Upaya Amrina Minta Ganti Rugi Rp2 M Usai Dipenjara 10 Bulan Kandas, Ini Penjelasan Kajari Jeneponto
December 19, 2025 11:22 AM

TRIBUN-TIMUR.COM, JENEPONTO - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jeneponto, Akhmad Heru Prasetyo, menanggapi putusan praperadilan Pengadilan Negeri Makassar atas permohonan ganti rugi dan rehabilitasi Amrina Rachmi Warham.

Amrina sempat dipenjara selama 10 bulan atas dugaan korupsi pupuk subsidi 2021.

Namun belakangan dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung dan bebas.

Ia kemudian menggugat Kejari Jeneponto senilai Rp2 miliar.

KEJARI JENEPONTO - Kepala Kejaksaan Negeri Jeneponto Akhmad Heru Prasetyo saat ditemui di Aula Kantornya Jl Pelita, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel), Kamis (18/12/2025) sore.
KEJARI JENEPONTO - Kepala Kejaksaan Negeri Jeneponto Akhmad Heru Prasetyo saat ditemui di Aula Kantornya Jl Pelita, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel), Kamis (18/12/2025) sore. (Tribun-timur.com)

Namun dalam putusan praperadilan pada Kamis (18/12/2025) pukul 14:00 Wita, hakim menyatakan permohonan Amrina tidak dapat diterima, namun bukan ditolak (niet ontvankelijk verklaard).

Niet ontvankelijk verklaard (N.O.) adalah istilah hukum Belanda yang berarti "dinyatakan tidak dapat diterima" dalam konteks gugatan pengadilan.

Biasanya di Indonesia karena adanya cacat formil (kesalahan prosedur/syarat) pada gugatan, bukan karena pokok perkaranya salah.

Putusan N.O. menyebabkan hakim tidak memeriksa pokok perkara (dalil/bukti), karena ada masalah mendasar seperti surat kuasa tidak sah, error in persona (salah pihak), obscuur libel (kabur/tidak jelas), ne bis in idem (sudah pernah diadili), atau melanggar yurisdiksi (kewenangan pengadilan).

"Hakim menilai Pengadilan Negeri Makassar tidak berwenang secara relatif untuk memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan tersebut," jelas Akhmad di Aula Kantor Kejari Jeneponto, Kamis (18/12/2025) sore.

Dengan putusan tersebut, Akhmad mengajak masyarakat untuk menghormati putusan hakim.

Menurutnya, putusan praperadilan merupakan bagian dari proses peradilan yang sah dan konstitusional dalam sistem hukum di Indonesia.

"Kami menghormati sepenuhnya putusan hakim sebagai bagian dari independensi kekuasaan kehakiman," kata dia.

"Kejaksaan berkomitmen untuk terus menjalankan tugas penegakan hukum secara objektif, transparan dan bertanggung jawab," ujarnya .

Ia menegaskan, seluruh tahapan dan langkah hukum yang dilakukan Kejari Jeneponto sudah dilaksanakan sesuai koridor.

"Kami sudah profesional, objektif serta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya.

Akhmad menjelaskan, makna suatu putusan pengadilan tidak serta-merta menilai tindakan Jaksa Penuntut Umum tidak berdasarkan undang-undang.

Menurutnya, perbedaan hasil putusan merupakan bagian dari perbedaan sudut pandang antara majelis hakim, penuntut umum dan penasihat hukum dalam mengkonstruksikan suatu perkara.

Ia juga mengungkapkan, Putusan Mahkamah Agung Nomor 6322 K/Pid.Sus/2025 tanggal 9 September 2025 terkait perkara Amrina, terdapat perbedaan pendapat atau dissenting opinion di tingkat kasasi.

"Salah satu anggota majelis hakim kasasi berpendapat bahwa Amrina telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dakwaan dan tuntutan penuntut umum," jelasnya.

Selain itu, Heru menyebutkan jika sebelumnya pemohon telah dua kali mengajukan upaya praperadilan dengan materi yang sama.

Namun, seluruh permohonan tersebut telah ditolak oleh Pengadilan Negeri Makassar dan Pengadilan Negeri Jeneponto.

Sehubungan dengan putusan terbaru ini, Kejari Jeneponto mengimbau seluruh pihak agar menyikapinya secara bijak dan proporsional.

