TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Bagi Arief Rosyid Hasan, menulis bukan sekadar merangkai kata, melainkan meninggalkan jejak.
Lewat buku ke 40 berjudul Yang Golkar-Golkar Aja (YGGA), ia menuangkan gagasan tentang Golkar, aktivisme, dan masa depan politik anak muda.
Bedah buku itu berlangsung di Red Corner Cafe, Jl Yusuf Daeng Ngawing, Makassar, Kamis (18/12/2025) malam.
Ada dua pembedah dalam buku YGGA itu yakni Gru besar Unhas, Prof Armin Arsyad dan juga Politis Senior Golkar Sulsel, Armin Toputiri.
Arief mengatakan, buku YGGA merupakan buku keempat puluh yang ia terbitkan sepanjang karier kepenulisannya.
Lalu, YGGAb menjadi buku ke empat pada tahun 2025 yang ditulisnya.
Dari empat buku yang terbit tahun ini, dua di antaranya membahas Partai Golkar.
"Yang lainnya berkaitan dengan aktivitas harian saya,” katanya saat ditemui di lokasi.
Arief mengaku, menulis buku merupakan upaya meninggalkan jejak pemikiran di setiap fase perjalanan hidup dan aktivismenya.
"Ini juga sebagai bentuk pertanggungjawaban saya secara intelektual. Ini agenda saya,” ungkapnya.
Menurutnya, buku YGGA memuat dua gagasan utama.
Pertama, tentang apa yang ia lihat setelah terjun bersama kelompok aktivis ke dalam Golkar.
“Kami melihat Golkar ini penuh harapan. Golkar adalah rumah yang seharusnya bisa membuat semua orang di dalamnya tumbuh, berkembang, dan menjadi lebih besar,” ujarnya.
Ia menggambarkan Golkar seperti pohon beringin yang kokoh di akar dan rimbun ke atas, mampu mengayomi banyak orang, dengan politik kesejahteraan dan kekaryaan sebagai nilai utama.
Wakil Ketua Umum AMPI itu juga mengakui sosok Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia menjadi salah satu sumber inspirasi.
Ia menilai, perjalanan hidup Bahlil yang berasal dari Banda, Fak-Fak, hingga Jayapura menjadi bukti bahwa kader tanpa latar belakang elite tetap memiliki peluang besar di Golkar.
“Kalau beliau saja bisa sukses di Golkar, maka seharusnya saya dan anak-anak muda lainnya juga punya kesempatan yang sama,” ungkapnya.
Gagasan kedua dalam buku YGGA adalah agenda memodernisasi Golkar agar semakin ramah terhadap generasi muda.
“Ini sebenarnya bukan hal baru bagi saya. Mungkin rumahnya saja yang baru, tapi pekerjaannya sama," jelasnya.
"Apa yang saya tulis ini adalah sesuatu yang saya yakini bisa saya kerjakan,” tambah dia.
Sementara itu, politisi senior Golkar Sulsel, Armin Topputiri, menilai buku YGGA memiliki gagasan yang menarik, namun masih memerlukan penguatan konteks historis dan sistem politik Golkar.
Menurutnya, penguraian sejarah Golkar menjadi penting agar pembaca memahami latar belakang gagasan yang disampaikan penulis.
Armin juga menilai konteks sistem politik Golkar perlu diurai lebih jelas agar pembaca memahami posisi dan dinamika partai secara utuh.
Meski demikian, Armin menegaskan gagasan yang ditawarkan dalam buku YGGA bukan sekadar wacana kosong.
“Bagi saya, gagasan ini sudah bagus dan ini bukan omong kosong,” katanya.
Ia juga menyoroti masuknya kelompok Cipayung dalam dinamika Golkar yang dinilainya perlu terus dirawat.
Armin berharap buku YGGA dapat menjadi ruang diskusi sekaligus refleksi bersama untuk memperkuat peran Golkar sebagai rumah besar bagi kader dari berbagai latar belakang aktivisme.