TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa potensi cuaca ekstrem di wilayah Sumatra masih berpeluang terjadi ke depan seiring dinamika atmosfer yang belum sepenuhnya stabil.
Kondisi ini membuat kewaspadaan masyarakat terhadap risiko listrik tetap diperlukan, terutama di wilayah terdampak bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat yang masih mengalami lingkungan basah.
Koordinator BMKG Aceh, Nasrol Adil, menjelaskan sejumlah faktor atmosfer masih aktif di kawasan Sumatra dan sekitarnya.
Salah satunya adalah bibit siklon tropis yang masih dalam pemantauan, yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan curah hujan dan mempertahankan genangan air serta lumpur di berbagai wilayah terdampak.
“Beberapa faktor atmosfer, termasuk bibit siklon tropis yang masih kami pantau, dapat memengaruhi pola cuaca di Sumatra. Dampaknya berupa potensi hujan lebat yang membuat kondisi lingkungan tetap basah di sejumlah wilayah,” ujar Nasrol, dalam keterangannya, Minggu (21/12/2025).
Ia menegaskan bahwa kondisi basah tersebut berkaitan langsung dengan keselamatan warga dalam menjalani aktivitas sehari-hari pascabencana. Genangan air dan lumpur tidak hanya berdampak pada permukiman dan fasilitas umum, tetapi juga di lokasi pengungsian.
Menurut Nasrol, kondisi lingkungan pascabencana yang masih basah perlu diwaspadai karena air dan lumpur memiliki sifat konduktif, terutama ketika bercampur dengan material tanah, mineral, dan sisa bangunan.
Dalam kondisi tersebut, lingkungan lebih mudah menghantarkan arus listrik dibandingkan kondisi kering, sehingga potensi bahaya bagi warga dapat meningkat apabila terjadi genangan kembali.
Situasi ini dapat terjadi di berbagai lokasi, mulai dari permukiman, fasilitas umum, hingga area pengungsian, terutama ketika hujan lebat menyebabkan genangan air atau lumpur meluas.
Nasrol menambahkan, potensi hujan susulan masih perlu diantisipasi karena dapat memperluas genangan, terutama di dataran rendah dan daerah aliran sungai di Sumatra bagian barat dan utara.
“Dalam kondisi lingkungan yang masih basah, terutama ketika terdapat genangan air dan lumpur, risiko keselamatan bisa meningkat. Secara fisik, air dan material lumpur dapat menjadi media penghantar, sehingga apabila terjadi hujan lebat atau banjir susulan di wilayah yang sudah kembali dialiri listrik, situasinya menjadi berbahaya bagi masyarakat, termasuk di permukiman, fasilitas umum, maupun lokasi pengungsian,” tegas Nasrol.
BMKG juga mengimbau masyarakat di wilayah terdampak bencana di Sumatra untuk terus memantau informasi cuaca resmi dan meningkatkan kewaspadaan, mengingat cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi dan kondisi lapangan dapat berubah sewaktu-waktu.
Baca juga: Jakarta Siaga Banjir
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mengingatkan masyarakat di wilayah terdampak untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko listrik.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menekankan bahwa pemulihan pascabencana bukan hanya soal memperbaiki kerusakan, tetapi juga mengelola risiko agar warga dapat kembali beraktivitas dengan aman.
“Pemulihan pascabencana merupakan periode transisi yang sensitif. Lingkungan belum sepenuhnya pulih, sementara aktivitas masyarakat mulai meningkat, termasuk pemanfaatan kembali fasilitas dan layanan dasar,” ujar Abdul Muhari, Jakarta, Jumat (19/12/2025).