"Kejaksaan Negeri Jeneponto tetap berkomitmen menjalankan tugas dan kewenangannya secara transparan, akuntabel, serta mengedepankan pelayanan hukum yang berkeadilan bagi masyarakat," tutupnya.

Awal mula gugatan

Amrina tak terima sudah divonis bersalah dalam kasus korupsi.

Setelah bebas penjara, Amrina gugat Kejari Jeneponto.

Ia merupakan staf Distributor Pupuk PT Koperasi Perdagangan Indonesia (KPI).

Amrina sempat dipenjara 10 bulan atas dugaan korupsi pupuk subsidi 2021.

Kasus itu berawal saat Kejari Jeneponto memeriksa distributor pupuk, pengecer, serta pejabat Dinas Pertanian Jeneponto dan Provinsi tahun 2022.

Dari sejumlah saksi diperiksa, hanya Amrina Rachmi Warham ditetapkan sebagai tersangka 25 April 2024

Ia kemudian dijebloskan ke penjara Rutan Jeneponto.

Persidangan 17 Febuari 2025, Tipikor Pengadilan Negeri Makassar memutus Amrina tidak bersalah.

Vonis itu membuat jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Jeneponto melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

"Jaksa lalu mengajukan kasasi, tetapi Mahkamah Agung menolak. Alhamdulillah saya tetap bebas,” ujar Amrina.

Sebelum divonis bebas, Amrina, sempat menjalani hukuman penjara selama 10 bulan.

Meski divonis bebas, Amrina mengaku menanggung kerugian besar. 

Secara materi, ia kehilangan pekerjaan, secara psikologis ia dan keluarganya terpukul.

“Saya ditahan 10 bulan. Anak-anak dibully di sekolah, suami saya ikut stres. Bahkan saya ditangkap tengah malam tanpa diberi tahu apa kesalahan saya,” katanya.

Ia menuturkan proses penetapan tersangkanya penuh kejanggalan. 

Amrina mengaku dituduh menjual pupuk keluar Jeneponto dan menjual di atas HET, namun tidak pernah diperlihatkan bukti.

Inspektorat menghitung kerugian negara berdasarkan selisih stok akhir tahun.

"Padahal stok itu memang ada karena menjadi kebutuhan untuk tahun berikutnya. Hakim juga menyatakan tidak ada kerugian negara dalam kasus ini,” jelasnya.

Keanehan lain muncul dalam persidangan. Inspektorat mengaku yang diaudit adalah direktur perusahaannya, bukan dirinya.

Namun justru dirinya yang ditetapkan sebagai tersangka.

“Inspektorat tidak bisa menunjukkan bukti kerugian negara. Bahkan hasil audit dan BAP-nya tidak disetor ke kejaksaan,” ujarnya.

Seluruh distribusi pupuk tercatat dalam sistem dan uang penebusan dari pengecer langsung masuk ke rekening perusahaan.

Menurutnya, tuduhan menjual pupuk ke luar daerah tidak masuk akal.

Dari total kerugian negara yang dihitung inspektorat sebesar Rp 6 miliar dari tiga distributor, hanya Amrina yang ditahan.

Ia sudah enam kali mengajukan penangguhan penahanan, namun semuanya ditolak.

“Saya hanya ingin tahu kenapa saya satu-satunya tersangka. Apa letak kesalahan saya? Sampai hari ini tidak ada yang bisa menjelaskan,” tegasnya.

Setelah divonis bebas, Amrina kini menempuh langkah hukum balik.

Ia mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk menuntut rehabilitasi nama baik dan ganti rugi sebesar Rp 2 miliar atas masa penahanannya.

“Saya bicara sekarang karena nama baik saya sudah hancur. Saya ingin keadilan,” tutupnya.

Amrina kini menggugat Kejati Sulsel bersama Kejari Jeneponto secara perdata.

Ia merasa sebagai korban kriminalisasi aparat penegak hukum.

Gugatan itu teregister dengan nomor perkara 43/Pid.Pra/2025/PN Mks.

Ia merasa dirugikan secara materiil dan moril.

Amrina meminta pengadilan memulihkan nama baiknya serta ada ganti rugi Rp2 miliar.

Bahkan Amrina harus mengakhiri mimpinya menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) setelah dipenjara.

Amrina sempat mengabdi sebagai honorer selama 20 tahun di salah satu puskesmas.

Laporan Jurnalis Tribun-Timur.com, Muh Agung Putra Pratama

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.