98 Persen Anak Usia 7–8 Tahun di NTT Sudah Online, Kekerasan Digital Kian Mengkhawatirkan
December 20, 2025 02:19 AM

 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Tari Rahmaniar

POS-KUPANG.COM, KUPANG — Tantangan melindungi anak dari ancaman kekerasan digital menjadi perhatian serius dalam Talkshow Generasi Aman bertema “Mencegah Kekerasan terhadap Anak di Era Digital” yang digelar di Kantor Harian Pos Kupang, Jumat (19/12/2025).

Kegiatan yang diselenggarakan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini digelar dalam rangka menyongsong HUT NTT ke-67 serta menjadi forum dialog lintas sektor untuk merespons meningkatnya kekerasan terhadap anak di ruang digital.

Talkshow menghadirkan Kepala DP3AP2KB NTT Ruth Diana Laiskodat, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Ronald Da Silva, serta Plh Kepala Satgas Wilayah Densus 88 Antipolri untuk NTT Kombes Pol Sri Astuti yang mengikuti kegiatan secara daring.

Kepala DP3AP2KB NTT Ruth Diana Laiskodat mengungkapkan 98 persen anak usia 7–8 tahun sudah menggunakan internet, namun hanya 37,5 persen yang mendapatkan literasi digital.

Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa 65 persen pelaku kekerasan merupakan orang yang dikenal korban melalui media sosial.

Baca juga: Anak-anak NTT Soroti Literasi Digital dan Ancaman Radikalisme

Menurutnya, rendahnya literasi digital menjadi salah satu faktor utama meningkatnya kekerasan terhadap anak. Indonesia bahkan berada di peringkat keempat dunia untuk kasus pornografi anak secara daring. Dalam beberapa bulan terakhir, kasus eksploitasi seksual online, perundungan digital, dan kejahatan siber terhadap anak terus meningkat.

“Ini menunjukkan ruang digital belum menjadi ruang yang aman bagi anak,” ujar Ruth, Jumat (19/12). 

Di Kota Kupang, kepadatan penduduk, jumlah anak yang besar, serta akses internet yang cukup baik membuat anak semakin rentan terhadap kekerasan berbasis digital. Kekerasan kerap bermula dari aktivitas online yang tampak aman, namun berujung pada tindak kejahatan.

Data DP3AP2KB mencatat, kasus kekerasan anak di NTT terus meningkat. Sepanjang 2021 hingga 2024 tercatat 735 kasus, sementara Januari hingga Oktober 2025 tercatat 643 kasus melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).

Sebanyak 14 kantor UPTD PPA Provinsi NTT disiapkan sebagai layanan pelaporan. Jumlah laporan yang masuk juga meningkat, dari 135 kasus pada 2022, 216 kasus pada 2024, dan 243 kasus pada Januari–November 2025.

Pada 2025, kekerasan berbasis digital terhadap perempuan dan anak didominasi pelecehan seksual (36,4 persen) dan kekerasan psikis (33,1 persen). Pelaku sebagian besar merupakan orang terdekat korban, seperti keluarga, orang tua, hingga kenalan.

Masyarakat diimbau segera melapor jika anak mengalami kekerasan melalui call center 129, WhatsApp 0811-1129-129, atau mendatangi langsung UPTD PPA.

Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Ronald Da Silva menegaskan pendidikan memiliki peran strategis dalam pencegahan kekerasan digital. Literasi digital dan kurikulum inklusif terus diperkuat untuk membentuk anak yang cerdas, berkarakter, dan beretika dalam menggunakan teknologi.

Sementara itu, Plh Kepala Satgas Wilayah Densus 88 Antipolri untuk NTT Kombes Pol Sri Astuti mengingatkan bahwa masyarakat kini hidup di dua dunia, nyata dan digital. Internet membawa manfaat besar, namun juga ancaman serius jika tidak disikapi dengan kewaspadaan.

“Kita tidak boleh takut, tetapi harus melakukan pencegahan sejak dini terhadap risiko dunia digital,” ujarnya. (iar)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.