Yenny Wahid Ungkap Menteri Ini yang Ngotot Beri Izin Tambang ke NU agar Terafiliasi dengan Parpolnya
December 20, 2025 02:35 AM

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Putri kedua Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Zanubah Arifah Chafsoh atau yang akrab disapa Yenny Wahid, menyampaikan peringatan keras terkait pemberian izin pengelolaan tambang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan termasuk Nahdlatul Ulama (NU).

Yenny mengimbau Nahdlatul Ulama (NU) agar waspada dan tidak menjadi alat legitimasi bagi kepentingan politik tertentu.

Pernyataan tersebut disampaikan Yenny dalam sambutannya pada acara Haul ke-16 Gus Dur yang digelar di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Rabu (17/9/2025) malam.

Baca juga: Enggan Jadi Komisaris BUMD, Yenny Wahid: Saya Sudah Cukup

Di hadapan para kiai dan jamaah, Yenny secara terbuka mengungkapkan kegelisahannya atas dinamika yang saat ini terjadi di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Yenny mengungkapkan diskusi pribadinya dengan mantan Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan.

Menurut Yenny, Luhut secara tegas menyatakan penolakannya sejak awal terhadap kebijakan pemberian konsesi tambang untuk ormas.

Padahal Luhut selama ini dituding menjadi dalang terbitnya peraturan presiden (perpres) yang mengatur tentang izin kelola tambang bagi ormas keagamaan termasuk untuk Nahdlatul Ulama (NU) 

"Beliau (Luhut) menyatakan, 'Sejak awal saya tidak setuju ormas itu diberi tambang, maka itu saya tidak mau tanda tangan'," ujar Yenny menirukan ucapan Luhut.

Luhut, yang juga dikenal sebagai pengusaha di sektor pertambangan, beralasan bahwa mengelola tambang memiliki kompleksitas dan risiko konflik yang sangat tinggi.

"Beliau tahu susahnya mengelola tambang. Kalau tidak dikelola dengan 'tangan dingin', tambang justru akan menyebabkan perpecahan," tambah Yenny.

Baca juga: Ada 176 Titik Tambang Ilegal di Jawa Barat, Banjir Bisa Lebih Ganas dari Sumatra

"Yang lebih saya khawatirkan lagi adalah bahwa saya tanya kepada Pak Luhut, siapa yang ngotot untuk memberikan izin tambang? Dikatakan ada seorang menteri yang ngotot memberikan tambang," kata Yenny.

Yenny mencium adanya aroma kepentingan partisan di balik kebijakan ini.

Ia menyebut sosok menteri yang sangat gigih mendorong Presiden agar izin tambang ormas segera diteken, cukup aneh.

"Nah, ternyata sekarang ada beberapa teman-teman wartawan mengatakan, bahwa menteri itu memberikan izin tambang untuk ormas-ormas keagamaan yang berafiliasi dengan partainya," ujar Yenny,

Kondisi inilah yang membuat Yenny khawatir bahwa posisi NU hanya dijadikan alat untuk memuluskan agenda pihak lain.

"Ini berarti NU hanya dipakai sebagai muhalil saja, hanya sebagai alat legitimasi. Jangan sampai NU masuk ke dalam 'jebakan Batman' semacam ini. NU itu besar, tugas kita semua untuk menjaganya," tegasnya.

Yenny menilai potensi perpecahan akibat tambang sudah di depan mata.

Ia mendukung usulan agar konsesi tambang dikembalikan kepada pemerintah.

Jika pemerintah memang ingin membantu ormas, Yenny menyarankan agar bantuan diberikan dalam bentuk dana segar yang dapat langsung dirasakan manfaatnya untuk sektor pendidikan dan kesehatan.

"Lebih baik uangnya saja, bisa dipakai untuk membangun sekolah, pondok pesantren, atau rumah sakit. Itu jauh lebih bermanfaat," cetusnya.

Kepada semua yang hadir, Yenny memohon maaf jika pendapatnya menyinggung beberapa pihak.

Namun, Yenny merasa memiliki kewajiban moral untuk menyuarakan kegelisahan umat demi menjaga muruah organisasi yang didirikan oleh Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari tersebut.

"Jamiah Nahdlatul Ulama ini jauh lebih besar dari urusan remeh-temeh seperti tambang. Mari kita selamatkan organisasi ini agar tetap menjadi payung besar bagi umat Islam di Indonesia dan dunia," katanya.

Sementara itu, Direktur Jaringan Moderat Islam, Islah Bahrawi menuturkan konflik di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), terjadi karena persoalan tambang. 

Baca juga: Idrus Marham Usul PBNU Gelar Muktamar Lebih Cepat Demi Redam Konflik Internal

“Saya pastikan memang, persoalan konflik di PBNU itu persoalam tambang. Kalau ada gus atau kiai yang menolak bukan karena tambang, ayo debat sama saya,” kata Islah saat wawancara di acara podcast di channel YouTube Akbar Faizal Uncensored, Jumat (19/12/2025).

Islah membeberkan, konsesi PBNU ada hubungannya dengan pengusaha kelas kakap.

“PBNU terikat Rp40 miliar sejak awal dengan perusahaan-perusahaan ini. Jadi kalau memang PBNU pada ujungnya tidak bekerja sama dengan perusahaan ini, yang dirugikan orang-orang komitmen puluhan miliar ini,” jelasnya.

Dia mengatakan IUP tersebut keluar di saat Jokowi menjabat presiden.

“IUP ini kan dikeluarkan di jaman Pak Jokowi, jadi bagaimana yah. Kalau mau dibilang kita berprasangka buruk, atau berpura-pura tak berprasangka buruk, repot juga,” katanya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.