Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqoddas mendesak pemerintah untuk segera menetapkan banjir bandang dan tanah longsor di Sumatra sebagai bencana nasional.
Busro mengatakan skala bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat telah melampaui kapasitas pemerintah daerah, sehingga membutuhkan komando dan penanganan nasional yang terkoordinasi.
Menurutnya, penundaan penetapan status bencana nasional menunjukkan lemahnya respons negara di tengah krisis kemanusiaan berskala besar yang membutuhkan kepemimpinan pusat.
Bencana yang terjadi di tiga provinsi di Sumatra tidak dapat diperlakukan sebagai bencana daerah biasa, mengingat dampaknya telah melampaui kemampuan penanganan pemerintah daerah.
“Penetapan status darurat kemanusiaan nasional bukan soal administratif atau politis. Ini adalah bentuk tanggung jawab konstitusional negara terhadap keselamatan warganya,” katanya melalui keterangan tertulis, Jumat (19/12/2025).
Hingga pertengahan Desember 2025, tercatat sekitar 1.053 korban meninggal dunia, lebih dari 200 orang dinyatakan hilang, serta sekitar 7.000 korban lainnya mengalami luka-luka.
Selain korban jiwa, bencana juga mengakibatkan kerusakan infrastruktur publik secara masif. Sebanyak 290 gedung dan kantor dilaporkan rusak, disusul 219 fasilitas kesehatan dan 967 fasilitas pendidikan.
Kerusakan juga terjadi pada 145 jembatan serta sekitar 1.600 fasilitas umum lainnya, yang berdampak serius terhadap akses transportasi dan distribusi bantuan di wilayah terdampak.
Tanpa penetapan status darurat nasional, penanganan bencana berpotensi berjalan parsial, lamban, dan bergantung pada kapasitas terbatas pemerintah daerah serta solidaritas masyarakat sipil.
Kondisi tersebut dinilai berisiko memperlambat proses pemulihan dan memperpanjang penderitaan para korban.
Penetapan status darurat kemanusiaan nasional justru akan memperkuat legitimasi negara di mata publik. Langkah ini menunjukkan keberpihakan nyata pemerintah terhadap korban serta keseriusan dalam menangani krisis kemanusiaan.
“Jika negara tidak segera mengambil alih tanggung jawab secara nasional, penderitaan korban akan semakin panjang dan pemulihan tidak berjalan optimal. Penetapan status bencana nasional bukan tanda kelemahan negara, melainkan bukti kehadiran negara. Rakyat akan melihat bahwa pemerintah benar-benar hadir ketika mereka berada dalam kondisi paling rentan,” imbuhnya.
Busyro juga menegaskan bencana kemanusiaan di Sumatra tidak dapat dilepaskan dari persoalan struktural yang lebih luas, khususnya kerusakan lingkungan akibat kebijakan pembangunan yang mengabaikan daya dukung alam.
Namun demikian, dalam situasi darurat, ia menekankan keselamatan warga harus menjadi prioritas utama negara, terlepas dari perdebatan kebijakan jangka panjang. (maw)