BANGKAPOS.COM - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman kini jadi sorotan publik.
Hal ini lantaran ia menyampaikan pernyataannya yang meminta warga tidak memanfaatkan kayu gelondongan sisa banjir untuk membangun rumah.
Pernyataan tersebut menuai perhatian karena kayu-kayu sisa banjir dinilai memiliki nilai ekonomis yang cukup besar bagi masyarakat terdampak.
Alex menegaskan bahwa pemanfaatan kayu gelondongan tidak boleh dilakukan secara sembarangan meskipun masyarakat berada dalam kondisi sulit pascabencana.
Menurutnya, seluruh pengelolaan kayu sisa banjir tetap harus mengikuti aturan hukum yang berlaku.
Baca juga: Kalender 2025: Libur 4 Hari Beruntun di Akhir Desember, Catat Tanggalnya
Alex menjelaskan bahwa hal tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Di tengah polemik tersebut, publik kemudian menyoroti laporan harta kekayaan Alex Indra Lukman.
Berdasarkan data E-LHKPN periode 5 September 2024/Khusus, Alex tercatat memiliki total kekayaan mencapai Rp 32.444.131.966.
Sementara itu, dalam laporan yang sama, ia juga tercatat memiliki utang sebesar Rp 1.135.000.000.
Berikut Rinciannya
DATA HARTA
A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 10.575.000.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 580 m2/300 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA SELATAN , HASIL SENDIRI Rp. 6.000.000.000
2. Tanah dan Bangunan Seluas 46 m2/46 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA PUSAT , HASIL SENDIRI Rp. 1.200.000.000
3. Tanah dan Bangunan Seluas 1.539 m2/358 m2 di KAB / KOTA KOTA PADANG , HASIL SENDIRI Rp. 3.375.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 2.600.000.000
1. MOBIL, MERCEDEZ-BENZ E-300 AMG Tahun 2024, HASIL SENDIRI Rp. 1.800.000.000
2. MOBIL, LANDROVER DISCOVERY Tahun 2012, HASIL SENDIRI Rp. 800.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 2.905.000.000
D. SURAT BERHARGA Rp. 2.000.000.000
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 10.253.020.870
F. HARTA LAINNYA Rp. 5.246.111.096
Sub Total Rp. 33.579.131.966
III. HUTANG Rp. 1.135.000.000
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 32.444.131.966
Profil Alex Indra Lukman merupakan politisi kelahiran Kota Padang, Sumatera Barat, pada 31 Desember 1970.
Ia menghabiskan masa kecilnya dan pendidikannya di Padang.
Alex Indra Lukman mengenyam pendidikan di SD Agnes Padang pada 1976-1983. Dilanjutkan SMP Frater Padang pada 1983-1986 dan SMA Don Bosko Padang 1986-1989.
Kemudian pada perguruan tingginya, ia menjadi lulusan dari Universitas Fachhochschule Frankfurt am Main Jerman pada 1990-1996.
Ia kembali mengejar pendidikan S2-nya di Universitas Eka Sakti (2004-2008).
Dalam peta politik Sumatera Barat, nama Alex Indra Lukman bukanlah sosok baru.
Sebagai politikus senior yang telah lama malang melintang di bawah bendera PDI Perjuangan.
Ia adalah putra dari mendiang Johanes Lukman, tokoh politik yang juga pernah menduduki kursi DPR-RI pada periode 1999–2004.
Garis kepemimpinan ini juga mengalir pada adiknya, Albert Hendra Lukman, yang aktif di DPRD Provinsi Sumatera Barat.
Alex menjabat Wakil Bendahara DPD PDI Perjuangan Provinsi Sumatera Barat pada 2005. Setahun kemudian, ia diangkat menjadi bendahara.
Kemudian di tahun berikutnya, ia menjabat Sekretaris. Sejak 2010, ia menjabat Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Sumatera Barat.
Pada pemilihan umum 2024, Alex berhasil kembali terpilih sebagai Anggota DPR-RI untuk daerah pemilihan Sumatera Barat I.
