Laporan Wartawan Tribun Gayo Alga Mahate Ara | Aceh Tengah
TribunGayo.com, TAKENGON – Himpunan Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Hima PPKn) Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mahakarya Aceh (UMMAH) menilai penanganan pascabencana hidrometeorologi di Aceh belum sepenuhnya menunjukkan pemulihan nyata di tingkat masyarakat.
Ketua Hima PPKn FIP UMMAH, Fauzan Akbar, menyebut meski Pemerintah Pusat menyatakan kondisi telah membaik.
Namun fakta di lapangan masih menunjukkan krisis lanjutan, terutama di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.
“Harga kebutuhan pokok masih tinggi, BBM langka, dan distribusi logistik belum merata.
Ini menunjukkan pemulihan belum benar-benar dirasakan masyarakat,” ujar Fauzan dalam keterangannya, Jumat (19/12/2025).
Di wilayah dataran tinggi Gayo, harga beras ukuran 15 kilogram dilaporkan masih berada di kisaran Rp 250.000 hingga Rp 400.000 per sak.
Angka tersebut naik signifikan dibandingkan sebelum bencana yang berkisar Rp 200.000–Rp 230.000 per sak.
Komoditas lain juga mengalami kenaikan harga, seperti telur ayam sempat dijual hingga Rp 160.000–Rp 175.000 per papan.
Dan kini masih bertahan di kisaran Rp 130.000 per papan. Ikan asin jenis teri atau kareng dijual Rp 15.000–Rp 35.000 per ons.
Kelangkaan gas elpiji turut terjadi, dengan harga elpiji 3 kilogram mencapai Rp 220.000 dan elpiji 15 kilogram hingga Rp 1.500.000 per tabung.
Kondisi ini mendorong sebagian warga kembali menggunakan kayu bakar yang dijual Rp 10.000–Rp 20.000 per ikat.
Fauzan menjelaskan, rusaknya sejumlah ruas jalan dan jembatan akibat banjir dan longsor menyebabkan jalur distribusi belum sepenuhnya pulih.
Pasokan sembako dan BBM masih mengandalkan jalur darurat melalui Kampung Camp Permata, Guci, dan Buntul.
Di jalur tersebut, harga BBM bersubsidi di tingkat pengecer dilaporkan mencapai Rp 18.000 per liter untuk Pertalite, Rp 25.000 per liter untuk Pertamax, dan Rp 35.000 per liter untuk solar.
Saat didistribusikan ke desa-desa terpencil di Aceh Tengah dan Bener Meriah, harga BBM sempat melonjak hingga Rp 80.000–Rp 100.000 per liter, sebelum kini turun ke kisaran Rp 35.000–Rp 40.000 per liter.
Situasi tersebut, menurut Fauzan, memicu kekecewaan masyarakat terhadap pernyataan pemerintah yang menyebut kondisi telah membaik.
Bahkan, di sejumlah titik wilayah terdampak, warga mengibarkan bendera putih sebagai simbol kondisi darurat dan permintaan pertolongan.
Selain persoalan harga dan akses, Hima PPKn FIP UMMAH juga menyoroti distribusi bantuan logistik yang dinilai belum terkoordinasi dengan baik.
Di Kabupaten Bener Meriah, bantuan dilaporkan menumpuk di sekitar Bandara Rembele, sementara wilayah lain yang sama-sama terdampak belum menerima bantuan secara memadai.
“Permasalahannya bukan hanya ketersediaan bantuan, tetapi tata kelola, pemerataan, dan transparansi distribusi.
Ketika bantuan tidak tepat sasaran, ketidakadilan justru muncul di tengah situasi darurat,” kata Fauzan.
Ia menegaskan, dalam kondisi bencana, kecepatan penyaluran bantuan harus dibarengi dengan akurasi data dan pelibatan masyarakat lokal, relawan, serta mahasiswa agar distribusi berjalan efektif.
Sebagai bagian dari fungsi kontrol sosial, Hima PPKn FIP UMMAH menyatakan komitmennya untuk terus mengawal penanganan dan pemulihan pascabencana.
“Mahasiswa hadir bukan untuk pencitraan, tetapi untuk menyuarakan kondisi rakyat.
Selama pemulihan belum benar-benar dirasakan masyarakat, kami akan terus menjalankan peran kritis,” tutup Fauzan. (*)
Baca juga: Kisah Pilu Januar Warga Tebuk Aceh Tengah: Rumah Rata dengan Tanah, Mata Pencaharian Terputus
Baca juga: BBM Perdana Dipasok Jalur Udara Sebanyak 7,5 Ton ke Aceh Tengah
Baca juga: Ikan Laut Mulai Masuk Aceh Tengah, Harga Naik Hingga Empat Kali Lipat