BANGKAPOS.COM -- Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jeneponto, Akhmad Heru Prasetyo, angkat bicara menanggapi putusan praperadilan Pengadilan Negeri Makassar atas permohonan ganti rugi dan rehabilitasi yang diajukan Amrina Rachmi Warham.
Amrina sebelumnya sempat menjalani masa penahanan selama sekitar 10 bulan terkait dugaan korupsi pupuk subsidi tahun 2021.
Namun, Mahkamah Agung kemudian menyatakan Amrina tidak bersalah sehingga ia dibebaskan.
Pasca bebas, Amrina menggugat Kejaksaan Negeri Jeneponto dengan nilai tuntutan ganti rugi mencapai Rp2 miliar melalui mekanisme praperadilan.
Baca juga: UMP 2026 Bangka Belitung Masih Dinanti, Simak Prediksi Kenaikan Upah dan Formula Barunya
Dalam sidang praperadilan yang digelar Kamis (18/12/2025) pukul 14.00 Wita, hakim menyatakan permohonan Amrina tidak dapat diterima, bukan ditolak. Putusan tersebut dikenal dengan istilah niet ontvankelijk verklaard (N.O.).
Dalam praktik hukum di Indonesia, putusan N.O. umumnya dijatuhkan karena adanya cacat formil dalam permohonan, seperti kesalahan prosedur atau syarat administratif, sehingga hakim tidak masuk pada pemeriksaan pokok perkara.
Beberapa alasan yang kerap melandasi putusan N.O. antara lain surat kuasa tidak sah, kesalahan pihak (error in persona), gugatan kabur (obscuur libel), perkara yang telah diperiksa sebelumnya (ne bis in idem), atau pengadilan yang tidak berwenang secara relatif.
Menanggapi putusan tersebut, Akhmad Heru Prasetyo menjelaskan bahwa hakim menilai Pengadilan Negeri Makassar tidak memiliki kewenangan relatif untuk memeriksa permohonan praperadilan itu.
"Hakim menilai Pengadilan Negeri Makassar tidak berwenang secara relatif untuk memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan tersebut," jelas Akhmad di Aula Kantor Kejari Jeneponto, Kamis (18/12/2025) sore.
Dengan adanya putusan itu, Heru mengajak masyarakat untuk menghormati proses dan keputusan pengadilan.
Menurutnya, praperadilan merupakan bagian sah dan konstitusional dari sistem peradilan di Indonesia.
"Kami menghormati sepenuhnya putusan hakim sebagai bagian dari independensi kekuasaan kehakiman," kata dia.
Ia menegaskan komitmen Kejaksaan dalam menjalankan fungsi penegakan hukum secara profesional.
"Kejaksaan berkomitmen untuk terus menjalankan tugas penegakan hukum secara objektif, transparan dan bertanggung jawab," ujarnya.
Heru juga menekankan bahwa seluruh langkah hukum yang ditempuh Kejari Jeneponto telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Kami sudah profesional, objektif serta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya.
Lebih lanjut, Heru menjelaskan bahwa suatu putusan pengadilan tidak serta-merta dapat diartikan sebagai kesalahan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam bertindak.
Menurutnya, perbedaan hasil putusan merupakan konsekuensi dari perbedaan sudut pandang hukum antara majelis hakim, penuntut umum, dan penasihat hukum dalam mengkonstruksikan sebuah perkara.
Ia juga mengungkapkan bahwa dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 6322 K/Pid.Sus/2025 tertanggal 9 September 2025, terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion) di tingkat kasasi.
"Salah satu anggota majelis hakim kasasi berpendapat bahwa Amrina telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dakwaan dan tuntutan penuntut umum," jelasnya.
Selain itu, Heru menyebutkan bahwa pemohon sebelumnya telah dua kali mengajukan praperadilan dengan materi yang sama. Namun, seluruh permohonan tersebut telah ditolak, baik oleh Pengadilan Negeri Makassar maupun Pengadilan Negeri Jeneponto.
Menutup pernyataannya, Kejari Jeneponto mengimbau seluruh pihak agar menyikapi putusan terbaru ini secara bijak dan proporsional.
"Kejaksaan Negeri Jeneponto tetap berkomitmen menjalankan tugas dan kewenangannya secara transparan, akuntabel, serta mengedepankan pelayanan hukum yang berkeadilan bagi masyarakat," tutupnya.
Sosok Akhmad Heru Prasetyo jarang terekspose.
Pada Youtube Kejaksaan Negeri Kota Madiun, terdapat sejumlah dokumtenasi kegaiatan Heru.
Mulai dari penyaluran bantuan hingga kondisi kantor.
Akhmad Heru Prasetyo, S.H., M.H kini bertugas memimpin Kejaksaan tingkat kabupaten.
Pria akrab disapa Heru ini bertugas pada penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan pengawasan hukum di wilayah Kabupaten Jeneponto.
Pada 2020- 2023 lalu, Akhmad Heru Prasetyo menjabat Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Madiun, Jawa Timur.
Ia kemudian dimutasi, dan digantikan Dicky Andi Firmansyah.
Heru diberikan amanah sebagai Kasi Ketahan Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Desa di Kejaksaan Agung RI.
Pada 2024, Akhmad Heru Prasetyo bertugas di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel).
