Kesepakatan Rp 585,5 Triliun Mesir-Israel, Murni Bisnis atau Dua Muka Kairo Soal Palestina?
December 20, 2025 12:38 AM

Kesepakatan Rp 585,5 Triliun Mesir-Israel, Murni Bisnis atau Dua Muka Kairo?

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Mesir, Kamis (18/12/2025) menepis anggapan negatif yang muncul atas kesepakatan negara itu dengan Israel dalam hal pembelian gas alam dengan nilai fantastis.

Mesir menyebut kesepakatan besar soal gas alam dengan Israel itu sebagai "murni komersial tanpa dimensi politik."

Seperti diketahui, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan kesepakatan gas alam senilai 35 miliar dolar AS (setara Rp 585,5 triliun) dengan Mesir pada Rabu.

Baca juga: Israel Ingin Kuasai Gaza Sepenuhnya Bukan Gegara Hamas Tapi Stok Gas Alam Melimpah di Gaza Marine?

Kesepaatan ini menimbulkan kontroversi mengenai sikap Mesir terkait konflik Israel-Palestina.

Mesir dianggap bemuka dua, getol menyuarakan dukungan bagi kemerdekaan dan terbentuknya Negara Palestina, namun di sisi lain memberikan 'dana segar' ke Israel dengan kesepakatan tersebut.

Dana segar itu diyakini akan digunakan Israel untuk meneruskan agresinya di Jalur Gaza serta perluasan permukiman di Tepi Barat.

Kairo lantas secara cepat membantah anggapan miring terkait kesepakatan dengan Israel tersebut.

"Kesepakatan gas ini murni kesepakatan komersial yang disimpulkan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan investasi semata dan tidak melibatkan dimensi atau pemahaman politik apa pun," kata Diaa Rashwan, ketua Layanan Informasi Negara Mesir, dalam sebuah pernyataan dikutip dari Anews, Jumat (19/12/2025).

Baca juga: Jor-joran ke Mesir, Israel Bakal Terjerumus ke Dalam Kegelapan Karena Alasan Ini

Rashwan menegaskan kembali bahwa dukungan Mesir untuk perjuangan Palestina "tetap teguh dan tidak akan berubah."

"Mesir mendukung hak-hak sah rakyat Palestina, menolak pengusiran paksa, dan berpegang teguh pada solusi dua negara," katanya.

"Kesepakatan gas ini adalah kontrak komersial yang tunduk pada aturan pasar dan mekanisme investasi internasional, terlepas dari penggunaan atau interpretasi politik apa pun," tambahnya.

JUAL GAS KE MESIR - Anjungan gas Leviathan, ladang gas terbesar Israel, terlihat dari helikopter di dekat Teluk Haifa, Israel utara, 1 Agustus 2023. Pada Rabu (17/12/2025) Israel mengumumkan kesepakatan senilai 35 miliar dolar AS dengan Mesir untuk pengiriman 130 miliar meter kubik gas alam ke Mesir hingga tahun 2040.

Beli 130 Miliar Kubik Gas

Pejabat Mesir tersebut menekankan kalau pihak-pihak dalam perjanjian tersebut adalah "perusahaan komersial internasional ternama yang telah beroperasi di sektor energi selama bertahun-tahun,".

Perusahaan yang dimaksud tersebut termasuk Chevron yang berbasis di AS, selain perusahaan-perusahaan Mesir yang khusus dalam menerima, mengangkut, dan memperdagangkan gas, "tanpa campur tangan langsung pemerintah dalam menyimpulkan kontrak-kontrak ini."

Berdasarkan kesepakatan tersebut, para mitra akan menjual 130 miliar meter kubik gas ke Mesir hingga tahun 2040 dengan imbalan sekitar 35 miliar dolar AS.

Kesepakatan ini menambah serangkaian pasokan gas alam Israel ke Mesir selama lima tahun terakhir.

Baca juga: Pakar Yordania Ungkap Niat Terselubung Israel-AS Soal Koridor Netzarim dan Dermaga Gaza

CAPLOK TEPI BARAT - Pasukan Israel mengerahkan tank ke wilayah kamp pengungsi Palestina di Tepi Barat dalam operasi militer bertajuk Operasi Tembok Besi. Sejumlah analis menilai, agresi militer ini merupakan bagian dari upaya aneksasi atau pencapolokan wilayah Palestina di Tepi Barat sepenuhnya.
CAPLOK TEPI BARAT - Pasukan Israel mengerahkan tank ke wilayah kamp pengungsi Palestina di Tepi Barat dalam operasi militer bertajuk Operasi Tembok Besi. Sejumlah analis menilai, agresi militer ini merupakan bagian dari upaya aneksasi atau pencapolokan wilayah Palestina di Tepi Barat sepenuhnya. (khaberni/tangkap layar)

Kutuk Israel Soal Perluasan Pemukiman Yahudi di Tepi Barat

Hal yang menarik, di hari yang sama Netanyahu mengumumkan kesepakatan besar itu pada Rabu, Mesir melontarkan pernyataan yang mengutuk langkah Israel untuk melegalkan 19 pos pemukiman di Tepi Barat.

Mesir juga menyerukan tindakan internasional yang "efektif" untuk menghentikan perluasan pemukiman di wilayah pendudukan tersebut.

Pekan lalu, Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana untuk melegalkan 19 pos terdepan ilegal di Tepi Barat yang diduduki, atas usulan Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich.

Sebuah pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan kalau langkah Israel tersebut "merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan resolusi legitimasi internasional yang relevan, terutama resolusi Dewan Keamanan PBB yang menegaskan ilegalitas aktivitas pemukiman di wilayah Palestina yang diduduki sejak tahun 1967."

Kairo memperbarui "penolakan kategoris terhadap semua bentuk perluasan permukiman," dan menggambarkannya sebagai "hambatan utama untuk mencapai solusi dua negara dan pembentukan negara Palestina merdeka di sepanjang garis 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya."

Kementerian Luar Negeri Mesir menyerukan kepada komunitas internasional untuk "memikul tanggung jawab hukum dan moralnya serta mengambil langkah-langkah efektif untuk menghentikan pelanggaran-pelanggaran ini dan melindungi hak-hak sah rakyat Palestina."

Dikatakan bahwa langkah-langkah yang diharapkan tersebut akan "berkontribusi untuk menghidupkan kembali proses politik dan mencapai perdamaian yang adil, komprehensif, dan abadi di Timur Tengah."

Beberapa negara Arab, termasuk Arab Saudi, Kuwait, Qatar, UEA, dan Yordania, telah mengecam keputusan Israel tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional.

Menurut kelompok sayap kiri Israel, Peace Now, sekitar 500.000 pemukim ilegal Israel tinggal di permukiman-permukiman di seluruh Tepi Barat, sementara 250.000 lainnya tinggal di permukiman yang dibangun di tanah di Yerusalem Timur yang diduduki.

PBB telah berulang kali menegaskan bahwa permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki adalah ilegal menurut hukum internasional, dan memperingatkan bahwa hal itu merusak prospek solusi dua negara.

Pada bulan Juli lalu, Mahkamah Internasional mengeluarkan putusan penting yang menyatakan pendudukan Israel atas wilayah Palestina sebagai tindakan ilegal dan menyerukan evakuasi semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

 

 

(oln/anews/*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.