TRIBUNTRENDS.COM - Kisah haru datang dari Almahdi Rahman, bocah yang sehari-hari membantu keluarga dengan mencari pala di Ternate.
Kini, wajahnya kembali berseri karena telah mengenakan seragam SMP, menandai kembalinya ia ke bangku sekolah.
Kebahagiaan Almahdi ini tak lepas dari bantuan program Sekolah Rakyat, yang memungkinkannya melanjutkan pendidikan dan menatap masa depan dengan lebih cerah.
Baca juga: Berbagai Nominal Gaji PPPK Guru Sekolah Rakyat 2025, Golongan I-XVII, Tertinggi Rp 7,3 Juta
Ternate, selain terkenal sebagai salah satu penghasil pala terbesar di dunia, juga menjadi sumber penghidupan bagi banyak warganya.
Bagi sebagian anak, aroma dan tekstur pala bukan sekadar rempah, tetapi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Tidak jarang, mereka harus membantu orang tua di kebun pala, bahkan harus mengesampingkan pendidikan demi membantu keluarga.
Kisah itu tergambar dari kehidupan Almahdi Rahman, atau yang akrab dipanggil Albert, seorang bocah berusia 12 tahun yang kini bersekolah di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 26 Ternate.
Albert sudah sangat akrab dengan buah pala, yang menjadi simbol kebanggaan daerahnya.
Hampir setiap hari, ia menggenggam buah kecil beraroma tajam itu dan menyimpannya di tas kecil yang selalu ia bawa di punggung, demi satu tujuan sederhana: menabung untuk membeli baju baru saat Idul Fitri.
“Topi ini dibeli pakai uang sendiri,” katanya sambil memegang erat topi hijau yang sudah robek di beberapa bagian, seolah harta itu adalah sesuatu yang amat berharga baginya.
Bangga akan hasil jerih payah sendiri, di usia yang baru dua belas tahun, Albert sudah memahami makna kerja keras dan menabung.
Albert tinggal di Kulaba bersama kedua orang tuanya, dua kakak, dan satu adik, di rumah sederhana berdinding papan dan beratap seng.
Sebelum mengenal Sekolah Rakyat, hari-harinya lebih banyak dihabiskan di kebun pala.
“Sehari-hari pergi ke kebun pala, buat cari duit,” ujarnya dengan nada ringan, seolah rutinitas yang bagi anak seusianya terasa berat sudah menjadi kebiasaan.
Saat panen melimpah, Albert bisa membawa pulang sekitar Rp50 ribu setiap kali panen, yang kemudian dijual kepada pengepul di sekitar rumah yang sudah lama dikenalnya.
Selain itu, ia juga membantu orang tuanya mengangkat karung dan membersihkan halaman rumah.
Di waktu luang, ia menikmati masa kecilnya dengan bermain di laut, berenang, menyelam, hingga sesekali menangkap ikan bersama teman-temannya.
Soal makanan, Albert tidak banyak memilih.
“Makan apa saja bisa,” katanya.
Namun ketika berbicara soal Sekolah Rakyat, matanya langsung berbinar.
“Makanannya enak. Lebih enak dari rumah. Ada susu, ada buah.”
Ia mengetahui sekolah ini dari orang tuanya, dan saat pertama kali datang, Albert langsung menyukainya.
“Kamarnya lebih bagus dari di rumah. Ada layar (kipas angin).”
Di rumah, Albert biasanya tidur sekamar dengan adiknya, dan orang tuanya sudah lama tidak menengok.
Terakhir kali mereka berkunjung, katanya, adalah pada minggu pertama sekolah.
“Kangen sama orang rumah,” ucapnya lirih.
Rasa rindu itu sedikit terobati oleh kehangatan di Sekolah Rakyat.
Ia memiliki banyak teman baik, tempat tidur yang nyaman, dan guru-guru yang sabar.
“Teman baik-baik, sering main bola, kadang main layangan juga,” ceritanya.
Sebelum percakapan berakhir, Albert diam sejenak menatap halaman sekolah yang rindang.
Dengan suara pelan, ia mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang telah mengubah hidupnya, dari bocah pencari pala menjadi siswa Sekolah Rakyat.
“Terima kasih kepada guru-guru. Bapak dan Ibu wali asuh. Presiden Prabowo juga karena sudah memasukkan saya ke Sekolah Rakyat ini,” ujarnya tulus.
Sebelum pamit, ia meneguk air minum, menepuk celananya yang berdebu, dan berkata ingin kembali ke kelas.
“Abis ini mau belajar BTQ (Baca Tulis Quran), senang banget sekolah di sini,” katanya sambil tersenyum lebar sebelum berlari menuju ruang belajar, meninggalkan jejak debu dan semangat yang terasa hangat di udara siang Ternate.
Albert adalah salah satu dari banyak anak yang mendapat kesempatan kedua untuk menata masa depannya.
Ia melangkah dari titik paling bawah menuju cakrawala harapan yang lebih luas.
Melalui program prioritas Presiden Prabowo Subianto, Sekolah Rakyat hadir sebagai jembatan yang membuka jalan keluar dari jerat kemiskinan di berbagai pelosok negeri.
Kisah anak-anak seperti Albert menanamkan kembali harapan.
Dari kebun pala, dari pesisir Ternate, dari tangan-tangan kecil yang sejak dini akrab dengan kerja keras namun tak pernah lelah bermimpi, Sekolah Rakyat memberi mereka ruang untuk belajar, bertumbuh, dan percaya bahwa masa depan tidak ditentukan oleh keterbatasan masa lalu.
(TribunTrends.com)