SURYA.co.id - Kasus meninggalnya bocah berusia 9 tahun berinisial A, putra politisi PKS Maman Suherman, masih menyisakan luka mendalam bagi banyak pihak.
Tragedi ini tidak hanya mengguncang keluarga, tetapi juga lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar tempat korban tumbuh.
A ditemukan meninggal dunia di kediamannya di Cilegon, Banten, pada Selasa (16/12/2025), dengan 14 luka tusuk di tubuhnya.
Awalnya, peristiwa ini sempat dikaitkan dengan dugaan perampokan.
Namun, penyelidikan berkembang setelah polisi tidak menemukan barang berharga yang hilang dari rumah korban.
Dugaan pun mengarah pada tindak pembunuhan, dengan A disebut sebagai korban salah sasaran dalam aksi kekerasan tersebut.
Dua hari setelah peristiwa tragis itu, jejak keseharian A masih tampak jelas di lingkungan sekolahnya.
Jurnalis Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami, mendatangi SD Islam Al-Azhar 40 Kota Cilegon, tempat A menempuh pendidikan, pada Kamis (18/12/2025).
Di lantai dua gedung sekolah, loker milik A masih tersimpan rapi. Isinya tak tersentuh, seolah menunggu pemiliknya kembali.
Di dalamnya terdapat Alquran, kartu bergambar karakter One Piece, mainan robot dinosaurus, serta buku pelajaran Fikih dan Aqidah Akhlak.
Keberadaan Alquran di loker tersebut menjadi gambaran awal tentang kebiasaan dan nilai yang ditanamkan dalam kehidupan A sejak dini.
Baca juga: Kebaikan Anak Maman Suherman Politisi PKS Cilegon Diungkap Tetangga, Dikenal Ramah dan Santun
Pihak sekolah mengenang A sebagai siswa yang meninggalkan kesan positif bagi guru dan teman-temannya.
Kepala SD Islam Al Azhar 40 Cilegon, Ridwan Arifin, menyampaikan kesaksiannya tentang karakter almarhum.
“Kesehariannya itu, alhamdulillah Ananda itu termasuk alim ya, perilakunya juga bagus, akhlaknya bagus, kemudian ceria, kemudian main bersama dengan teman-temannya,” ujar Ridwan.
Ridwan menuturkan, A dikenal aktif mengikuti berbagai kegiatan sekolah.
Salah satu aktivitas yang paling disukainya adalah pramuka.
Selain itu, A sempat menyampaikan keinginan untuk mengikuti les musik, meski rencana tersebut belum sempat terwujud.
Gambaran serupa juga disampaikan oleh warga di lingkungan tempat tinggal keluarga Maman Suherman.
Gina (nama samaran), yang telah bertetangga selama tujuh tahun, mengenal keluarga tersebut sebagai sosok yang ramah dan bersahaja.
"Haji Maman sosok yang baik banget. Dia menyapa kalau lewat. Misalnya pas ketemu, walaupun di dalam mobil dia buka jendela, 'Bu, permisi Bu'," kata Gina kepada Tribunnews.com, Kamis (18/12/2025).
Menurut Gina, A juga dikenal sebagai anak yang sopan dan santun. Ia terbiasa menyapa orang yang lebih tua dengan anggukan kepala.
Bahkan, meski usianya belum genap 10 tahun, A memiliki kebiasaan rutin salat Subuh berjamaah di masjid bersama sang ayah.
"Emang Pak Haji (Maman) salat enggak pernah ketinggalan. Dia sama anaknya yang paling kecil (A) itu sering jalan lewat sini, mau shalat subuh ke masjid," ungkap Gina.
Kesaksian tersebut dibenarkan oleh Ketua RT setempat, Istianto (65), yang kerap melihat kebersamaan ayah dan anak itu di masjid.
"Pak Maman itu sama anaknya (MAHM) suka shalat subuh berjemaah di masjid, terutama pas si anaknya itu masih kecil ya," kata Istianto, Kamis.
"Ya sekarang juga masih. Anaknya itu di masjid, shalat subuh, shalat Jumat juga," lanjutnya.
Kasus kematian anak politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Maman Suherman memantik respons Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri.
Reza menduga, korban berinisial MAHM (9) yang ditemukan bersimbah darah di rumahnya kawasan Perumahan Bukit Baja Sejahtera (BBS), Cilegon, Banten, Selasa (16/12/2025) ini bukan target utama pembunuhan.
"Boleh jadi orang yang menghabisi korban tidak sungguh-sungguh menjadikan korban sebagai target aksinya," kata Reza, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Jumat (19/12/2025).
Ia menduga, sebenarnya pelaku mengincar orang sekitar korban, seperti orang tuanya.
Akan tetapi, karena pelaku tak bisa melakukan itu kepada orang tua korban, bocah itu kemudian dijadikan objek pengganti.
"Namun karena tidak mungkin melakukan serangan secara frontal terhadap orang tua korban, maka korban dijadikan sebagai objek pengganti atau subtitusi," ungkapnya.
Reza menjelaskan, antara perilaku dengan motif dalam kasus ini belum tentu linier.
"Bahwa sekali lagi belum tentu orang yang menghabisi korban adalah orang yang sungguh-sungguh punya kepentingan bagi meninggalnya korban."
"Tetapi pihak yang menjadi kepentingan pelaku adalah pihak lain, namun karena tidak bisa mencapai pihak tersebut, maka dicarilah pihak pengganti yang dalam hal ini adalah korban," jelasnya.
Terkait korban yang kemungkinan dijadikan korban pengganti, Reza mengurai alasannya.
Dikatakannya, anak-anak termasuk dalam kelompok rentan menjadi korban kejahatan.
Sebab, mereka lemah secara fisik, lemah secara psikis, dan mungkin juga lemah secara sosial.