Tribunnewsmaker - Salah satu dari tujuh pria yang sempat ditahan dalam penangkapan dramatis di Liverpool, Sydney, menyatakan bahwa dirinya “tidak takut kepada apa pun selain Allah” setelah dibebaskan tanpa dakwaan. Pernyataan tersebut disampaikan tak lama setelah ia keluar dari tahanan polisi.
Baca juga: Perjalanan Karier Iptu Nasrullah Muntu Sosok Kunci Penangkapan Penculik Bilqis, Pendidikan Mentereng
Penangkapan ini terjadi pada Kamis, ketika petugas bersenjata lengkap menghentikan dua kendaraan di wilayah Sydney bagian barat. Tindakan itu dilakukan setelah polisi menerima informasi intelijen bahwa kemungkinan ada rencana tindak kekerasan yang sedang disiapkan.
Ketujuh pria tersebut akhirnya dibebaskan pada Jumat sore, setelah menghabiskan satu malam dalam tahanan. Setelah bebas, beberapa dari mereka menuduh polisi bertindak berlebihan, bahkan menyebut penangkapan tersebut bermuatan rasisme.
Dalam sebuah video yang dibagikan pada Jumat, salah satu pria mengatakan bahwa mereka datang ke Sydney hanya untuk berlibur. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak merasa takut, kecuali kepada Allah. Dalam video itu, ia juga memperlihatkan plester di kepalanya dan mengaku mengalami luka sayatan sekitar dua sentimeter saat penangkapan.
Pria lain mengklaim bahwa mereka sebenarnya akan berhenti jika polisi menyalakan lampu kendaraan. Namun, menurutnya, polisi justru langsung menabrakkan mobil. Ia juga mengaku dipukuli saat ditangkap, sementara dua pria lainnya disebut terkena setrum alat kejut listrik.
Ia menggambarkan perlakuan polisi sebagai sangat menindas. Menurutnya, hingga saat itu mereka masih tidak memiliki sepatu, ponsel disita, dan kendaraan mereka tidak bisa digunakan. Ia juga mengaku kebingungan karena tidak tahu bagaimana cara kembali ke Sydney tanpa ponsel dan mobil.
Ketujuh pria tersebut ditangkap oleh polisi anti-teror di Liverpool setelah ASIO memberi peringatan bahwa mereka diduga telah melakukan perjalanan dari Victoria ke New South Wales dengan tujuan yang berkaitan dengan kemungkinan tindakan kekerasan.
Pengacara para pria yang berusia antara 19 hingga 24 tahun menyatakan bahwa kliennya adalah orang-orang yang mencintai keluarga dan tidak berbahaya. Ia menyebut penggerebekan tersebut dipicu oleh laporan seorang warga yang mengaku mendengar kelompok itu mengucapkan istilah “Bondi 2.0”.
Namun, pihak kepolisian menyatakan bahwa ketujuh pria tersebut sudah dikenal oleh Kepolisian Victoria dan dicurigai menganut ideologi Islam ekstremis. Dua di antaranya bahkan disebut pernah menjadi sasaran pemantauan ASIO, dengan satu orang masih berada dalam penyelidikan aktif.
Meski demikian, semua pria tersebut membantah keras melakukan pelanggaran apa pun dan hingga kini tidak dikenakan tuntutan pidana.
Kepolisian NSW mengonfirmasi pada Jumat bahwa para pria itu dibebaskan dengan syarat tetap berada di bawah pengawasan selama di New South Wales. Polisi menyatakan bahwa alasan untuk menahan mereka lebih lama sudah tidak lagi terpenuhi.
Saat ditemui wartawan setelah dibebaskan, beberapa anggota kelompok tersebut tampak tersenyum dan tertawa. Salah satu dari mereka menuduh polisi mengarang cerita, dengan sengaja mengubah dasar hukum penahanan agar bisa menahan mereka lebih lama.
Pria lain kembali menegaskan bahwa mereka tidak melakukan kesalahan apa pun dan mengklaim bahwa keyakinan mereka adalah hidup damai tanpa mengganggu siapa pun. Ia pun menyebut penangkapan tersebut sebagai bentuk rasisme.
Sementara itu, Komisaris Polisi NSW, Mal Lanyon, mengatakan bahwa polisi meyakini kawasan Bondi berpotensi menjadi target yang ingin dikunjungi para pria tersebut. Menurutnya, tingkat risiko yang ada terlalu besar untuk diabaikan, sehingga polisi memutuskan melakukan tindakan pencegahan.
Ia menjelaskan bahwa informasi yang diterima menyebutkan Bondi sebagai salah satu dari beberapa lokasi yang mungkin akan didatangi, meskipun tujuan sebenarnya belum diketahui.
Penangkapan ini terjadi di tengah kondisi siaga tinggi aparat keamanan, hampir sepekan setelah insiden teror di Bondi yang diduga dilakukan oleh seorang ayah dan anak, Naveed Akram dan Sajid Akram, yang menewaskan 15 orang dalam serangan terhadap acara perayaan hari raya Yahudi.
Sebagai respons, ratusan petugas dikerahkan dalam Operasi Shelter di New South Wales, dengan fokus meningkatkan patroli dan pengamanan di lokasi-lokasi keagamaan guna menenangkan komunitas Yahudi.
Di sisi lain, Unit Pembunuhan bersama Unit Kontra-Teror, Polisi Federal Australia (AFP), ASIO, dan Komisi Kejahatan NSW masih terus menyelidiki serangan tersebut. Penyelidikan juga mencakup dugaan keterkaitan para pelaku dengan kelompok jihadis, termasuk riwayat perjalanan selama sebulan ke Filipina selatan pada November lalu.
Tribunnewsmaker | News.com.au | Aleyda Salsa Sabillawati