Setelah sempat menjabat pada periode 2014–2019, Alex Indra Lukman kembali terpilih sebagai Anggota DPR-RI periode 2024–2029 dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Barat I.
Alex menikah dengan Cynthia Hardi yang pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Sumatera Barat pada 2014.
Cynthia meraih gelar Magister Manajemen dari Universitas Andalas pada 2015.
Pasangan ini memiliki tiga orang anak bernama Nicholas Axel Lukman, Anindya Aisyah Lukman, dan Abinaya Artha Lukman.
Minta Warga Jangan Asal Pakai Kayu Gelondongan
Sebelumnya, Alex Indra Lukman menyoroti banyaknya fenomena pemanfaatan kayu-kayu bekas banjir.
Alex menegaskan, pemanfaatan kayu-kayu tersebut tidak boleh dilakukan secara sembarangan, meski bernilai ekonomis bagi masyarakat.
Menurut Alex, pengelolaannya tetap harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
“Hari ini kita melihat, warga menjadikan kayu berbagai ukuran dan jenis itu, sebagai barang bernilai ekonomis seperti papan dan sejenisnya. Ini tak bisa dibiarkan terus berlanjut, karena penanganannya mesti merujuk UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,” kata Alex, kepada wartawan Rabu (17/12/2025).
Politisi PDIP dari Sumatera Barat ini menjelaskan material kayu yang terbawa banjir tersebut masuk dalam kategori sampah spesifik, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (4) UU Pengelolaan Sampah, yakni sampah yang timbul akibat bencana alam
Selain sampah akibat bencana, kategori sampah spesifik juga mencakup sampah yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), sampah yang mengandung limbah B3, puing bongkaran bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, serta sampah yang timbul secara tidak periodik.
Merujuk pada regulasi tersebut, Alex menekankan mengatakan, sampah spesifik membutuhkan penanganan khusus yang tidak dapat dilakukan secara normal dan berurutan, melainkan memerlukan metode yang disesuaikan dengan kondisi lapangan.
“Peraturan Pemerintah (PP) No 27 Tahun 2020 yang merupakan petunjuk teknis UU Pengelolaan Sampah, memberi ruang pada pemerintah baik pusat maupun daerah, memanfaatkan sampah akibat bencana ini untuk kegiatan bernilai ekonomis,” ucap Alex.
Lebih lanjut, Alex mengatakan peluang pemanfaatan tersebut diatur dalam Pasal 4 PP Nomor 27 Tahun 2020 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pengelolaan sampah spesifik dilakukan melalui pengurangan dan/atau penanganan.
“Pemanfaatan kembali Sampah Spesifik merupakan salah satu strategi dalam pengurangan sebagaimana disebutkan Pasal 4 itu,” ucapnya.
Ketua PDIP Sumatera Barat itu menilai, pemanfaatan kayu sisa banjir dapat menjadi solusi di tengah keterbatasan fiskal daerah dalam penanganan pascabencana.
“Di tengah keterbatasan kemampuan fiskal daerah, keberadaan kayu-kayu tersebut setidaknya akan membantu berbagai kebutuhan mendesak dalam penanganan dampak bencana,” ucap anggota DPR RI Dapil Sumbar I itu.
Namun, Alex mengingatkan bahwa keberadaan tumpukan kayu di kawasan pantai dan muara sungai juga telah mengganggu aktivitas nelayan.
Sebab itu, ia menyarankan pemerintah daerah melibatkan pihak ketiga untuk mempercepat proses pembersihan.
Pengalaman serupa, kata Alex, pernah dilakukan di Sumatera Barat saat menangani puing bangunan akibat gempa besar September 2009.
“Pada tahun 2019 lalu, kita di Sumbar sudah punya pengalaman dalam mengatasi Sampah Spesifik berupa Puing Bongkaran Bangunan yang runtuh karena gempa September 2009,” ujarnya.
“Samahalnya dengan puing-puing bangunan, kayu-kayu ini tentu akan sangat banyak peminatnya. Terlebih, kualitas kayunya terlihat sangat bagus. Tentunya, memiliki nilai ekonomis tinggi,” tandasnya.
(Tribunnewsmaker.com/ TribunSumsel)