Ia menjabat Koordinator pada Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel.
Terbaru, menjabat Kajari Jeneponto.
Sebagai Kajari, Akhmad Heru Prasetyo memegang peran sentral dalam penegakan hukum di Kabupaten Jeneponto.
Heru harus memimpin dan mengawasi seluruh kegiatan penuntutan perkara pidana di wilayah hukum Kejari Jeneponto.
Ia juga menjadi ujung tombak dalam pengungkapan dan penanganan kasus-kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang merugikan keuangan negara di Jeneponto.
Mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan dan memberikan pertimbangan serta pelayanan hukum kepada pemerintah daerah dan masyarakat.
Terakhir, memimpin pembinaan internal sumber daya manusia dan sarana prasarana di lingkungan Kejaksaan Negeri Jeneponto.
Heru Prasetyo menjabat Kajari Jeneponto usai dilantik di Aula kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan pada Jumat, 12 Desember 2025.
Ia dilantik Kepala Kejati Sulsel, Didik Farkhan Alisyahdi.
Heru Prasetyo menggantikan Teuku Lufthansa Adhyaksa.
Awal mula gugatan
Amrina tak terima sudah divonis bersalah dalam kasus korupsi.
Setelah bebas penjara, Amrina gugat Kejari Jeneponto.
Ia merupakan staf Distributor Pupuk PT Koperasi Perdagangan Indonesia (KPI).
Amrina sempat dipenjara 10 bulan atas dugaan korupsi pupuk subsidi 2021.
Kasus itu berawal saat Kejari Jeneponto memeriksa distributor pupuk, pengecer, serta pejabat Dinas Pertanian Jeneponto dan Provinsi tahun 2022.
Dari sejumlah saksi diperiksa, hanya Amrina Rachmi Warham ditetapkan sebagai tersangka 25 April 2024
Ia kemudian dijebloskan ke penjara Rutan Jeneponto.
Persidangan 17 Febuari 2025, Tipikor Pengadilan Negeri Makassar memutus Amrina tidak bersalah.
Vonis itu membuat jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Jeneponto melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
"Jaksa lalu mengajukan kasasi, tetapi Mahkamah Agung menolak. Alhamdulillah saya tetap bebas,” ujar Amrina.
Sebelum divonis bebas, Amrina, sempat menjalani hukuman penjara selama 10 bulan.
Meski divonis bebas, Amrina mengaku menanggung kerugian besar.
Secara materi, ia kehilangan pekerjaan, secara psikologis ia dan keluarganya terpukul.
“Saya ditahan 10 bulan. Anak-anak dibully di sekolah, suami saya ikut stres. Bahkan saya ditangkap tengah malam tanpa diberi tahu apa kesalahan saya,” katanya.
Ia menuturkan proses penetapan tersangkanya penuh kejanggalan.
Amrina mengaku dituduh menjual pupuk keluar Jeneponto dan menjual di atas HET, namun tidak pernah diperlihatkan bukti.
Inspektorat menghitung kerugian negara berdasarkan selisih stok akhir tahun.
"Padahal stok itu memang ada karena menjadi kebutuhan untuk tahun berikutnya. Hakim juga menyatakan tidak ada kerugian negara dalam kasus ini,” jelasnya.
Keanehan lain muncul dalam persidangan. Inspektorat mengaku yang diaudit adalah direktur perusahaannya, bukan dirinya.
Namun justru dirinya yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Inspektorat tidak bisa menunjukkan bukti kerugian negara. Bahkan hasil audit dan BAP-nya tidak disetor ke kejaksaan,” ujarnya.
Seluruh distribusi pupuk tercatat dalam sistem dan uang penebusan dari pengecer langsung masuk ke rekening perusahaan.
Menurutnya, tuduhan menjual pupuk ke luar daerah tidak masuk akal.
Dari total kerugian negara yang dihitung inspektorat sebesar Rp 6 miliar dari tiga distributor, hanya Amrina yang ditahan.
Ia sudah enam kali mengajukan penangguhan penahanan, namun semuanya ditolak.
“Saya hanya ingin tahu kenapa saya satu-satunya tersangka. Apa letak kesalahan saya? Sampai hari ini tidak ada yang bisa menjelaskan,” tegasnya.
Setelah divonis bebas, Amrina kini menempuh langkah hukum balik.
Ia mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk menuntut rehabilitasi nama baik dan ganti rugi sebesar Rp 2 miliar atas masa penahanannya.
“Saya bicara sekarang karena nama baik saya sudah hancur. Saya ingin keadilan,” tutupnya.
Amrina kini menggugat Kejati Sulsel bersama Kejari Jeneponto secara perdata.
Ia merasa sebagai korban kriminalisasi aparat penegak hukum.
Gugatan itu teregister dengan nomor perkara 43/Pid.Pra/2025/PN Mks.
Ia merasa dirugikan secara materiil dan moril.
Amrina meminta pengadilan memulihkan nama baiknya serta ada ganti rugi Rp2 miliar.
Bahkan Amrina harus mengakhiri mimpinya menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) setelah dipenjara.
Amrina sempat mengabdi sebagai honorer selama 20 tahun di salah satu puskesmas.
(Bangkapos.com/Tribun Timur/Tribunnews)