"Kalau saya kan pakek mobil, sekali jalan hingga ke jembatan Tenge Besi dibayar antara Rp 200 ribu-Rp 300 ribu.” MUHAMMAD, Warga Ronga-Ronga
SERAMBINEWS.COM, REDELONG - Hampir sebulan bencana banjir bandang dan tanah longsor menghantam sejumlah wilayah di Aceh, akses jalan di Bener Meriah masih tak kunjung normal.
Dampaknya, warga asal Bener Meriah dan Aceh Tengah masih harus berjalan kaki puluhan kilometer untuk membeli kebutuhan pokok.
Pantauan di lapangan, akses jalan yang belum normal menuju Bener Meriah, baik lintas Bireuen-Takengon maupun jalan alternatif lintas KKA Bener Meriah-Aceh Utara. Di jalur lintas Bireuen-Takengon, ada beberapa titik lokasi yang masih belum kunjung normal.
Warga yang melintas dengan berjalan kaki masih memanggul barang kebutuhan--mulai dari tabung gas, sepapan telur serta sekarung beras--di atas pundak sambil melewati jalan-jalan bekas longsor.
Pemandangan ini seolah mengisyaratkan bagaimana beratnya perjuangan warga di Bener Meriah demi untuk memenuhi kebutuhn keluarga, meski bencana sudah berlalu.
Berangkat dari Bener Meriah, warga juga memikul hasil bumi untuk dijualkan ke wilayah Bireuen. Di lintas Bireuen-Takengon, masih ada beberapa titik jalan yang belum normal. Bila dari Bener Meriah jalan rusak mulai dari jembatan Umah Besi, Kecamatan Gajah Putih. Tapi di daerah itu sudah dibuat jembatan darurat dan sebagian warga yang nekat bisa melintasi dengan kendaraan roda dua.
Selanjutnya, di kawasan jembatan Tenge Besi yang menghubungkan antara Kecamatan Gajah Putih dan Pintu Rime Gayo putus total. Kawasan itu, juga sudah dibuat jembatan darurat yang bisa dilalui pejalan kaki. Jembatan berukuran kecil dan seadanya.
Pantauan TribunGayo.com, Sabtu (20/12/2025), di lokasi itu terdapat beberapa alat berat yang terus bekerja memperbaiki jalan putus hingga larut malam.
Jalanan licin, tanah berlumpur hingga jembatan darurat yang dibuat seadanya harus dilalui demi bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Situasi ini sangat berisiko, terutama bagi anak-anak, lansia, dan warga yang membawa barang bawaan baik dari Bener Meriah menuju Bireuen ataupun sebaliknya.
Tak sedikit warga lansia hingga anak-anak harus di gendong oleh keluarga demi bisa melewati jembatan Tenge Besi. "Hati-hati mbak, jembatan licin, mohon antre satu-satu," ujar anggota TNI yang berada di lokasi jembatan darurat tenge besi.
Berdasarkan data yang dirilis Pusdalop Bener Meriah, dampak bencana terdapat 306 hektare kebun warga di Bener Meriah mengalami kerusakan, serta 14,5 hektare sawah juga tidak luput dari bencana tersebut.
Maka warga terlihat kini ramai-ramai beralih pekerjaan sementara sebagai tukang lansir cabai di titik-titik lokasi jalan longsor yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat.
Di lintas jalan Bireuen-Takengon, warga melansir rata-rata membawa cabai dari Bener Meriah menuju titik yang bisa dilalui kendaraan roda empat sebelum akhirnya dijual ke kabupaten lain.
Muhammad, warga Ronga-Ronga satu diantara pelansir ditemui di seberang jembatan Umah Besi mengatakan, untuk sementara agar dapat memenuhi kebutuhan hidup ia bekerja sebagai tukang langsir cabai dari jembatan Umah Besi menuju jembatan Tenge Besi.
"Kalau saya kan pakek mobil, sekali jalan hingga ke jembatan Tenge Besi dibayar antara Rp 200 ribu-Rp 300 ribu, tergantung muatan. Lain pun tak ada kerjaan, sementara ini dulu sambil bantu-bantu para petani, dari jembatan Tenge Besi nantik dilansir oleh orang lain," ujarnya.(mi)