TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) membongkar modus oknum Kejaksaan Negeri ( Kejari) peras pejabat dinas.
Modus pemerasan yang dilakukan oknum Kejari tersebut terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) tiga pejabat Kejari di Kalimantan Selatan.
Yaitu Kepala Kejaksaan Negeri ( Kajari) Hulu Sungai Utara Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), Kepala Seksi Intelijen Asis Budianto (ASB) dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Tri Taruna Fariadi (TAR).
Ketiganya bahkan sudah ditetapkan tersangka oleh KPK, sebagai tindak lanjut dari OTT yang digelar pada Kamis (18/12/2025).
Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan.
Namun, dari tiga tersangka hanya Albertinus dan Asis yang saat ini telah ditahan KPK. Sedangkan tersangka Tri Taruna alias TAR tidak berada di tempat saat operasi berlangsung dan kini statusnya masih dalam pencarian.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025) pagi, menegaskan bahwa KPK telah menetapkan TAR sebagai tersangka meski yang bersangkutan lolos dari operasi tangkap tangan.
KPK menduga Tri Taruna Fariadi melarikan diri untuk menghindari penangkapan.
"KPK juga menetapkan TAR selaku Kasi Datun Kejari Hulu Sungai Utara sebagai tersangka. Namun, yang bersangkutan diduga melarikan diri sehingga tidak ikut tertangkap tangan dalam kegiatan kemarin," kata Asep Guntur dikutip dari Tribunnews.com.
Terkait hal tersebut, Asep memberikan peringatan keras kepada Tri Taruna Fariadi agar segera menghadap penyidik.
"KPK mengultimatum agar TAR bersikap kooperatif dan segera menyerahkan diri ke KPK untuk menjalani proses hukum," tegasnya.
Dalam konstruksi perkaranya, KPK mengungkapkan bahwa para tersangka diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di Hulu Sungai Utara (HSU), meliputi Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), hingga RSUD.
Modus yang digunakan adalah menakut-nakuti para pejabat dinas dengan ancaman akan menindaklanjuti Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU jika tidak memberikan sejumlah uang.
Kajari HSU Albertinus (APN) diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya Rp804 juta dalam kurun waktu November hingga Desember 2025.
Uang tersebut diterima melalui perantara Asis dan Tri Taruna.
Rinciannya, melalui Tri Taruna, Albertinus menerima uang dari Kepala Dinas Pendidikan HSU sebesar Rp270 juta dan Direktur RSUD HSU sebesar Rp235 juta.
Sementara melalui Asis, Albertinus menerima Rp149,3 juta dari Kepala Dinas Kesehatan HSU.
"Permintaan tersebut disertai ancaman. Modusnya agar laporan pengaduan dari LSM yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas-dinas tersebut tidak ditindaklanjuti proses hukumnya," jelas Asep.
Selain menjadi perantara bagi atasannya, Tri Taruna sendiri diduga memiliki rekening gendut dari hasil pemerasan.
KPK menemukan bukti bahwa TAR diduga menerima aliran uang mencapai Rp1,07 miliar, yang berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU pada tahun 2022 sebesar Rp930 juta dan dari rekanan pada tahun 2024 sebesar Rp140 juta.
Sementara itu, Albertinus dan Asis telah resmi ditahan di Rutan KPK untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026.
Dalam OTT tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti uang tunai sebesar Rp318 juta dari kediaman Kajari HSU.
"Melalui penindakan ini, KPK berharap dapat memberikan efek jera agar modus korupsi penegak hukum yang memeras tidak kembali terulang, sekaligus memberi kepercayaan publik bahwa negara tidak toleran terhadap praktik korupsi," ujar Asep.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf f UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP.(*)