dijalankan. Menurutnya, sekarang harus ada proyek besar yang dapat tangani banjir.
Proyek seperti penyediaan danau buatan, kanal air saat terjadi banjir, dan usaha untuk membuat taman-taman kota menjadi lebih porous sehingga mampu menahan lebih banyak air sudah perlu untuk dipikirkan.
“Proyek-proyek perbaikan drainase banyak di akhir tahun karena beberapa kemungkinan pertama sistem anggaran, dana baru keluar menjelang akhir tahun.
Proses perencanaan dilakukan di awal tahun, kemudian pelaksanaannya menjelang akhir tahun. Bisa juga karena pekerjaan lapangan yang molor. Jadi, pertimbangannya bukan pada siklus musim tetapi pada politik anggaran,” pungkasnya. (sar)