Pemerintah Pasang Badan Agar Warga Bisa Pakai Kayu Gelondongan Banjir Sumatra
December 19, 2025 07:35 PM

WARTAKOTALIVE.COM - Pemerintah pasang badan untuk warga korban banjir agar bisa memakai kayu gelondongan yang terbawa arus banjir Sumatra.

Pernyataan itu disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Prasetyo mengatakan pemerintah sudah memberi izin terkait pemanfaatan kayu gelondongan pascabanjir di Sumatera.

Hal ini ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut) lewat surat edaran kepada seluruh pemerintah daerah, beberapa hari setelah kejadian bencana di tiga provinsi Sumatera.

Kayu gelondongan tersebut boleh digunakan untuk kepentingan pemulihan pascabencana.

"Kementerian Kehutanan telah membuat surat edaran yang ditujukan kepada seluruh pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota berkaitan pemanfaatan kayu-kayu jika akan dipergunakan untuk kepentingan rehabilitasi," ungkap Prasetyo dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Nantinya, kayu tersebut dapat digunakan untuk membuat hunian sementara maupun hunian tetap.

"Termasuk untuk kepentingan pembuatan hunian sementara maupun hunian tetap," ucap dia.

Menurut Prasetyo, semua aturan terkait pemanfaatan kayu yang terimbas banjir sudah disiapkan.

"Jadi sudah diatur regulasinya dan sudah disampaikan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota," kata Prasetyo.

Oleh karenanya, masyarakat yang mau menggunakan kayu itu bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.

"Jadi kalau masyarakat ingin memanfaatkan, tentunya dikoordinasikan dengan pemerintahan terkait di setiap jenjangnya," tegas Prasetyo.

Diketahui, pascabanjir Sumatera banyak kayu gelondongan memenuhi pemukiman di tiga provinsi Sumatera.

Asal usul kayu tersebut juga tengah diusut oleh pihak kepolisian karena diduga telah terjadi pembalakan liar yang mengakibatkan banjir dan longsor besar di tiga provinsi Sumatera.

Sementara itu Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bersama Bareskrim Polri memaparkan temuan awal hasil identifikasi forensik terhadap kayu gelondongan yang terbawa banjir bandang di Garoga, Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. 

Baca juga: Faktanya Lahan Sawit di Indonesia Lebih Luas dari Negara Yunani

Tim gabungan turun langsung ke lapangan melakukan penyisiran, pengukuran, dan pengambilan sampel kayu di sepanjang aliran sungai dan jembatan yang terdampak banjir dan longsor.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Kemenhut menegaskan bahwa masifnya alih fungsi lahan di Sumatera Barat, Aceh, dan Sumatera Utara menjadi salah satu faktor yang memperparah bencana banjir pada akhir November lalu.

Kasubdit Perencanaan Pengelolaan DAS Ditjen PDASRH Kemenhut, Catur Basuki Setyawan, menjelaskan bahwa banjir di Sumatera Utara melanda 13 DAS yang tersebar di 11 kabupaten/kota. 

Pada periode 2019–2024, wilayah ini mengalami perubahan tutupan lahan hutan seluas 9.424 hektar, dengan 36,4 persen terjadi di dalam kawasan hutan dan 63,6 persen di luar kawasan.

Ia menambahkan, perubahan tutupan di DAS Garoga, yaitu perubahan tutupan lahan hutan menjadi non hutan seluas 28.885 hektar. 

“Di kawasan hutan hanya sekitar 0,4 persen, sementara di luar kawasan hutan mencapai sekurang-kurangnya 99 persen. Ini khusus untuk DAS Garoga,” jelasnya.

Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda Kemenhut, Yandi Irawan Sutisna, mengungkapkan bahwa tim telah mengumpulkan 43 sampel kayu dari berbagai titik terdampak, di antaranya Jembatan Garoga 1, Jembatan Garoga 2, serta beberapa lokasi di kilometer 4, 6, dan 8 di sepanjang aliran Sungai Garoga.

Di Jembatan Garoga 1, tim mengidentifikasi 18 sampel dari 10 jenis pohon. Sementara itu, di Jembatan Garoga 2 ditemukan 7 sampel dari 6 jenis pohon, termasuk nyatoh, bayur, karet, puspa, dan durian. 

Material kayu tersebut terbawa arus deras dan menumpuk di titik-titik penyempitan aliran sungai, terutama di sekitar jembatan, sehingga memperbesar tekanan air dan memperburuk dampak banjir bandang yang melanda permukiman warga.

“Hingga kini sudah teridentifikasi 15 jenis pohon. Tujuh jenis lainnya masih kami bawa ke laboratorium untuk pemeriksaan lanjutan. Sebagian besar merupakan pohon karet, meranti, dan durian—jenis tanaman yang umumnya tidak tumbuh di hutan alam,” ujar Yandi dalam konferensi pers di Garoga, Rabu (10/12/2025).

“Setiap sampel kami pastikan apakah berasal dari tebangan, runtuhan, atau tumbang akibat longsor. Ada yang jelas bekas potongan mesin, ada pula yang tercabut bersama akarnya,” tambahnya.

Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi BPDAS Asahan Barumun, Kristo Damanik, menjelaskan bahwa DAS Garoga memiliki karakteristik hulu–hilir yang sangat pendek, hanya sekitar 58 kilometer.

“Dengan karakter sungai seperti ini, material dari hulu dapat bergerak cepat menuju hilir. Inilah sebabnya kayu dalam jumlah besar tersapu dan menumpuk di Jembatan Garoga 2, meningkatkan tekanan air dan memperparah dampak banjir,” ujarnya

Selain itu, tim Kemenhut dan Bareskrim juga menemukan area bukaan lahan dengan kemiringan curam serta sejumlah alat berat yang kini telah diamankan untuk memastikan apakah terdapat indikasi pembukaan lahan yang tidak sesuai ketentuan.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Pol Moh. Irhamni, menegaskan bahwa penyidik telah memasang garis polisi di sejumlah titik penting sepanjang aliran Sungai Garoga dan melakukan pengambilan sampel lanjutan.

“Dua jembatan sudah diperiksa, dan seluruh area signifikan telah diberi police line,” jelas Irhamni.

Kemenhut memastikan akan terus memberikan dukungan data teknis, hasil identifikasi sampel kayu, analisis DAS, serta dokumen pendukung lainnya untuk memastikan proses penegakan hukum berjalan objektif, profesional, dan berbasis bukti ilmiah. 

Pemerintah berkomitmen menindak tegas setiap pelanggaran pengelolaan hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan membahayakan keselamatan masyarakat.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.