TRIBUNTRENDS.COM - Dinamika suksesi di Keraton Kasunanan Surakarta memasuki babak baru setelah masa berkabung 40 hari wafatnya raja terdahulu resmi berakhir.
Namun, hingga kini, teka-teki mengenai kapan Pakubuwono (PB) XIV Hangabehi akan melangsungkan upacara jumenengan atau kenaikan tahta resminya masih belum terjawab.
Pemandangan ini kontras dengan pergerakan kubu rival, PB XIV Purbaya, yang telah lebih dulu melangkah dengan menggelar prosesi penobatan hingga pembentukan bebadan struktur organisasi internal yang bertugas membantu roda pemerintahan adat di dalam keraton.
Saat ditemui awak media di kompleks Masjid Agung Keraton Surakarta, Jumat (19/12/2025), Hangabehi tampak tenang dan enggan terburu-buru.
Alih-alih memberikan tanggal pasti, ia justru menanggapi pertanyaan seputar suksesi dengan seloroh khas Jawa.
Secara bahasa, jumenengan memang berakar dari kata jumeneng yang berarti berdiri. Dengan nada bercanda, ia mengisyaratkan bahwa eksistensinya saat ini sudah merupakan bentuk berdiri itu sendiri.
“Jumenengan itu artinya berdiri. Ini sudah jumenengan ini. Prosesinya belum tahu,” ungkapnya singkat.
Bagi Hangabehi, kemegahan upacara adat nampaknya bukan prioritas mendesak.
Ia menegaskan bahwa fokus energinya saat ini terserap sepenuhnya untuk membenahi fisik dan manajemen internal keraton yang sedang dalam masa revitalisasi.
“Ini fokus keraton aja. Memperbaiki terus,” tambah Hangabehi menjelaskan arah kebijakannya saat ini.
Baca juga: Wajah Baru Panggung Songgo Buwono: Menara Sakral Keraton Solo yang Berdiri Gagah dan Megah
Di sisi lain, dukungan terhadap Hangabehi terus mengalir dari Lembaga Dewan Adat (LDA).
Ketua LDA, GKR Koes Moertiyah Wandansari atau yang akrab disapa Gusti Moeng, menyatakan bahwa segala langkah besar keraton harus melalui pertimbangan spiritual yang matang.
“Saya nunggu dhawuhe Gusti Allah,” ujar Gusti Moeng saat ditemui di area keraton (10/12).
Pernyataan ini mencerminkan prinsip kepemimpinan tradisional Jawa yang tidak hanya bersandar pada kesepakatan administratif, tetapi juga restu dari sang pencipta.
Baca juga: Ketidakhadiran PB XIV Purbaya di Peresmian Museum Keraton Solo, GKR Timoer: Benar-benar Tak Diundang
Situasi di Surakarta saat ini memang terbelah oleh dua klaim kepemimpinan.
Di satu sisi, putra bungsu mendiang PB XIII, KGPAA Hamengkunegoro (Purbaya), telah memproklamirkan diri sebagai PB XIV sejak awal November lalu.
Di sisi lain, LDA secara resmi menobatkan KGPH Hangabehi sebagai penerus sah pada 13 November 2025 di Sasana Handrawina.
Gusti Moeng menegaskan bahwa posisi Hangabehi memiliki landasan paugeran (hukum adat) yang kuat sebagai putra tertua.
Ia mengkritisi keabsahan pengangkatan Purbaya yang dinilai didasarkan pada posisi permaisuri yang dianggap tidak sah secara adat.
“Kami berpegang pada yang namanya hak Gusti Allah yang memberikan. Gusti Behi yang sekarang Pakubuwono XIV kan tidak minta kepada Allah untuk dilahirkan lebih tua daripada Purbaya. Dan itu sudah ditekankan dijadikan acuan paugeran. Bahwa kalau tidak punya permaisuri ya sudah anak laki-laki tertua. Tapi kan direkayasa seakan-akan ada permaisuri, ada surat wasiat, ada pengangkatan adipati anom sebelumnya baru akan kita kaji secara hukum,” tegas Gusti Moeng.
Kini, publik Surakarta dan masyarakat adat Jawa masih menunggu, apakah diplomasi santai Hangabehi ini merupakan strategi untuk meredam ketegangan, ataukah sebuah isyarat bahwa legitimasi baginya tidak melulu soal seremoni, melainkan kerja nyata memperbaiki bangunan sejarah yang ia pimpin.
(TribunTrends.com/TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin)