TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Warga Kelurahan Kapalo Koto sudah menetap sekitar 20 hari di hunian sementara (huntara) setelah dihantam banjir bandang.
Diketahui, banjir bandang terjadi dua kali di kawasan Batu Busuak, Kelurahan Lambuang Bukit.
Tak hanya itu, banjir bandang juga sampai di Kelurahan Kapalo Koto, pada Kamis (27/11/2025) lalu.
Pasca kejadian kedua pada Kamis itu, seminggu setelahnya, huntara disediakan oleh pemerintah sebanyak dua bangunan.
Baca juga: Warga Agam Bisa Bangun Huntara Mandiri di Tanah Kaum, Bupati Benni Sebut Dana Tetap dari Pemerintah
Satu bangunan huntara terdiri dari lima kamar.
Bangunan terbuat dari kayu dan papan lapis alias triplek.
Sesuai peruntukkannya huntara dibuat sederhana semi permanen.
Tiangnya dari balok kayu.
Dindingnya menggunakan asbes berwarna putih serta triplek.
Lantainya terbuat dari papan.
Walau sederhana, huntara ini jauh lebih layak ditinggali dari tenda pengungsian
Sampai sekarang, total yang tinggal di huntara tersebut berjumlah 10 kartu keluarga.
Lokasinya hanya beberapa meter dari aliran banjir bandang, di Kapalo Koto, namun lebih aman dengan posisi mengarah ke arah perbukitan.
Untuk menuju ke lokasi huntara, bisa mengikuti jalan kecil beraspal sebelum jembatan antara perbatasan Kelurahan Kapalo Koto dengan Kelurahan Lambung Bukit di kawasan Batu Busuak.
Setelah SMPN 44 Padang, sekitar setengah kilo ke depan, terdapat jalan di sebelah kanan.
Dari simpang jalan tersebut, sekitar 3 menit sudah sampai di lokasi huntara.
Posisinya berada di sebelah kiri, dari jalan tampak bangunan huntara. Posisinya menurun, hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.
Salah satu warga yang tinggal di sana bernama Endra Wati mengatakan sudah tinggal di sana seminggu setelah banjir bandang pada Kamis (27/11/2025) lalu.
"Sudah tinggal di sini semingggu setelah bencana," ungkapnya saat ditemui di dalam huntara, Minggu (21/12/2025).
Ia menjelaskan, dua huntara yang dibangun terdapat sebanyak 10 kamar, dengan lima kamar masing-masing.
"Ada 10 kartu keluarga juga yang tinggal di sini, dan ada 10 kamar," jelasnya.
Baca juga: Debit Air Sungai Naik Lagi, Jembatan Batu Busuak Padang Ditutup, Warga Pasang Kayu Penghalang
"Kalau jiwanya, sekitar 40 orang," sambugnya.
Endra Wati mengaku di huntara ia bisa merasakan kebersamaan dengan warga atau korban bencana lainnya.
Mulai dari tidur, makan, berkegiatan dan hal lainnya secara bersama.
"Di sini lain juga enaknya, makan sama-sama dan tidur sama-sama," ujarnya sembari tersenyum.
"Sedangkan dukanya, tak ada yang seenak di rumah sendiri. Namun kebutuhan di sini lengkap, tidak kekurangan," tambahnya.
Sama halnya dengan Wati, Asna juga mengungkapkan hal yang sama.
Ia sudah tinggal di sana selama 20 hari pasca bencana.
Baca juga: Arus Sungai Batu Busuak Padang Angkut Batu Besar & Kayu, Bahu Jalan Terban, Warga Cemas Galodo Lagi
Meski begitu, ia merasa senang dan nyaman tinggal di huntara, karena bisa bersama-sama dengan keluarga serts masyarakat lainnya.
"Senang, kadang masak bersama, bercerita bersama. Di sini juga bisa ke ladang, lokasinya di samping ini," pungkasnya.
Meski nyaman tinggal di huntara, ia berharap bisa mendapatkan hunian tetap oleh pemerintah.
"Tentunya ingin berharap adanya rumah tetap, ngak mungkin tinggal di sini selamanya," tuturnya..
Sementara itu, pantauan TribunPadang.com di lapangan sekira pukul 16:01 WIB, masyarakat yang menghuni huntara tampak memasak dan ada yang duduk-duduk bersama.
Mereka menyambut TribunPadang.com dengan ramah dan mempersilahkan memasuki huntara.
Sembari menyiapkan makanan, mereka juga terbuka saat dimintai keterangan, mulai dari Endra Wati, Asna dan masyarakat lainnya.
Anak-anak di sana juga terlihat bahagia, meski di tengah kondisi bencana, mereka terlihat bermain mobil-mobilan bersama teman sepantarannya.