BRIN Dorong Peran Ekosistem Alam dalam Mitigasi Bencana Banjir dan Longsor di Indonesia
December 20, 2025 12:47 PM

 

TRIBUNFLORES.COM, JAKARTA- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong pemanfaatan ekosistem alam sebagai strategi ilmiah untuk mengurangi risiko banjir dan tanah longsor di Indonesia. 

Pendekatan ini dianggap penting di tengah meningkatnya frekuensi bencana keairan di berbagai wilayah.

Dilansir dari laman resmi BRIN, Webinar Seri ke-13 Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air (PRLSDA) BRIN pada Jumat (19/12), membahas tema Solusi Berbasis Alam untuk Mitigasi Bencana Keairan dari Perspektif Tanah dan Air. 

Kepala PRLSDA-BRIN, Luki Subehi, menjelaskan, meningkatnya bencana keairan dipengaruhi kombinasi faktor iklim, meteorologi, serta perubahan tutupan dan fungsi lahan.

 

Baca juga: Permukiman Warga Dua Desa di Pulau Adonara Flores Timur NTT Terdampak Banjir

 

 

 

“Fenomena banjir bandang dan tanah longsor mencerminkan proses degradasi ekosistem jangka panjang. Ini memperlihatkan gangguan keseimbangan tanah dan air serta menurunnya fungsi ekosistem dalam mengatur aliran air,” ujar Luki.

Mitigasi Tidak Hanya Infrastruktur Fisik

Ia menekankan, mitigasi bencana tidak cukup hanya mengandalkan infrastruktur fisik seperti tanggul atau bendungan.

“Pendekatan mitigasi perlu diarahkan pada solusi berbasis alam yang sesuai dengan karakter wilayah,” tambahnya.

 

Baca juga: Cuaca NTT Sabtu, 20 Desember 2025,  Waspada Hujan Sedang-Lebat di Sejumlah Wilayah

 

Peneliti Ahli Utama PRLSDA-BRIN, Asep Mulyono, menyampaikan, hingga awal November 2025, banjir masih menjadi bencana paling sering terjadi, diikuti tanah longsor.

“Bencana alam tidak bisa dihindari, tetapi campur tangan manusia sangat menentukan skala kerusakan,” jelas Asep.

Hilangnya Tutupan Hutan

Asep menambahkan, hilangnya tutupan hutan meningkatkan aliran air permukaan yang memicu erosi dan sedimentasi sungai, sehingga memperparah banjir dan longsor. Vegetasi dinilai berperan penting dalam menurunkan limpasan air, meningkatkan infiltrasi, dan memperkuat stabilitas tanah, terutama di wilayah lereng.

“Solusi berbasis alam bukan sekadar menanam pohon, tetapi pengelolaan ekosistem yang didasarkan pada sains dan karakter wilayah. Strateginya meliputi penanaman hutan di lahan marginal, reforestasi hutan rusak, serta perlindungan hutan lindung dan kawasan konservasi,” ujar Asep.

Keberhasilan penanaman ditentukan oleh kesesuaian jenis pohon, jarak tanam, dan tingkat transpirasi tanaman.

“Tanpa perawatan dan pengawasan konsisten, fungsi mitigasi dari penanaman pohon tidak akan tercapai,” tegasnya.

Pengelolaan Lanskap dari Hulu hingga Hilir

Senada, Muhamad Askari, dosen Universiti Malaysia Sabah, menekankan bahwa solusi berbasis alam harus diterapkan dalam pengelolaan lanskap dari hulu hingga hilir.

“Pendekatannya harus berbasis zonasi. Apa yang ditanam di hulu, tengah, dan hilir harus berbeda, sesuai fungsi hidrologi dan risikonya. Agroforestri dan pertanian yang baik dapat menekan limpasan air, mengurangi erosi, dan memperkuat kestabilan tanah,” katanya.

BRIN menegaskan perannya dalam menyediakan dasar ilmiah untuk memperkuat mitigasi bencana keairan di Indonesia.

Pendekatan berbasis alam dianggap relevan dan kontekstual dalam meningkatkan ketahanan ekosistem serta masyarakat menghadapi bencana hidrometeorologi.

Sumber: BRIN

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.